Tampilkan postingan dengan label Nahdlatul Ulama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nahdlatul Ulama. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 November 2017

Ketika [Mushola] Tuhan Disudutkan

Oleh Ryan Perdana 

Tulisan ini berisi kegelisahan yang lama tertahan. Kegelisahan yang muncul setiap menginjakkan kaki di bangunan-bangunan besar nan megah. Kegelisahan akan jaminan kemudahan mendapatkan ruang yang baik untuk mencoba mengingat Tuhan, yang tiap hari terpinggirkan dari kesibukan duniawi yang tak berkesudahan. Ruang itu bernama mushola.

Saya tak berani menulis dan berharap adanya masjid. Karena pada kenyataannya, mushola saja seperti terlalu tinggi untuk diharapkan keberadaannya. Jangankan masjid, mushola saja entah ada atau tidak, misal ada, apakah cukup layak atau tidak.

Ketika [Mushola] Tuhan Disudutkan (Sumber Gambar : Nu Online)
Ketika [Mushola] Tuhan Disudutkan (Sumber Gambar : Nu Online)

Ketika [Mushola] Tuhan Disudutkan

Pemodal besar pemilik bangunan-bangunan agung tidak menempatkan mushola sebagai ruang yang diprioritaskan dalam master plan-nya. Mushola dipinggirkan, disudutkan, dipojokkan atau entah istilah lain apalagi yang pas untuk menjelaskan bahwa mushola tidak dimuliakan secara letak dan porsi ukuran. Dalam hal ini, Tuhan mau tidak mau harus mafhum bahwa umat ciptaan-Nya sendiri justru menempatkan-Nya dengan cara seperti itu.

Walaupun setiap jengkal bumi adalah rumah-Nya, namun tak terbantah, bagi sebagian besar umat, Tuhan hanya “terlihat” secara kadang-kadang melalui tempat ibadah. Kenyataannya, tempat ibadah sebagai representasi simbol kehadiran Tuhan di dunia justru tidak mendapat posisi sebagaimana mestinya. Mushola hanya ditempatkan pada sudut sempit parkiran di basement. Berkawan dengan centang-perenang selang-selang jalur air dan listrik. Tak jarang, letaknya menempel atau menyatu dengan WC umum yang kumuh. Menyedihkan.

Tuhan dinomorsekiankan. Rumah Tuhan hanya disisipkan dengan keadaan seadanya. Diada-adakan dengan terpaksa. Semacam pantes-pantes saja. Keterlaluan.

Sang Pencerah Muslim

***

Ketika itu, waktu dzuhur sudah masuk dan saya sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan. Berputar-putar ke sana kemari mencari mushola. Setelah sekian menit berkeliling dan bertanya ke Pak Satpam, akhirnya mushola saya temukan. Baiklah, untuk sementara hati saya lega, dzuhur tidak terlewat. Namun, jujur saya agak menahan perasaan. Mushola yang kemudian saya masuki itu terletak di sudut, benar-benar sudut di tepi jalan masuk mobil dari luar mal. Misal pengguna mushola akan keluar atau masuk, harus selalu waspada dan tengok kanan kiri untuk memastikan tidak ada mobil yang mendekat. Posisinya persis dimana sopir akan memutar lingkar setir, memang itu semacam tikungan kecil.

Sang Pencerah Muslim

Ukurannya hanya nol koma sekian persen dari bangunan inti mal. Kebersihan ala kadarnya. Jamaah harus giliran untuk sholat. Ketika berwudhu pun harus bersiap merampingkan tubuh agar tidak bersenggolan dengan pengguna lain.

Pengalaman berikutnya, di sebuah rumah makan cepat saji di bilangan Jakarta Utara. Terdapati oleh saya, mushola terletak di ujung belakang bangunan dan menyatu dengan mesin genset. Otomatis, deru mesin dengan kekuatan decibel yang besar itu akan mengalahkan fokus jamaah. Tuhan, aku yakin Engkau tidak akan merasa terganggu dan mengeluh berisik, namun itu bukti betapa Engkau ditepikan bersama mesin yang dianggap akan mengganggu kenyamanan konsumen dan mengurangi profit perusahaan.

Tidak hanya dua pengalaman yang saya miliki terkait hal di atas. Cukup banyak kejadian hingga akhirnya terakumulasi menjadi tumpukan rasa, lalu saya pilih tulisan ini menjadi media penuangannya. Begitulah.

***

Di jaman yang ukuran standar kemuliaan adalah materi, Tuhan berada di pojok terakhir. Tuhan menjadi dzat yang tidak lagi penting. Hingga apapun yang berkenaan denganNya menjadi suatu hal yang dipikirkan belakangan. Bangunan yang menjadi tempat pemujaanNya pun ada di belakang.. Diingat kalau sempat.

Sebagai orang biasa yang tak berkuasa, begini saja yang bisa dilakukan. Sekadar menulis yang mungkin tak ada artinya. Tak ada kontribusi nyata yang memiliki kadar kemungkinan untuk direalisasikan. Modal dan ciri-ciri kami hanya harapan. Hanya mempunyai kumpulan semoga dan semoga. Dengan sedikit upaya ini semoga ada perubahan bahwa Engkau semakin diutamakan dan dimuliakan. Tidak lagi berdampingan dengan bau sisa konsumsi. Tidak lagi bersisian dengan mesin yang tak merdu dalam berbunyi.

 

Ryan Perdana, tinggal di Sleman Yogyakarta, twitter @ruaien

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Olahraga, Halaqoh, Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 04 November 2017

Sambut Muharram dengan 1001 Obor, Sepakbola Api, dan Bakti Sosial

Brebes, Sang Pencerah Muslim - Kemeriahan tahun baru 1438 hijriah di Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, ditandai dengan malam 1001 obor, sepakbola api, santunan yatim piatu, hingga penyalaan kembang api serta doa awal dan akhir tahun.

Pawai obor dilepas Kapolsek Ketanggungan AKP Kamal Hasan SH dengan menyulutkan obor api, Sabtu malam (1/10), dilanjutkan dengan berjalan menempuh jarak sekitar 5 kilometer, mengitari Kecamatan Ketanggungan dan sekitarnya.

Sambut Muharram dengan 1001 Obor, Sepakbola Api, dan Bakti Sosial (Sumber Gambar : Nu Online)
Sambut Muharram dengan 1001 Obor, Sepakbola Api, dan Bakti Sosial (Sumber Gambar : Nu Online)

Sambut Muharram dengan 1001 Obor, Sepakbola Api, dan Bakti Sosial

Ketua panitia Fadilah menjelaskan, spirit Muharram menjadi momentum untuk mengenalkan dan mengajak anak-anak belajar ajaran dan budaya Islam. Tahun baru tidak identik dengan pesta dan hura-hura tetapi diisi dengan kegiatan yang bermanfaat dan mengaji ilmu agama. “Dan untuk pertama kalinya pula, ditampilkan sepakbola api,” terangnya.

Tahun baru hijriah kali ini, lanjutnya, diisi dengan kegiatan mendekatkan diri pada Allah SWT lewat doa bersama, serta pemberian santunan kepada fakir miskin sebagai wujud kepedulian terhadap sesama.

Sang Pencerah Muslim

Kegiatan yang diprakarsai MTs Negeri Ketanggungan ini digelar sebagai spirit hijrah para siswa untuk lebih baik. Kepala Sekolah MTs N Ketanggungan Maspau berharap antara lain siswa bisa membuang sifat malas belajar, malas beribadah, untuk menjadi siswa yang rajin belajar dan rajin ibadah.

Sang Pencerah Muslim

“Tahun ini awal dari kebangkitan kami berbagi dengan siswa dan masyarakat di lingkungan sekolah. Semoga tahun depan kami bisa merangkul madrasah-madrasah yang ada disekitar sekolah untuk dilibatkan, sehingga kami bisalebih maksimal lagi dalam berkarya,” tambahnya.

Sebelumnya, kegiatan diawali dengan doa akhir tahun, lalu shalat maghrib berjamaah, doa awal tahun serta Istighosah dan Syukuran Aula Madrasah. Dalam kesempatan tersebut juga diberikan santunan kepada anak yatim piatu yang berasal dari sumbangan Guru, Karyawan, Dermawan terkumpul sebanyak Rp 13.130.000.

Pawai 1001 dikawal puluha Banser dan anggota Polsek Ketanggungan dan dimeriahkan dengan marching band, rebana, hadrah, angklung, dan lain-lain.

Kegiatan ini disambut suka cita bukan saja oleh siswa tetapi juga orang tua siswa dan warga masyarakat. Warga setempat, Kristin (36) mengapresiasi kegiatan tersebut dan mengaku sangat senang dan terharu. “Dulu waktu saya sekolah tidak ada kegiatan seperti ini, bangga aja ana-anak bisa ambil bagian dalam kegiatan ini,” ucap Kristin yang juga orang tua siswa. (Wasdiun/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama, Meme Islam, Olahraga Sang Pencerah Muslim

Ketua PWNU Jawa Tengah Bicara Radikalisme

Rembang, Sang Pencerah Muslim - Ketua PWNU Jawa Tengah KH Abu Hafsin menyebutkan bahwa paham dan gerakan radikal merupakan sebuah kenyataan yang ada sejak zaman dahulu mungkin sampai hari akhir. Menurutnya, gerakan-gerakan sempalan yang merupakan gerakan radikalisme ini tidak akan pernah pudar.

Demikian disampaikan Kiai Abu Hafsin di hadapan ratusan peserta talkshow yang diselenggarakan oleh MWCNU Sedan di aula MA YSPIS Desa Gandrirojo Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang, Kamis (18/2) malam.

Ketua PWNU Jawa Tengah Bicara Radikalisme (Sumber Gambar : Nu Online)
Ketua PWNU Jawa Tengah Bicara Radikalisme (Sumber Gambar : Nu Online)

Ketua PWNU Jawa Tengah Bicara Radikalisme

Dalam kesempatan tersebut hadir sebagai narasumber utama Drs KH Abu Hapsin Umar yang juga menjabat sebagai Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Jawa Tengah. Didampingi oleh Effendi selaku Plt Kepala Kejaksaan Negeri Rembang.

Sang Pencerah Muslim

Abu Hapsin menjelaskan, pada zaman Rasulullah juga sudah ada, pada zaman sahabat juga ada. Saya kira, seandainya kita melirik ke belakang setelah terjadi fitnatul kubro antara Khalifah Ali dan Muawiyah, kemudian ada sekelompok orang yang dahulu merupakan pengikut Khalifah Ali karena tidak puas dengan kebijakan yang diambil oleh khalifah Ali mereka keluar dari Syiah.

Sang Pencerah Muslim

Mereka membentuk kelompok sendiri dalam sejarah Islam yang dikenal dengan orang-orang Khawarij. "Sikap dan karakternya kalau seandainya saat ini kita lihat, persis sekali dengan orang-orang radikal yang hidup pada zaman sekarang," terangnya.

Acara talkshow ini bertema "Menggugat Paham dan Perilaku Radikalisme" yang diikuti oleh mayoritas kader GP Ansor dari berbagai kecamatan yang ada di Rembang. Tampak antusiasme dari kalangan kader muda NU yang hadir sebagai peserta dalam melontarkan berbagai pertanyaan mengenai paham dan perilaku radikalisme.

Menurut Abu Hafsin, gerakan ini menunjukkan upaya untuk melakukan perubahan tapi dengan cara radikal, gerakan yang tidak menunjukkan cara-cara santun. Orang bisa terdorong menjadi radikal juga dari berbagai faktor.

"Seringkali kita dapat memahaminya dengan ucapannya yang terdengar tidak ada dalam sunah dan Al-Quran. Pokoknya apa-apa yang tidak ada dalam sunah dan Al-Quran adalah di luar Islam," pungkasnya.

Namun demikian, Abu Hafsin menyatakan optimis bahwa ruang gerak dan penyebaran paham radikal dapat dipersempit dengan sosialisasi paham NU yang moderat.

Turut hadir pula Mustasyar PCNU Kabupaten Rembang KH Sahlan M Nur yang dalam acara tersebut juga berkesempatan memimpin doa sebagai penutup acara. (Aan Ainun Najib/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Ulama, Bahtsul Masail, Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Jumat, 03 November 2017

Kiai Muchit Muzadi dan Kegemarannya

Mbah Muchit begitu beliau akrab disapa. Pria kelahiran 4 Desember 1925 di Bangilan, Tuban itu, terlahir dengan nama lengkap Abdul Muchit. Ketika dewasa, ia menisbatkan nama ayahnya dibelakang namanya, sehingga menjadi Abdul Muchit Muzadi.

Bagi warga NU, nama Mbah Muchit tak asing. Ia dikenal sebagai pengawal khittah NU setelah ditetapkan pada muktamar NU tahun 1984 di Situbondo. Saat itu, kakak kandung Ketua Umum PBNU 1999 - 2009 KH Hasyim Muzadi itu, menjadi sekretaris pribadi Rais ‘Aam PBNU KH Achmad Siddiq. Konon, teks Khittah An-Nahdliyah yang dipresentasikan oleh Kiai Siddiq saat itu, ia yang mengetiknya.

Kiai Muchit Muzadi dan Kegemarannya (Sumber Gambar : Nu Online)
Kiai Muchit Muzadi dan Kegemarannya (Sumber Gambar : Nu Online)

Kiai Muchit Muzadi dan Kegemarannya

Sepanjang hidupnya ia dedikasikan dirinya untuk NU. Bahkan, beberapa saat sebelum kembali ke haribaan Allah SWT, 6 September dua tahun yang lalu, beliau masih sempat "cawe-cawe" menenangkan hiruk pikuk pasca Muktamar 33 NU.

Namun, dibalik kiprahnya di NU dan masyarakat, ada sisi yang menarik dari sosok Mbah Muchit. Ia merupakan sosok yang gemar membaca dan menulis. Sampai di penghujung usianya, ia masih berlangganan beberapa surat kabar nasional di kediamannya di Jember. Setiap pagi ia rajin membaca koran dan juga majalah.

Selain itu, ia juga gemar membaca berbagai literatur. Tak hanya literatur yang sefaham, bahkan ia juga mengkaji literatur lintas madzab dan lintas kajian. Pada sebuah kesempatan ia pernah bercerita. Kawan-kawannya di Muhammadiyah Jember tak pernah mendebatnya. Meski, anatara NU dan Muhammadiyah kerap kali berbeda pendapat. Apa pasalnya?

"Mereka tidak berani berdebat karena referensi kemuhammadiyahannya lebih lengkapan saya," tuturnya sembari tersenyum.

Sang Pencerah Muslim

Berkat kegemarannya membaca ini, beliau juga penulis yang cukup produktif. Banyak artikelnya yang dimuat di media massa. Terutama tentang ke-NU-an. Selain itu, juga ada beberapa buku yang berhasil diselesaikan oleh beliau.?

Di antaranya adalah Fikih Perempuan Praktis (Khalista), Mengenal Nahdlatul Ulama (Khalista) dan NU dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran (khalista).

Selain yang sudah terbit, ketika beliau wafat, masih banyak pula tulisan-tulisannya yang masih berupa manuskrip. Belum pernah dipublikasikan dan tersimpan di perpustakaan pribadinya di Jember.

Tak hanya membaca dan menulis, sisi literasi Mbah Muchit yang menarik adalah tentang kegemarannya membagikan buku. Untuk hal ini, ada beberapa cerita sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Subhan dalam "Berjuang Sampai Akhir: Kisah Seorang Mbah Muchit".

Sang Pencerah Muslim

Suatu ketika, Mbah Muchit menggelar pengajian setiap malam Sabtu di Masjid Sunan Kalijaga di samping rumahnya yang tak jauh dari Kampus UNEJ tersebut. Pengajian yang ia ampu adalah tentang keaswajaan. Yang menjadi rujukan dalam pengajian tersebut, adalah "Aswaja dalam Persepsi dan Tradisi NU" dan "Wawasan Umum Ahlussunnah wal-Jamaah" yang keduanya ditulis oleh KH Tolchah Hasan.

Kedua buku tersebut ternyata sudah jarang beredar di toko-toko buku. Adanya hanya di penerbitnya yang berada di Jakarta. Mbah Muchit pun memesan buku yang harganya Rp. 50 ribu per ekslempar itu. Lalu, ia membagikannya kepada para jamaahnya. Sayangnya, setelah buku itu dibagikan, malah tak banyak jamaahnya yang kembali datang untuk mengkaji buku tersebut.

Tak hanya itu, pada 2006 Mbah Muchit membagikan bukunya sendiri yang berjudul "Mengenal Nahdlatul Ulama". Buku yang setebal 60 halaman dan dicetak dengan biaya sendiri itu, ia bagikan ke pengurus MWC dan Cabang NU se-Jawa Timur. Juga kepada pengurus PWNU dan PBNU yang saat itu sedang mengadakan pertemuan di kantor PWNU di Surabaya. Total ada 1.200 ekslempar buku yang ia bagikan dari 1.500 buku yang dicetak.

Honorium yang didapatnya dari penerbit ketika menerbitkan buku, juga tak pernah beliau ambil. Mbah Muchit lebih senang mengambilnya dalam bentuk buku. Lalu, ia bagikan kepada orang lain yang datang bertamu atau saat ada acara.

Desember 2005, ketika ulang tahunnya ke-80, Mbah Muchit juga membagikan bukunya yang berjudul "Fikih Perempuan Praktis". Saat itu, ia sedang mengadakan acara di Pesantren KH Wahid Hasyim, Bangil, Pasuruan. Begitu pula saat Munas dan Konbes NU di Surabaya pada 2006. Saat itu, beliau membagikan buku "NU dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran".

Untuk buku yang terakhir ini, saya pernah mendapatkannya pula. Gratis pula. Saat itu, saya diberi oleh seseorang di pondok. Setelah cukup lama saya pelajari dan nangkring di rak buku, ada teman yang meminjamnya. Sampai saat ini, buku itupun tak kunjung balik. Mungkin, ada lagi yang meminjamnya dari teman saya tersebut. Tak balik juga. Dan terus bergulir demikian.

Seperti itu, mungkin yang diharapkan oleh Mbah Muchit atas buku-buku yang ia bagikannya. Ia tidak rela jika buku yang dibagikannya tersebut sampai tidak terbaca. Maka, ketika buku itu sudah nangkring dan tak dibaca lagi, buku itu pun berpindah tangan. Bisa jadi, bukan? (Ayunk Notonegoro)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Selasa, 24 Oktober 2017

LPBINU Gelar Rapat Pleno Evaluasi Program

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Pengurus Pusat Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) mengadakan Rapat Pleno, Kamis (5/6), di Hotel Gren Alia Jakarta. Kegiatan ini merupakan bagian dari penguatan kapasitas dan tata kelola organisasi kelembagaan LPBINU.

Ketua panitia yang juga sekretaris PP LPBINU, Ja’farAmiruddin, mengatakan bahwa  kegiatan ini merupakan sarana evaluasi terhadap pelaksanaan rencana strategi (renstra) LPBINU 2010, baik dari sisi program, manajemen, dan kelembagaan LPBINU. Hasil rapat pleno rencananya akan disampaikan pada Rakernas LPBINU serta Munas dan Konbes NU 2014 pada Agustus mendatang.

LPBINU Gelar Rapat Pleno Evaluasi Program (Sumber Gambar : Nu Online)
LPBINU Gelar Rapat Pleno Evaluasi Program (Sumber Gambar : Nu Online)

LPBINU Gelar Rapat Pleno Evaluasi Program

Forum rapat dihadiri 46 pengurus LPBINU dan dibuka KH Abbas Mu’in, Ketua PBNU yang membidangi masalah Sosial Kemasyarakatan.  Pembicara dari ITS, Ir Imam Subchi  MT juga turut diundang  untuk  berbicara tentang teknologi pengolahan sampah.

Sang Pencerah Muslim

Secara kelembagaan, LPBINU telah memiliki perwakilannya di daerah, tercatat ada 7 PW LPBI NU dan 25 PC LPBI NU. Hasil pleno ini juga menjadi bahan  untuk  merancang kegiatan koordinasi nasional antara Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang LPBINU yang sudah terbentuk.

Sang Pencerah Muslim

Ketua PP LPBINU Ir. Avianto Muhtadi mengatakan, perkembangan isu  lingkungan  hidup dan bencana secara global saat ini adalah terkonsentrasi terhadap MDGs (Millenium Development Goals) yang  merupakan kesepakatan bangsa di dunia  untuk  mengurangi risiko dan meningkatkan perbaikan pembangunan.

Salah satu klausul MDGs adalah pelestarian  lingkungan  dan perngurangan risiko bencana, yang tertuang dalam dokumen HFA (Hyaogo Framework for Action for Disaster Reduction). HFA ini akan dievaluasi oleh UN ISDR (United Nation International Strategic or Disaster Reduction) melalui World Conference Disaster Risk Reduction (WCDRR) yang dilakukan setiap 15 tahun sekali.

“Alhamdulillah LPBINU ikut bagian dari proses ini. Namun demikian tidak semua hasil internasional baik penelitian, UN act, dan sebagainya diterima secara bulat-bulat, NU harus melakukan filterisasi yang disesuaikan dengan karakter dan sifat bangsa ini serta moral,” katanya.

Selain itu, katanya, NU harus mampu melakukan advokasi kebijakan  untuk  meningkatkan pembangunan, mengurangi risiko kerusakan  lingkungan  bahkan bencana. Menurutnya, hutang Indonesia dari tahun ke tahun selalu meningkat. Pada tahun 2013 hutang Indonesia adalah Rp 1.937 Triliun, yang meningkat Rp. 134 Triliun dari tahun 2012.

Pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang baik, katanya, dapat meningkatkan pemasukan APBN. “Lemahnya pengelolaan dampak kerusakan lingkungan, apalagi jika ada bencana bisa-bisa pembangunan yang ada bisa kembali ke titik nol dan hutang tidak akan pernah terbayar,” ujarnya. (Red: Mahbib Khoiron)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Cerita, Nahdlatul Ulama, Nahdlatul Sang Pencerah Muslim

Kamis, 19 Oktober 2017

Jebakan Orang yang Bertakwa

Khutbah I

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? . ? ? ?

Jebakan Orang yang Bertakwa (Sumber Gambar : Nu Online)
Jebakan Orang yang Bertakwa (Sumber Gambar : Nu Online)

Jebakan Orang yang Bertakwa

Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,

Sang Pencerah Muslim

Hampir tiap Jumat minimal kita mendengarkan anjuran dari sang khatib untuk senantiasa meningkatkan takwa: memupuk kesadaran ilahiyah yang manifestasinya adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Anjuran itu mengandung pesan agar kita semua meningkatkan bukan hanya amal ubudiyah kepada Allah melainkan juga kebaikan bermuamalah dengan sesama manusia. Juga mengingatkan kita tentang pentingnya menjauhi maksiat-maksiat, mulai dari yang paling ringan seperti membuang sampah sembarangan sampai yang terberat seperti syirik atau memakan harta anak yatim.

Kita semua tentu bersyukur bila pesan rutin sang khatib itu dapat dipenuhi secara konsisten. Artinya, ada penambahan kualitas takwa dari waktu ke waktu. Kalau pun belum terpenuhi, semoga kita termasuk orang-orang yang sedang berikhtiar memenuhi pesan tersebut sebagai wujud pelaksanaan bunyi Surat Ali ‘Imran ayat 102:

Sang Pencerah Muslim

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

Ayat tersebut menekankan tentang usaha menjalani takwa secara maksimal. Kata-kata haqqa tuqâtihi mengasumsikan adanya kerja keras dalam beragama untuk meraih puncak kemuliaan sebagai manusia paling bertakwa. Sebab, inna akramakum ‘indallâhi atqâkum (sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa). Di sini sangat jelas bahwa ukuran kemuliaan adalah takwa, bukan jabatan, kekayaan, garis keturunan, klaim keunggulan ras, atau sejenisnya.

Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,

Namun demikian, yang mesti dicatat adalah bahwa saat orang menjalani ketakwaan, saat itu pula ia mengemban tanggung jawab yang lebih berat. Ia bertanggung jawab untuk selalu istiqamah (konsisten) terhadap amalnya, bertanggung jawab untuk tidak angkuh atas prestasi ibadah atau amal kebaikannya. Syekh Ibnu Athai’illah as-Sakandari dalam al-Hikam mengatakan:

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

"Engkau lebih membutuhkan belas kasih-Nya ketika taat daripada ketika bermaksiat."

Sudah pasti ketaatan tetap lebih utama daripada kemaksiatan. Ketaatan lebih memberi jaminan tentang kebahagiaan hidup daripada kemaksiatan. Ketaantan juga lebih membawa maslahat bagi masyarakat ketimbang kemaksiatan. Namun, apakah kelebihan-kelebihan itu lantas mengantarkan manusia pada level aman? Tidak. Tugas tak ringan ternyata dipikul setelah itu.

Dengan menelaah kata bijak Syekh Ibnu Athai’illah tersebut, dapat dikatakan bahwa orang yang taat lebih memerlukan pertolongan Allah karena ia berada pada kondisi yang rawan tergelincir. Karena merasa sangat saleh, seseorang bisa saja punya kecenderungan untuk mengabaikan bahaya dosa-dosa kecil. Karena merasa banyak ibadah, seseorang kadang punya tendensi meremehkan orang lain. Dan seterusnya. Demikianlah, ketaatan membawa jebakan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam perasaan ‘ujub (bangga diri), angkuh, atau sombong.

Dikatakan tanggung jawab orang yang taat lebih berat ketimbang orang yang bermaksiat karena orang yang bermaksiat punya potensi untuk insaf, introspeksi, tobat, hingga pembenahan diri. Tapi bukan berarti maksiat lebih baik dari taat. Sebab, yang dibicarakan di sini adalah tentang olah rohani, suasana batin, yang sering diterlewatkan dari pikiran manusia lantaran tak terlihat oleh kasat mata. Kebanggaan atas prestasi ibadah kerap muncul samar-samar di dalam hati, dan justru di sinilah tantangan terberatnya.

Pernyataan Syekh Ibnu Atha’illah tersebut mengingatkan kita semua bahwa semakin bertakwa seseorang seharusnya semakin takut ia terperosok pada takabur. Beribadah atau berbuat baik mungkin adalah hal yang susah, tapi jelas lebih susah beribadah dan berbuat baik namun tanpa merasa lebih baik daripada orang yang tak beribadah atau berbuat baik. Karena itu prestasi ketakwaan secara lahiriah harus diimbangi dengan terus-menerus koreksi diri secara batiniyah.

Dalam al-Hikam Syekh Ibnu Athai’illah juga menyebutkan:

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?.

"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."

Dalam hidup ini kualitas usia manusia tidak diukur panjang-pendeknya, melainkan sejauh mana umur itu berfaedah untuk menuju atqâkum (hamba paling bertakwa). Perbaikan diri berjalan maju: dari yang bermaksiat menjadi taat, dan yang taat mesti senantiasa bermuhasabah agar tak terseret kepada kemaksiatan baru yaitu takabur. Semoga kita semua selalu dalam lindungannya, terhindar dari jebakana-jebakan itu, untuk menjadi orang benar-benar diridhai Allah subhânahu wa ta‘âlâ.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?.? ? ? ? ? ? ? ? ?



Khutbah II


? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ! ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Alif Budi Luhur



Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Fragmen, Makam, Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Kamis, 12 Oktober 2017

Menko Kesra Resmikan Kawasan Makam Presiden Gus Dur

Jombang, Sang Pencerah Muslim. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono meresmikan kawasan Makam Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid. Pembangunan kawasan makam Gus Dur ini yang menelan biaya sekitar Rp 180 miliar ditargetkan selesai tahun 2013 mendatang.

Agung mengatakan, peresmian fasilitas kawasan makam Gus Dur baru tahap awal, karena beberapa pembangunan seperti museum, tempat parkir belum selesai. “Ini peresmian awal, beberapa pengembangan fasilitas di lingkungan makam yang berada dikomplek PP Tebuireng Jombang yang sudah selesai,” ujarnya, Ahad (10/6).

Menko Kesra Resmikan Kawasan Makam Presiden Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)
Menko Kesra Resmikan Kawasan Makam Presiden Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)

Menko Kesra Resmikan Kawasan Makam Presiden Gus Dur

Beberapa fasilitas yang telah selesai pembangunannya diantaranya, tempat dzikir peziarah, ruang makan, peginapan, sanitasi serta akses jalan. “Utamanya adalah untuk kepentingan peziarah agar tidak mengganggu aktifitas santri dalam proses belajar dan mengaji,” imbuhnya yang diamini pengasuh PP Tebuireng KH Shalahudin Wahid yag juga adik Gus Dur.

Sang Pencerah Muslim

Menkokesra menambahkan, pembangunan kawasan makam ini dibiayai secara bersama sama antara pemerintah daerah kabupaten Jombang, propinsi Jawa Timur dan pemerintah pusat juga bantuan dari masyarakat. Anggaran yang direncanakan adalah Rp 180 miliar.

”Diantaranya untuk pembangunan museum, tempat parkir, sanitasi dan untuk pembebasan lahan. Sedangkan untuk makam Gus Dur sendiri permintaan keluarga tidak boleh dirubah,” tandas Menteri asal Partai Golkar ini.

Sang Pencerah Muslim

Sementara itu, dari pantauan di lokasi, bangunan anyar yang telah berdiri adalah bangunan memanjang bertingkat berada disebelah timur areal makam, bangunan untuk dzikir ini diperkirakan panjangnya 50 meter, disamping tempat yang telah ada sebelumnya. Disebelah utara makam kini berdiri bangunan bertingkat megah yang rencananya untuk penginapan dan ruang makam peziarah serta sanitasi.?

“Ini yang sudah diselesaikan, tempat ini semuanya untuk peziarah,” tandas Gus Sholah.?

Redaktur ? : Mukafi Niam

Kontributor: Muslim Abdurrahman

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Pahlawan, Nahdlatul Ulama, Habib Sang Pencerah Muslim

Rabu, 04 Oktober 2017

Hukum dan Tata Laksana Shalat Idul Fitri

Hukum shalat id, baik idul fitri maupun idul adha adalah sunnah muakkadah dan sangat dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah. Hukum ini berlaku untuk semua muslim dan muslimah baik yang modis maupun yang sederhana. Demikian diterangkan dengan jelas dalam kitab "Fathul Qarib".

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. Shalat dua hari raya (idul fitri dan idul adha) adalah sunnah muakkadah bagi orang yang ada di rumah maupun diperjalanan, merdeka maupun hamba sahaya, laki-laki maupun perempuan baik yang cantik maupun yang tidak modis.

Hukum dan Tata Laksana Shalat Idul Fitri (Sumber Gambar : Nu Online)
Hukum dan Tata Laksana Shalat Idul Fitri (Sumber Gambar : Nu Online)

Hukum dan Tata Laksana Shalat Idul Fitri

Adapun bacaan niatnya adalah:

Sang Pencerah Muslim

? ? ? ? ? ? ? ?. Aku niat shalat idul fitri dua rakaat (ma’mum) karena Allah.

Sang Pencerah Muslim

Untuk rakaat pertama bertakbir sebanyak tujuh kali selain takbiratul ihram. Dan di setiap takbir membaca:

? ? ? ? ? ? ? ? ?. Dan dilanjutkan dengan surat al-fatihah dan membaca surat. Kemudian bertakbir lagi lima kali pada rakaat kedua selain takbiratul qiyam.

Perbedaan shalat id engan shalat lainnya adalah adanya khotbah setelah pelaksanaan shalat dua rakaat, dan dalam shalat id ini tidak diperlukan adzan maupun iqamat. Demikian keterangan dari Jabir sesuai yang dilihatnya pada zaman Rasulullah saw.

Sahabat Jabir berkata “saya pernah melaksanakan shalat id bersama Rasulullah saw, beliau melaksanakan shalat sebelum khutbah tanpa adzan dan iqamat.

(red. Ulil H)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Jadwal Kajian, Nahdlatul Ulama, News Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 05 Agustus 2017

PBNU Dorong Polisi Introspeksi Diri

Jakarta,Sang Pencerah Muslim. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk secepatnya mengungkap pelaku dan dalang di balik serangkaian aksi kekerasan oleh geng motor. NU juga mendorong kepolisian untuk melakukan introspeksi diri atas peristiwa tersebut.

"Harus cepat diungkap. Jangan sampai ini berlatur-larut yang ujungnya akan semakin meresahkan masyarakat," tegas Kiai Said di Jakarta, Senin (16/4).

Keresahan masyarakat akibat maraknya aksi kekerasan oleh geng motor, lanjut Kiai Said, dikhawatirkan justru akan menimbulkan aksi anarkis lainnya. "Masyarakat sekarang ini sangat mudah terprovokasi. Jangan sampai masyarakat tidak puas dengan kinerja polisi dalam menangani aksi geng motor, yang justru berujung terjadinya tindakan main hakim sendiri," tambahnya menandaskan.

PBNU Dorong Polisi Introspeksi Diri (Sumber Gambar : Nu Online)
PBNU Dorong Polisi Introspeksi Diri (Sumber Gambar : Nu Online)

PBNU Dorong Polisi Introspeksi Diri

Polisi juga didorong secepatnya melakukan instropeksi diri atas maraknya aksi kekerasan oleh geng motor, terlebih kejadian ini sudah merambah ibukota Negara, Jakarta. Tindakan kekerasan yang beberapa diantaranya disasarkan ke aparat kepolisian, dinilai sebagai kondisi mengkhawatirkan yang sesegera mungkin harus disikapi.

"Geng motor menyerang aparat itu tindakan berani dan di luar kewajaran. Apalagi ini terjadi di Jakarta, ibukota Negara yang merupakan barometer untuk kota-kota lain," urai Kiai Said.

Seperti diberitakan, dalam beberapa pekan terakhir aksi kekerasan oleh geng motor marak terjadi di berbagai lokasi di Jakarta. Dua nyawa masyarakat sipil melayang akibat kejadian itu, sementara kerugian materi juga ditimbulkan.

Sang Pencerah Muslim

Presiden SBY melalui juru bicara Julian Aldrin Pasha menyatakan terganggu dengan maraknya aksi kekerasan oleh geng motor, dan menyerahkan penanganannya ke aparat keamanan, baik Polri maupun TNI.

Sang Pencerah Muslim

Penulis: Emha Nabil Haroen

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Pemurnian Aqidah, Kajian Sunnah, Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 15 Juli 2017

Mahasiswa STAINU Sumbang Medali Emas SEAS Games VI

Rabat, Sang Pencerah Muslim. Pesta olahraga SEAS Games VI yang digelar mulai tanggal 21 hingga 25 Agustus 2013, resmi ditutup oleh panitia penyelenggara Thailand di gedung olah raga Moulay Ismail, Rabat pada Ahad (25/8) kemarin.

SEAS Games VI ini mempertandingkan lima cabang olahraga, yaitu futsal, volley, takraw, bulu tangkis dan tenis meja. Malaysia berhasil meraih Juara Umum dengan perolehan 3 medali emas, 3 medali perak dan 3 medali perunggu.

Mahasiswa STAINU Sumbang Medali Emas SEAS Games VI (Sumber Gambar : Nu Online)
Mahasiswa STAINU Sumbang Medali Emas SEAS Games VI (Sumber Gambar : Nu Online)

Mahasiswa STAINU Sumbang Medali Emas SEAS Games VI

Selanjutnya Thailand meraih juara II dengan meraih 3 medali emas 1 medali perak dan 2 medali perunggu. Sementara, Indonesia hanya menduduki posisi ke- III dengan raihan 1 medali emas dicabang olahraga tenis meja ganda pasangan Nizar Zulham mahasiswa STAINU Jakarta dan Ibrani Hasbi.

Pada cabang olah raga tenis meja single Nizar Zulham menyumbang satu medali perak sehingga Indonesia mendapatkan 3 medali perak dan 2 medali perunggu.

Sang Pencerah Muslim

Acara penutupan ini juga diisi dengan pagelaran seni dan budaya dari ketiga negara tersebut. Dari Indonesia menampilkan seni pencak silat yang dipimpin oleh A. Faiz Yunus (anggota Lembaga Dakwah PCINU Maroko), selanjutnya Malaysia menampilkan sebuah lagu diiringi tarian tradisional dan Thailand menampilkan permainan tradisional anak-anak yang dimainkan oleh mahasiswa/i Thailand.

Turut hadir pula, Duta Besar RI, Tosari Widjaja, Duta Besar Malaysia, Duta Besar Thailand dan Duta Besar Brunai Darussalam di Maroko. Semua Dubes yang hadir juga mendapatkan kehormatan untuk memberikan medali kepada semua atlet yang telah berhasil meraih juara.

Sang Pencerah Muslim

Tak ketinggalan, Lokal Staff dan Home Staff KBRI Rabat serta masyarakat dan semua mahasiswa Indonesia, Malaysia dan Thailand juga turut hadir memberikan apresiasi kepada semua atlet yang telah berlaga di SEAS Games VI ini.

Tahun ini, Thailand bertindak sebagai host SEAS GAMES ke-VI dan Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah SEAS GAMES VII dengan ditandai penyerahan bendera SEAS Games kepada ketua Perhimpunan pelajar Indonesia (PPI) Maroko Habib Choirul Musta’in.

Rasa kekeleuargaan, persatuan dan eratnya tali persaudaraan antar ketiga negara tersebut semakin terlihat tatkala semuanya turun ke tengah GOR Moulay Ismail untuk pengambilan foto bersama, bersalam-salaman dan dilanjutkan dengan ramah tamah. (Kusnadi El-Ghezwa/Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Hadits, Ahlussunnah, Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Jumat, 30 Juni 2017

Penguatan Identitas, NU Kota Malang Gelar Bedah Buku Pahlawan Santri

Malang, Sang Pencerah Muslim - Semarak konferensi Pengurus Cabang NU Kota Malang ditandai dengan beberapa agenda prakonferensi. Salah satu agenda yang diselenggarakan oleh panitia dari unsur Lakpesdam adalah membedah buku Pahlawan Santri, Tulang Punggung Pergerakan Nasional karya Munawir Aziz, salah satu pengurus LTN PBNU di Ruang Seminar Lantai 2 Perpustakaan Universitas Negeri Malang (UM), Rabu (5/6) pagi.

Tampak hadir berbagai kalangan baik dari internal NU, peneliti, akademisi, kalangan santri, dan mahasiswa. Seminar ini menghadirkan penulis buku dan Kepala Perpustakaan UM Prof. Dr. Djoko Saryono sebagai pembanding.

Penguatan Identitas, NU Kota Malang Gelar Bedah Buku Pahlawan Santri (Sumber Gambar : Nu Online)
Penguatan Identitas, NU Kota Malang Gelar Bedah Buku Pahlawan Santri (Sumber Gambar : Nu Online)

Penguatan Identitas, NU Kota Malang Gelar Bedah Buku Pahlawan Santri

Ketua PCNU Kota Malang Gus H Mujab Masyhudi mengatakan, acara semacam ini penting untuk mengambil hikmah dan mutiara terpendam dari para ulama Nusantara.

Sang Pencerah Muslim

"Membacanya akan mendapatkan mutiara-mutiara yang akan bermanfaat bagi para santri dan kalangan Nahdliyin. Agar kita memahami sanad-sanad keilmuan kita melalui wasilah para ulama terdahulu," kata alumni Pondok Lirboyo ini.

Sementara pihak UM yang diwakili oleh Kabiro BAKPIK UM H Amin Sidiq menyampaikan terima kasih karena UM dipercaya sebagai tempat acara rangkaian prakonferensi PCNU Kota Malang terlebih khusus bedah buku.

"UM selalu giat menyambut segala aktivitas yang bernuansa intelektual seperti bedah buku. Karenanya pihak UM sangat berterima kasih atas diselenggaranya kegiatan bedah buku yang di tulis oleh Munawir Aziz. Mudah-mudahan dapat menginspirasi kalangan muda dalam membangun dan mempertahankan negeri," imbuhnya.

Sang Pencerah Muslim

Menurut Munawir, buku ini merupakan puzzle dari sebuah perjalanan panjang negeri ini. Mereka, para peneliti dari luar, cenderung menggunakan perspektif outsider dalam menarasikan sejarah. Sehingga banyak narasi dan fakta yang terlewatkan. Buku ini mencoba mengisi kekosongan tersebut dengan menggunakan perspektif insider.

Setidaknya ada tiga komponen yang dibidik dalam buku ini, bagaimana santri dimaknai dalam konteks sejarah kebangsaan; simpul-simpul jejaring nama dan aksi dalam sejarah pergerakan nasional yang dilakukan oleh para kiai dan santri, dan sebagai umpan silang untuk para pemerhati khususnya santri agar memunculkan kiai-kiai yang layak sebagai pahlawan nasional, sebagai bentuk penegasan identitas kesantrian bahwa ia memiliki saham dalam perjuangan membangun santri.

Prof Dr Djoko Saryono mengatakan, terbitnya sebuah karya perlu disambut meriah. Kemudian merenungkannya dan perlu dilanjutkan dengan pengkajian-pengkajian berikutnya.

“Para pemikir Indonesia yang di dalamnya termasuk para kiai dan santri dalam sejarah adalah mereka yang memiliki lintas keilmuan yang sangat luar biasa," kata Djoko. (Irhamatul Jariyati/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama, Habib Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 13 Mei 2017

Abuya Dimyati, Keramat dari Barat

Ulama dan guru tarekat yang ‘alim dan wara’ di Banten. Nama lengkapnya adalah KH. Muhammad Dimyati bin Muhammad Amin al-Banteni yang biasa dipanggil dengan Abuya Dimyati, atau oleh kalangan santri Jawa akrab dipanggil “Mbah Dim”.?

Lahir sekitar tahun 1925 dari pasangan H. Amin dan Hj. Ruqayah. Sejak kecil Abuya Dimyati sudah menampakan kecerdasan dan keshalihannya. Ia belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya, menjelajah tanah Jawa hingga ke pulau Lombok demi memenuhi pundi-pundi keilmuannya.

Abuya Dimyati, Keramat dari Barat (Sumber Gambar : Nu Online)
Abuya Dimyati, Keramat dari Barat (Sumber Gambar : Nu Online)

Abuya Dimyati, Keramat dari Barat

Kepopuleran Mbah Dim setara dengan Abuya Busthomi (Cisantri) dan kiai Munfasir (Cihomas). Mbah Dim adalah tokoh yang senantiasa menjadi pusat perhatian, yang justru ketika dia lebih ingin “menyedikitkan” bergaul dengan makhluk demi mengisi sebagian besar waktunya dengan ngaji dan ber-tawajjuh ke hadratillah.

Sang Pencerah Muslim

Sebagai misal, siapakah yang tidak kecil nyalinya, ketika begitu para santri keluar dari shalat jama’ah shubuh, ternyata di luar telah menanti dan berdesak-desakan para tamu (sepanjang 100 meter lebih) yang ingin bertemu Mbah Dim. Hal ini terjadi hampir setiap hari.

Para peziarah Walisanga yang tour keliling Jawa, semisal para peziarah dari Malang, Jember, ataupun Madura, merasa seakan belum lengkap jika belum mengunjungi ulama Cidahu ini, untuk sekadar melihat wajah Mbah Dim; untuk sekadar ber-mushafahah (bersalaman), atau meminta air dan berkah doa.

Sang Pencerah Muslim

Mbah Dim menekankan pada pentingnya ngaji dan belajar, yang itu sering disampaikan dan diingatkan Mbah Dim kepada para santri dan kiai adalah jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain ataupun karena umur. Sebab, ngaji tidak dibatasi umur. Sampai-sampai, kata Mbah Dim, thariqah aing mah ngaji!, yang artinya ngaji dan belajar adalah thariqahku.

Bahkan kepada putera-puterinya (termasuk juga kepada santri-santrinya) Mbah Dim menekankan arti penting jama’ah dan ngaji sehingga seakan-akan mencapai derajat wajib. Artinya, tidak boleh ditawar bagi santri, apalagi putera-puterinya.

Mbah Dim tidak akan memulai shalat dan ngaji, kecuali putera-puterinya—yang seluruhnya adalah seorang hafidz (hafal Al-Qur’an) itu sudah berada rapi, berjajar di barisan (shaf) shalat. Jika belum dating, maka kentongan sebagai isyarat waktu shalat pun dipukul lagi bertalu-talu. Sampai semua hadir, dan shalat jama’ah pun dimulai.

Mbah Dim merintis pesantren di desa Cidahu Pandeglang sekitar tahun 1965, dan telah banyak melahirkan ulama-ulama ternama seperti Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yang sekarang memimpin Majelis Nurul Musthofa di Jakarta. Dalam bidang tasawuf, Mbah Dim menganut tarekat Qodiriyyah-Naqsabandiyyah dari Syeikh Abdul Halim Kalahan. Tetapi praktik suluk dan tarekat, kepada jama’ah-jama’ah Mbah Dim hanya mengajarkan Thariqah Syadziliyah dari syekh Dalhar.

Itu sebabnya, dalam perilaku sehari-hari ia tampak tawadhu’, zuhud dan ikhlas.?

Banyak dari beberapa pihak maupun wartawan yang coba untuk mempublikasikan kegiatannya di pesantren selalu di tolak dengan halus oleh Mbah Dim, begitu pun ketika ia diberi sumbangan oleh para pejabat selalu ditolak dan dikembalikan sumbangan tersebut. Hal ini pernah menimpa Mbak Tutut (Anak Mantan presiden Soeharto) yang member sumbangan sebesar 1 milyar, tetapi oleh Mbah Dim dikembalikan.

Tanggal 3 Oktober 2003 tepat hari Jum’at dini hari Mbah Dim dipanggil oleh Allah SWT ke haribaan-Nya. Banten telah kehilangan sosok ulama kharismatik dan tawadhu’ yang menjadi tumpuan berbagai kalangan masyarakat untuk dimintai nasihat.?

Bukan hanya masyarakat Banten, tapi juga umat Islam pada umumnya merasa kehilangan. Ia di makamkan tidak jauh dari rumahnya di Cidahu Pandeglang, dan hingga kini makamnya selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di Tanah Air. (Ensiklopedi NU)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama, Olahraga, Amalan Sang Pencerah Muslim

Senin, 02 Januari 2017

Politik Uang Tak Mampu Kalahkan Kaderisasi Ansor

Way Kanan, Sang Pencerah Muslim. Konferensi Cabang (Konfercab) IV PC GP Ansor Way Kanan, Lampung, berlangsung sukses dengan mengedepankan musyawarah mufakat dan kekeluargaan tanpa menanggalkan hakikat demokrasi. Dua kandidat, Wakasatkorcab Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Gatot Arifianto dan Sekretaris Banser Arifin direkomendasikan oleh pimpinan anak cabang untuk menggantikan Supri Iswan sebagai Ketua PC GP Ansor setempat masa khidmah 2010-2014.

"Kemenangan sahabat Gatot ialah kemenangan kader yang asal katanya berasal dari bahasa Yunani cadre berarti bingkai," ujar Ketua Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor Kecamatan Bumi Agung Hasyim Asari didampingi Kasatkoryon Banser Kecamatan Rebangtangkas Arif Makfudin, di Way Kanan, Rabu (8/10).

Politik Uang Tak Mampu Kalahkan Kaderisasi Ansor (Sumber Gambar : Nu Online)
Politik Uang Tak Mampu Kalahkan Kaderisasi Ansor (Sumber Gambar : Nu Online)

Politik Uang Tak Mampu Kalahkan Kaderisasi Ansor

Hasyim meyakini, Gatot yang memiliki gelar adat Lampung Ratu Ulangan itu merupakan kader yang benar-benar kader yang memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian sehingga akan mampu menjalankan amanat.

Sang Pencerah Muslim

"Kami optimistis sahabat Gatot yang merupakan alumnus Pendidikan Kader Penggerak NU (PKPNU) Way Kanan angkatan pertama bisa memegang tongkat estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan organisasi pemuda NU di Way Kanan ini," katanya.

Sang Pencerah Muslim

Pemilihan Ketua PC GP Ansor Way Kanan diikuti 103 pimpinan ranting (kampung) dan 10 pimpinan anak cabang (kecamatan). Gatot Arifianto yang juga Direktur Program Ansor Digdaya (Mendidik Generasi Memberdayakan Masyarakat) diajukan 9 PAC, yakni Bumiagung, Buaybahuga, Bahuga, Waytuba, Blambanganumpu, Banjit, Rebangtangkas, Negeribesar dan Pakuanratu. Adapun satu PAC yakni Baradatu berikut tiga ranting, mengajukan Arifin. Sejumlah pengurus anak cabang pada Konfercab itu mengaku ditawari uang untuk memenangkan salah satu kandidat oleh tim sukses kandidat tersebut.

"Ada beberapa nama yang sebelumnya mengemuka menjelang Konfercab, sahbat-sahabat yang ada di Ansor namun tidak berbuat untuk Ansor," kata Hasyim menjelaskan.

Terkait dengan gagalnya politik uang dalam Konfercab tersebut, Hasyim menegaskan bahwa Ansor ialah organisasi kader dan sekaligus benteng ulama. Menurutnya, sangat memalukan jika benteng ulama dikalahkan oleh rupiah.

"Tidak perlu pula ada kaderisasi jika orang yang tidak pernah berbuat untuk Ansor memimpin Ansor. Karena itu kami percayakan Ansor Way Kanan pada Gatot yang juga santri Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah almarhum KH Jamaluddin Al-Busthomi, Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin, Purwosari, Kecamatan Padangratu, Lampung Tengah," kata Hasyim lagi.

Ketua Ketua PAC Banjit Bustom Yazid didampingi PAC Rebang Tangkas Triwanto menegaskan pihaknya mendukung apa yang menurut mereka benar dan pantas.

"Kami juga yakin sahabat Gatot yang juga bergiat di Gusdurian Lampung bisa memimpin lebih baik sehingga Ansor akan menjadi kebanggaan bersama. Kami juga selalu siap berjuang bersama sahabat Gatot dan sahabat Ansor lainnya untuk membesarkan organisasi," kata Yazid.

Konfercab IV GP Ansor Way Kanan berlangsung di Pondok Pesantren Assidiqiyah 11 Kampung Labuhan Jaya Kecamatan Gunung Labuhan, pada Selasa (7/10). Sejumlah undangan yang hadir dari organisasi kepemudaan di daerah tersebut antara lain Wakil Ketua I Karang Taruna Way Kanan R Kuncoro SP, Eko Prasetyo dari Pemuda Muhammadiyah dan Wakil Ketua DPD KNPI Randi Farada.

Adapun hadir dari unsur pemerintahan, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Way Kanan Gino Vanollie, Sekretaris Badan Diklat dan Kepegawaian Khairul Huda yang juga Ketua Yayasan Shuffah Blambangan Umpu, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Syahrul Syah, Camat Gunung Labuhan Edi Supriyanto dan Komisioner KPU Darul Hafiz. Hadir pula Ketua PC Muslimat NU Binti dan pengurus NU Way Kanan, Kyai Nur Huda selaku Ketua, Totok Dwi Pambudi selaku Sekretaris dan Mustajab selaku Bendahara.

Ketua PCNU Way Kanan berharap ketua GP Ansor Way Kanan terpilih bisa mengemban amanah dan selalu dekat dengan ulama. (Heri Amanudin/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Internasional, Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Minggu, 01 Januari 2017

Cerita Mantan Pelaku Terorisme Mengenal Jihad Ekstrem Sejak SMA

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Mantan Pelaku Terorisme Kurnia Widodo mengaku mengenal dunia radikalisme dan jihad ekstrem sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) pada awal-awal tahun sembilan puluhan.

Ia menceritakan, awalnya temannya memberikan dia buku-buku tentang jihad ekstremis, tauhid, dan lainnya. Ia juga mengaku pernah bergabung dengan beberapa kelompok Islam radikal seperti Negara Islam Indonesia (NII), HTI, dan ISIS. 

Cerita Mantan Pelaku Terorisme Mengenal Jihad Ekstrem Sejak SMA (Sumber Gambar : Nu Online)
Cerita Mantan Pelaku Terorisme Mengenal Jihad Ekstrem Sejak SMA (Sumber Gambar : Nu Online)

Cerita Mantan Pelaku Terorisme Mengenal Jihad Ekstrem Sejak SMA

“NII itu masih ada sel-selnya,” kata Kurnia saat menjadi narasumber dalam acara Ngobrol Bareng Merawat Keindonesian dengan tema Tolak Radikalisme, Lawan Terorisme, di Jakarta, Ahad (23/7).

  

Sang Pencerah Muslim

Lulusan Teknik Kimia Institur Teknologi Bandung (ITB) ini mengaku belajar untuk merakit bom saat ia berada di ITB. Ia merancang bom dan mencari bahan-bahannya dari bacaan yang ada di perpustakaan.

“Membuat bom itu tidak sulit,” ungkapnya.

Sang Pencerah Muslim

Lebih lanjut, ia menjelaskan ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh orang tua untuk mendeteksi apakah anaknya terkena paham radikal. Pertama, awasi anak dan jangan abaikan. Kalau orang tua abai dengan anaknya, maka itu adalah peluang yang bagus untuk para radikalis.

“(Kemudian) Ajak dialog anak. Kalau ada indikasi, maka orang tua harus selidiki dari mana anak mendapatknya paham radikal itu,” tuturnya.

Terakhir, kalau seandainya anak sudah terpapar dengan paham radikal, maka ia harus dibawa kepada para tokoh agama yang memiliki pemahaman yang moderat. 

Peran istri

Kurnia menjelaskan, para istri pelaku terorisme dengan pelaku kriminal lainnya itu memiliki sikap yang berbeda saat menjenguk suami mereka yang sedang mendekam di Lembaga Permasyarakatan (Lapas). Ketika menjenguk suami di Lapas, istri pelaku kriminal selain teroris biasanya minta cerai. Namun, hal itu tidak berlaku pada istri-istri pelaku terorisme. 

“Istri kasus terorisme minta cerai itu tidak terjadi (saat mereka menjenguk suaminya di penjara). Mereka setia,” ungkapnya.

Senada dengan Kurnia, Direktur The Asian Muslim Action Network Indonesia (AMAN Indonesia) Ruby Kholifah menyatakan, istri para pelaku teror biasanya mendukung apa yang dilakukan oleh suami mereka.

 

Bahkan mereka memiliki keyakinan bahwa rahim mereka adalah rahim yang akan melahirkan para jihadis-jihadis yang membela dan menegakkan Islam.

“Banyak yang percaya bahwa itu adalah cara untuk mengabdi kepada agama,” tutupnya. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama, Santri Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 07 Mei 2016

Ulama Banyuwangi Bahas Permasalahan Umat dalam Forum MMPP

Banyuwangi, Sang Pencerah Muslim. Majelis Musyawarah Pengasuh Pesantren (MMPP) kembali digelar untuk yang ke 159, kali ini bertempat di Pondok Pesantren Darul Abror, Sukorejo Bangorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (22/9). Ratusan jamaah memadati halaman Pesantren yang didirikan oleh Almarhum KH. Thohir Syafi’i ini.?

Ulama Banyuwangi Bahas Permasalahan Umat dalam Forum MMPP (Sumber Gambar : Nu Online)
Ulama Banyuwangi Bahas Permasalahan Umat dalam Forum MMPP (Sumber Gambar : Nu Online)

Ulama Banyuwangi Bahas Permasalahan Umat dalam Forum MMPP

Pengajian yang dilaksanakan setiap tiga bulan sekali tersebut diawali dengan pembacaan tahlil yang dipimpin oleh Kyai Masruri (MWC Pesanggaran) dan dilanjutkan pengajian Ihya Ulumuddin Juz III yang dibawakan oleh Wakil Syuriah PCNU Banyuwangi, Kyai Zainullah Marwan. Dilanjutkan dengan sambutan dari KH. Masykur Ali, Tanfidziyah PCNU Banyuwangi. Kiai Masykur berpesan kepada masyarakat khususnya warga Nahdliyin untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak dengan memasukkan anak-anak ke pondok pesantren.

“Anak-anak zaman sekarang ini sudah sulit untuk dikendalikan. Sekolah-sekolah umum sudah tidak mampu untuk mendidik anak. Maka dari itu, putra putri njenengan-njenengan yang masih sekolah, sekolahkan di sekolah yang berbasis pondok pesantren. Untung kalau dipondokkan sekalian, Kita sebagai warga NU jangan sampai terlena dengan perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini,” tegas Kiai yang juga pengasuh Pondok Pesantren Ibnu Sina Jalen ini.

Dalam sejarahnya, MMPP pertama kali dirintis oleh delapan tokoh ulama Banyuwangi. Diantaranya adalah KH. Dimyati Ibrahim dari PP. Mathali’ul Falah, Sepanjang, Glenmore, KH. As’adi Sufyan dan KH.Syam’ani dari PP. Nahdlatut Thullab, Sukonatar, Srono, KH. Syamsul Arifin dari PP. An-Nur, Sukomukti, Kebaman, Srono, KH. Imam Muhtadi dari PP. Raudlatul Muta’allimin, Simbar, Tampo, Cluring, KH. Zuhriddin dari Swaloh, Sumbersari, Srono, KH. Mas’ud Hakim dari Pengadilan Agama Kabupaten Banyuwangi dan KH. Mukhtar Syafa’at dari PP. Darussalam, Blokagung, Tegalsari.

Sang Pencerah Muslim

Dalam pertemuan pertama para kiai-kiai tersebut, KH. Mukhtar Syafa’at tidak dapat hadir. Namun, restu Kiai Mukhtar yang menjadi poin penting berdirinya MMPP. Kiai Mas’ud Hakim awalnya enggan untuk ikut serta merealisasikan kegiatan tersebut, sebelum ada restu dari Kiai Syafa’at yang saat itu tidak bisa hadir dalam rapat. Kemudian, ditemenai oleh Kiai Imam Turmudzi, Kiai Mas’ud berkunjung ke Blokagung.

Sesampainya di Blokagung, Kiai Mas’ud sebagai representasi pemerintah, mendapatkan keyakinan untuk mendeklarasikan MMPP pertama kalinya, setelah Kiai Syafa’at memberi restu. Sejak itulah dibentuk kepengurusan MMPP yang kala itu masih sebatas Banyuwangi Selatan. Yaitu wilayah Banyuwangi bagian selatan, terhitung dari Kecamatan Srono ke arah selatan.

Yang ditunjuk sebagai ketua pertama MMPP adalah KH. Dimyati Ibrahim yang akrab disapa Gus Dim Jadab. Namun, ditengah perjalanan sebagai ketua MMPP, Gus Dim terlebih dahulu dipanggil kehadiran Allah SWT. Saat itulah, KH. Mukhtar Syafa’at ditunjuk menjadi pengganti Gus Dim untuk memimpin MMPP.

Di bawah kepemimpinan KH. Mukhtar Syafa’at, MMPP berkembang pesat. Jama’ahnya makin bertambah banyak dan secara keorganisasian makin tertata. Nomenklatur “selatan” yang sebelumnya menempel pada kata Banyuwangi, dihapus. Hal ini, bertujuan untuk menjadikan MMPP memiliki cakupan lebih luas.

Sang Pencerah Muslim

Saat kepemimpinan KH. Mukhtar Syafa’at ini, awal mula dirintisnya pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali dalam rangkaian acara MMPP. Kitab Ihya’ Ulumuddin yang dikaji khusus Juz III (tiga) saja. Menurut KH. Aly Machfud Syafa’at, putra KH. Mukhtar Syafa’at, pemilihan Juz III kitab Ihya’ Ulumuddin, bukan tanpa alasan. Ada alasan spiritual yang melatarbelakangi. Dalam pemahaman Kiai Mukhtar Syafa’at, hati (inti) dari Kitab Ihya’ Ulumuddin ada pada juz III tersebut.

Dalam perkembangannya, MMPP resmi berada dibawah naungan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Banyuwangi semenjak tahun 2003, tepatnya hari Jum’at, 6 Juni. Kala itu, Rais PCNU Banyuwangi adalah KH. Hisyam Syafa’at, putra almarhum KH. Mukhtar Syafa’at. (Anang Lukman Afandi/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama, Syariah Sang Pencerah Muslim

Kamis, 14 April 2016

Dekati Otoritas Thailand, Muslim Pattani Minta Dukungan NU

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Delegasi muslim dari Pattani Thailand meminta Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia untuk membantu melakukan pendekatan kepada pemegang otoritas pemerintahan di Thailand. Mereka berharap pemerintah setempat tidak terlalu represif terhadap kelompok Muslim.

Senin (25/5) kemarin, tiga warga Muslim Pattani berkunjung ke kantor PBNU Jakarta Pusat. Mereka adalah Direktur Yayasan Nusantara untuk Kesetaraan dan Hak Azasi Manusia Muhtadi, aktivis gerakan sosial Choirì Abdi, dan seorang mahasiswa asal Thailand Nawawi.

Dekati Otoritas Thailand, Muslim Pattani Minta Dukungan NU (Sumber Gambar : Nu Online)
Dekati Otoritas Thailand, Muslim Pattani Minta Dukungan NU (Sumber Gambar : Nu Online)

Dekati Otoritas Thailand, Muslim Pattani Minta Dukungan NU

Mereka disambut oleh Ketua PP LAZISNU KH Masyhuri Malik, Ketua PP Lesbumi Ngatawi Al-Zastrow dan Ketua Pelaksana PP Pagar Nusa Suadi D. Pranoto. Pertemuan berlangsung di kantor PP LAZISNU, lantai 2 kantor PBNU.

Sang Pencerah Muslim

“Kita diminta membantu melakukan pendekatan kepada pemegang otoritas pemerintahan di Thailand agar tidak terlalu represif terhadap Muslim Pattani. Mereka bersedia menjalankan kebijakan pemerintah tapi identitas kultural jangan diberangus,” kata Zastrouw usai pertemuan.

Sang Pencerah Muslim

Menanggapi permintaan itu, pihak NU memberikan arahan bahwa gerakan muslim Pattani tidak perlu konfrontatif, tetapi lebih bersifat kultural.

“Kalau konfrontatif, akan membuat sikap aparat menjadi semakin represif dan akan membuat citra negatif karena dianggap teroris,” kata KH Masyhuri Malik.

Ditambahkan, cara-cara kultural diperlukan agar pemerintah setempat yakin bahwa Pattani adalah bagian dari warga Thailand yang harus diberi hak dan perlindungan yang sama, bukan ancaman yang harus diberangus.

Dalam kesempatan itu delegasi Muslim Pattani juga ingin dukungan NU di bidang pendidikan, khususnya pendidikan agama untuk membedung gerakan Wahabi dan memperkuat Islam Nusantara melalui pengiriman tenaga pengajar agama dan pengiriman santri Pattani ke pesantren-pesantren dan perguruan tinggi NU.

“Mengengai permohonan yang disampaikan, pihak NU akan berkordinasi dengan organ lainnya seperti RMI (organisasi pesantren NU), Lembaga Pendidikan Ma;arif dan Lajnah Perguruan tinggi NU,” kata KH Masyhuri Malik .

Menurut Masyhuri Malik, PBNU melalui LAZISNU juga telah memberikan beasiswa kepada sejumlah mahasiswa dari Afganistan untuk belajar di perguruan tinggi NU sekaligus mengenyam penddikan di pondok pesantren.

"Kita berharap agar para mahasiswa Afganistan dapat menyebarkan ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah yang toleran seperti NU dan berperan menyelesaikan konflik di negaranya. Persolan di Pattani tentu berbeda, namun NU juga bisa mengambil peran," kata Masyhuri Malik yang juga Ketua Pelaksana Program Kaderisasi PBNU.

Sementara itu dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam, pihak Muslim Pattani juga menyampaikan keinginan mereka agar diperkenankan datang pada acara Muktamar NU di Jombang. Mereka akan segera mengajukan surat resmi untuk bisa diundang mendatangi muktamar sebagai tamu dan peninjau untuk menyaksikan proses permusyawaratan tertinggi NU. (A. Khoirul Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama, AlaSantri Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 27 Februari 2016

RSNU Jombang Siapkan Pelayanan bagi Muktamirin

Jombang, Sang Pencerah Muslim. Rumah Sakit NahdLatul Ulama (RSNU) Jombang mulai mempersiapkan pelayanan kesehatan bagi ribuan peserta Muktamar Ke-33 NU yang bakal dihelat di Jombang, Jawa Timur, 1-5 Agustus mendatang.

RSNU Jombang Siapkan Pelayanan bagi Muktamirin (Sumber Gambar : Nu Online)
RSNU Jombang Siapkan Pelayanan bagi Muktamirin (Sumber Gambar : Nu Online)

RSNU Jombang Siapkan Pelayanan bagi Muktamirin

Beberapa waktu lalu RSNU Jombang sudah melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga kesehatan di daerah setempat, termasuk dengan Lembaga Kesehatan NU (LKNU).

Menurut H Hamid Bisri selaku staf Tata Usaha (TU) RSNU Jombang, pihaknya sudah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Jombang dan berikutnya dengan RSUD Jombang.

Sang Pencerah Muslim

“Dan sebagai sesama warga NU, kita juga komunikasikan? dengan Rumah Sakit NU yang lain. Kami menyadari betul aspek teknis dan juga sosial kebersamaan itu sangat penting,” kata pria yang akrab dipanggil Gus Mamik itu, Sabtu (14/2).

Sang Pencerah Muslim

RSNU Jombang mendapat amanah dari panitia daerah Muktamar Ke-33 NU Jawa Timur untuk menjadi koordinator pelayanan kesehatan bagi Muktamirin.

“RS ini dalam bimbingan para petuah NU, harus menjadi wujud dari tanggung jawab sosial NU terhadap warganya, sehingga kegiatan apapun tidak boleh jauh dari aspek-aspek? tersebut, ya, termasuk pelayanan kesehatan terhadap Muktamirin nanti,” tandas Hamid. (Syamsul/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 03 Mei 2014

Mengembangkan Dakwah Melalui Seni dan Budaya

”Jangan takut untuk merintis pesantren yang sama sekali berbeda dengan pesantren yang sudah ada” – Gus Dur

Pesan Gus Dur itulah yang menguatkan Jadul Maula, pendiri dan pengasuh pesantren Kaliopak, sebuah pesantren yang menggunakan pendekatan seni dan budaya di daerah Yogyakarta. Ia sebelumnya mengalami kebimbangan untuk mewujudkan idenya tersebut. Persoalannya, ini bukan hanya sesuatu yang baru, tetapi harus merubah stigma masyarakat yang menganggap seni tradisi itu tidak islami.

Jadul yang kini juga salah satu wakil ketua Lesbumi NU, lembaga seniman dan budayawan di bawah Nahdlatul Ulama ini mengatakan, ulama dulu mengajarkan nilai agama, di samping melalui pengajaran juga melalui kesenian. Ia ingin melanjutkan tradisi tersebut yang terbukti mampu mendakwah Islam secara damai. Sayangnya, akar tradisi ini sudah ditinggalkan orang. Bahkan banyak tokoh agama menganggapnya seni sebagai perbuatan bid’ah atau sesat.?

Mengembangkan Dakwah Melalui Seni dan Budaya (Sumber Gambar : Nu Online)
Mengembangkan Dakwah Melalui Seni dan Budaya (Sumber Gambar : Nu Online)

Mengembangkan Dakwah Melalui Seni dan Budaya

“Ini ada ironi, paradoks bahwa dulu seni ini menjadi media dakwah.”

Sang Pencerah Muslim

Untuk memberi penegasan atau akar atas keberadaan pesantren ini, ia mendasarkan diri pada Sunan Kalijaga dan para muridnya yang dulu pernah berdakwah di daerah ini yang terbukti dengan ditemukannya sejumlah situs. ?

“Kita niat saja, kita anggap Sunan Kalijaga leluhur kita, kita ini murid-muridnya,” tuturnya.?

Sang Pencerah Muslim

Kemudian, bersama dengan timnya, ia menelusuri jejak dakwah Sunan Kalijaga. Kulminasinya berupa peringatan 500 tahun Sunan Kalijaga yang diselenggarakan pada 2011. Tujuannya ingin menggali lagi ajaran spiritualitas para ulama dulu yang membentuk masyarakat yang etis karena bangsa Indonesia terkenal ramah dan punya etika.?

Ia kemudian melakukan kajian naskah dan berbagai kitab klasik. Misalnya wayang lakon Dewa Ruci yang isinya merupakan ajaran tasawuf. Ternyata naskah ini terkait dengan Suluk Linglung yang mengisahkan pertemuan antara Sunan Kalijaga bertemu Nabi Khidir.?

Upaya mengembangkan pesantren berbasis seni dan budaya bagi beberapa kalangan masih dianggap aneh, padahal dulu wayang merupakan tradisi pesantren. Ia mencontohkan keterkaitan wayang dengan pengajian adalah sampai sekarang orang nonton wayang pakai sarung dan kopiah karena dianggap sebagai mengaji atau mendengarkan wejangan.?

Jadul yang juga salah satu pendiri Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS) ini menjelaskan, berjaraknya kelompok santri dengan seni tradisi memuncak pada era 50-60an. Saat itu persaingan politik sangat kuat. Seni tradisi diambil oleh PNI dan PKI dengan Lekra sebagai lembaga seni budayanya. Seni dipakai untuk persaingan politik dengan menjelek-jelekkan kelompok lain. Akhirnya tokoh agama Islam menciptakan seni yang lebih kearab-araban. Versi lain dari terpisahnya agama dan seni terjadi karena kebijakan Belanda mengacak-acak agama dan adat.

Akibat adanya fase keterputusan, akhirnya seni tradisi digarap oleh kelompok lain dan mengalami sekulerisasi yang hanya bermakna sebagai wahana hiburan.

“Mereka harus dirangkul kembali, kalau misalnya pesantren atau kiai sering nunggoni dalang main. Paling tidak dalang tahu, akan terjadi proses dialog,” jelasnya.?

Upaya ini cukup berhasil, terbukti beberapa dalang mulai menyesuaikan diri dengan pesantren. Bahkan ada dalang di Jogja minta agar NU bikin organisasi khusus para dalang. “Nah kalau bisa dirangkul, ada dialog pembenahan. Kalau dilepas, jadi sekuler dan sekedar hiburan. Saya tidak anti eksperimen, tetapi saya yakin wayang dalam tradisi klasik perlu dijaga sebagai dakwah,” tegasnya.?

Tidak seperti pesantren konvensional, Pesantren Kaliopak saat ini belum memiliki santri yang mukim secara permanen. Lokasi pesantren menjadi tempat berkumpulnya berbagai komunitas dari berbagai disiplin ilmu di universitas-universitas yang ada di Yogyakarta serta komunitas pelaku seni tradisi. Kegiatan rutin yang diselenggarakan berupa mujahadah, latihan shalawatan Jawa, diskusi dua minggu sekali tentang musik. Pernah pula pesantren menyelenggarakan belajar aksara Jawa karena aksara ini pernah digunakan para Wali untuk mengajarkan Islam dalam konteks budaya Jawa. Ada pula kajian rutin Islam Nusantara.?

Ia juga mengadakan eksperimen supaya seni tradisi digabungkan dengan seni modern, misalnya shalawat Jawa dengan orkestra Bethoven yang ? sempat tampilkan dalam Muktamar ke-33 NU.

Pesantren sudah pernah menggelar pameran seni rupa tingkat nasional yang sempat dibuka oleh anggota DPR RI Rieke Dyah Pitaloka sedangkan yang satunya oleh adiknya sultan gusti Yudhaningrat.

Lalu, ada pula forum dialog antara kiai dan dalang. KH Musthofa Bisri atau Gus Mus pernah menjadi salah satu narasumber.

Ia sendiri sebenarnya tidak ingin menjadi pengasuh atau kiai pesantren. Tetapi beberapa kiai muda prograsif yang diminta menjadi pengasuh tak bersedia sehingga mau tidak mau, ia memposisikan diri sebagai pengasuh. “Tak ada rotan, akar pun jadi,” paparnya.

Ke depan, ia berharap memiliki kurikulum resmi sebagai panduan para santri untuk belajar. Cita-citanya yang belum kesampaian adalah mengembangkan program Etika Sosial Islam yang saat ini masih kekosongan. (Mukafi Niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Jumat, 03 Januari 2014

Sambut Harlah, NU Klaten Adakan Lomba Level Anak

Klaten, Sang Pencerah Muslim. Menjelang perayaan Hari Lahir (Harlah) NU ke-89, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Klaten bersama IPNU-IPPNU Klaten mengadakan sejumlah acara. Kegiatan yang diadakan antara lain lomba mewarnai untuk anak setingkat TK/RA dan lomba murotal serta cerita islami untuk anak setingkat SD/MI di Gedung PCNU Klaten, Jombor, Ceper, Sabtu (24/1).

Ketua IPNU Klaten Ahmad Saifuddin menjelaskan, lomba mewarnai diikuti oleh 225 anak TK/RA di lingkungan Ma’arif NU tingkat kabupaten Klaten.

Sambut Harlah, NU Klaten Adakan Lomba Level Anak (Sumber Gambar : Nu Online)
Sambut Harlah, NU Klaten Adakan Lomba Level Anak (Sumber Gambar : Nu Online)

Sambut Harlah, NU Klaten Adakan Lomba Level Anak

“Sedangkan lomba murotal diikuti oleh 14 anak SD/ MI di lingkungan Ma’arif NU tingkat kabupaten Klaten dan lomba cerita Islami diikuti oleh 6 anak SD/MI di lingkungan Ma’arif NU tingkat Kabupaten Klaten,” terangnya.

Sang Pencerah Muslim

Saifuddin menambahkan, acara ini bermanfaat untuk memetakan potensi anak-anak dan kader-kader NU. “Dengan demikian, setelah potensi kader NU terpetakan, ke depan akan dapat diasah sebagai generasi penerus NU di masa mendatang,” ungkap dia.

Sang Pencerah Muslim

Perlombaan pada hari itu ditutup dengan pengumuman tiga besar masing-masing perlombaan. Sedangkan untuk penyerahan tropi, akan dilaksanakan pada puncak Harlah NU ke-89 yang jatuh pada Ahad 1 Februari 2015 bersamaan dengan Jalan Sehat bersama 25.000 warga NU Klaten. (Ajie Najmuddin/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Internasional, Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Minggu, 02 Juni 2013

Peringati Harlah, MWCNU Kaliwates Bedah Rumah

Jember, Sang Pencerah Muslim. Dalam rangka memperingati Harlah ke-87 NU, MWCNU Kaliwates, Jember mengadakan bedah rumah di lingkungan Krajan Timur, Kelurahan Tegalbesar, Ahad (21/1). 

Peringati Harlah, MWCNU Kaliwates Bedah Rumah (Sumber Gambar : Nu Online)
Peringati Harlah, MWCNU Kaliwates Bedah Rumah (Sumber Gambar : Nu Online)

Peringati Harlah, MWCNU Kaliwates Bedah Rumah

Rumah tersebut adalah milik seorang janda yang ditinggal suaminya. Namanya Ibu Salim. Ia mempunyai tiga orang anak. Rumah berukuran 5 x 6 meter tersebut, direnovasi diperkirakan menelan biaya  sekitar Rp. 4 juta. 

“Itu uangnya untuk materi bangunan dan ongkos tukang. Ada material bangunan yang disumbang warga juga,” tukas Muhammad Nur, Ketua MWC NU Kaliwates.

Sang Pencerah Muslim

Menurut Muhammad Nur, sebelum melakukan bedah rumah, pihaknya melakukan survey terlebih dahulu terhadap rumah yang layak dibedah (direnovasi). Dari sekian usulan yang masuk, katanya, ternyata sangat banyak yang layak direnovasi. Namun karena dananya terbatas maka harus dilakukan skala prioritas. 

Sang Pencerah Muslim

“Ada rumah layak direnovasi tapi mereka keluarganya lengkap, dalam arti ada suami, sehingga masih ada yang cari nafkah. Tapi yang ini, selain rumahnya sangat layak direhab, suaminya juga tidak ada, meninggal. Akhirnya rumah Ibu Salim itulah yang kami rehab,” tutur Muhammad Nur kepada Sang Pencerah Muslim.

Muhammad Nur menambahkan, bedah rumah akan dijadikan program tahunan bagi MWCNU Kaliwates. Sebab, hal itu sangat menyentuh kebutuhan dasar warga NU. Dikatakannya, program bedah rumah yang dilakukan pemerintah lewat PNPM ternyata masih belum menjangkau semua rumah yang tak layak huni. 

“Itu bisa dimaklumi juga, karena rumah yang tak layak huni sangat banyak, itupun garapannya amburadul. Betapapun kecilnya, apa yang kami lakukan, saya yakin besar manfaatnya. Insyaallah ini jadi program tahunan, meksi hanya satu unit rumah,” ulasnya.

Redaktur    : Mukafi Niam

Kontributor: Aryudi A Razaq

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Cerita, Nahdlatul Ulama Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock