Tampilkan postingan dengan label IMNU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label IMNU. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 Maret 2018

IPNU Probolinggo Cari Kader Aktif untuk Jadi Pengurus

Probolinggo, Sang Pencerah Muslim. Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Kota Probolinggo saat ini tengah sibuk melakukan blusukan ke tiap-tiap Pimpinan Komisariat (PK) IPNU di wilayah kerjanya. Upaya ini dilakukan untuk mencari kader yang benar-benar aktif menjalankan roda organisasi dan mengajaknya bergabung dalam kepengurusan cabang.

Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua PC IPNU Kota Probolinggo Abdul Jalal, Kamis (19/3). “Sekarang kita sedang melakukan resufle kepengurusan, Kita berhentikan pengurus cabang yang vakum dan tidak aktif. Lalu mengangkat pengurus baru dari PK yang ada di lembaga SMA, MA dan SMK di Kota Probolinggo,” ungkapnya.

IPNU Probolinggo Cari Kader Aktif untuk Jadi Pengurus (Sumber Gambar : Nu Online)
IPNU Probolinggo Cari Kader Aktif untuk Jadi Pengurus (Sumber Gambar : Nu Online)

IPNU Probolinggo Cari Kader Aktif untuk Jadi Pengurus

Menurut Jalal, perekrutan pengurus komisariat ke cabang ini dilakukan dengan tujuan sebagai jenjang pengkaderan yang panjang dalam belajar, berjuang dan bertaqwa di IPNU Kota Probolinggo.

Sang Pencerah Muslim

“Pengurus yang sudah tidak aktif lagi di organisasi kita berhentikan. Alasannya banyak mulai dari karena bekerja maupun kuliah di luar kota. Tetapi kami tidak ingin membiarkan hal itu berlangsung lama karena nantinya akan berdampak pada keberlangsungan roda organisasi. Kalau pengurusnya tidak aktif, bagaimana organisasi akan berjalan baik,” jelasnya.

Sang Pencerah Muslim

Demi mencari kader yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, IPNU Kota Probolinggo sekarang dalam proses blusukan ke seluruh PK di tiap lembaga pendidikan SMA, MA dan SMK se Kota Probolinggo.

“Kita blusukan memilih rekan-rekan yang ada di PK sesuai kebutuhan kita di cabang. Kita memang tidak merekrut yang di PAC (Pimpinan Anak Cabang), karena sudah ada sebagian di cabang juga supaya mereka bisa lebih fokus untuk di PAC masing-masing,” terangnya.

Jalal menambahkan bahwa pihaknya akan terus memantau keaktifan seluruh pengurus IPNU di Kota Probolinggo. Jika memang sudah tidak aktif maka akan secepatnya diganti dengan pengurus baru.

“IPNU ini merupakan wadah menambah aspirasi pelajar NU. Kalau pengurusnya tidak aktif, mau disalurkan kepada aspirasi para pelajar nantinya. Semoga dengan kebijakan ini, IPNU di Kota Probolinggo bisa semakin maju dan berkembang,” harapnya. (Syamsul Akbar/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU, Doa, Pahlawan Sang Pencerah Muslim

Rabu, 14 Februari 2018

Temu Alumni Madrasah TBS Kudus Angkat Aswaja sebagai Pagar Nusantara

Kudus, Sang Pencerah Muslim. Dalam rangka menyambut 90 tahun usia madrasah, alumni Madrasah TBS (Tasywiquth Thullab Salafiyyah) Kudus berencana mengadakan Silaturrahim Nasional (Silatnas) dan Ngaji Bareng Masyayikh TBS yang rencana diselenggarakan pada 23 Juli 2016 atau bertepatan dengan 18 Syawal 1437 H mendatang.?

Temu Alumni Madrasah TBS Kudus Angkat Aswaja sebagai Pagar Nusantara (Sumber Gambar : Nu Online)
Temu Alumni Madrasah TBS Kudus Angkat Aswaja sebagai Pagar Nusantara (Sumber Gambar : Nu Online)

Temu Alumni Madrasah TBS Kudus Angkat Aswaja sebagai Pagar Nusantara

Kegiatan ini sendiri akan bertempat di Gedung Madrasah TBS Kudus, Jl KH Turaichan Adjhuri No 23 yang Insyaallah akan dihadiri oleh ribuan alumni yang berasal dari berbagai angkatan. Kegiatan ini sendiri mengangkat tema “Aswaja Pagar Nusantara”.

Selain dihadiri oleh alumni dari berbagai generasi, para masyayikh dan guru Madrasah TBS Kudus juga akan menghadiri acara ini. Di antaranya adalah KH Choirozyad TA (putera almarhum KH Turaichan Adjhuri, ahli falak nasional), KH Muhammad Ulil Albab Arwani (putera almarhum KH Arwani Amin, ulama kharismatik Kudus bidang Al-Qur’an), KH Muhammad Arifin Fanani, KH Hasan Fauzi, KH Musthofa Imron SHI dan masih banyak lagi lainnya.

Kegiatan silaturrahim nasional ini tak hanya berupa silaturrahim dan ngaji bareng saja. Kegiatan yang rencanyanya dilaksanakan sejak sore hari hingga malam ini juga akan ada beberapa bahasan yang nantinya akan membahas bagaimana peran alumni kepada madrasah. Nantinya akan dimasukkan dalam Forum Grup Discussion (FGD) yang jumlahnya sebanyak empat buah FGD.?

Sang Pencerah Muslim

Diantara poin dalam FGD tersebut adalah pembahasan jaringan alumni, upgrade database alumni Madrasah TBS Kudus tiap angkatan, kemandirian ekonomi dan konseling aswaja kepada alumni. "Forum ini diadakan sebelum acara ngaji bareng masyayikh Madrasah TBS pada malam harinya hingga selesai," jelas Arif Mustain, ketua panitia acara ini.?

Pada malam harinya akan dilanjutkan dengan kegiatan ngaji bareng Masyayikh TBS yang juga akan diagendakan pula peluncuran website www.santrimenara.com dan buku bertajuk Madzhab Santri Menara yang berisi sekitar 20 esai yang berasal dari alumni sendiri. “Semua ini pastinya atas restu dari para masyayikh kami,” imbuh Arif.

Bila ada alumni Madrasah TBS Kudus yang bersedia membantu kelancaran acara, panitia menyediakan rekening transfer untuk pendanaan acara tersebut melalui rekening bendahara panitia. Ada dua rekening yang bisa dituju, BRI: 5928-01-002637-52-9 (An. Charis Rohman) atau ke BNI: 0335317112 (An. Charis Rohman). Jika sudah melakukan transfer, silahkan konfirmasi langsung ke 085726826747 (SMS/WA). (Hanan/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Fragmen, Jadwal Kajian, IMNU Sang Pencerah Muslim

Jumat, 09 Februari 2018

Hukum Gerakan Hampir Berbarengan Makmum dan Imam

Ada sebagian makmum yang mengikuti shalat berjamaah shalat kurang memperhatikan gerakan dan bacaan imam secara detail sehingga menjadikan mereka melakukan gerakan dan bacaan bersamaan persis dengan imam. Hal ini hukumnya makruh.

Akibatnya makmum bisa kehilangan fadhilah (keutamaan) jamaah khusus pada rukun (filiy/qauliy) yang ia kerjakan bersama persis dengan imam tersebut. Artinya bukan berarti jika satu gerakan saja makmum melakukan bersama imam kemudian kehilangan semua fadhilah jamaah secara total.

Hukum Gerakan Hampir Berbarengan Makmum dan Imam (Sumber Gambar : Nu Online)
Hukum Gerakan Hampir Berbarengan Makmum dan Imam (Sumber Gambar : Nu Online)

Hukum Gerakan Hampir Berbarengan Makmum dan Imam

Andai saja makmum melakukan gerakan bersama persis dengan imam pada saat ruku‘, maka ruku‘ yang dilakukan bersama imam itulah ia tidak mendapatkan fadhilah 27 derajatnya ruku‘. Selain ruku‘ tersebut ia tetap mendapat fadhilah jamaah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Sayyid Bakri Syatha.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Sang Pencerah Muslim

Artinya, “Fadhilah jamaah menjadi hilang, maksudnya pada bagian yang makruh melakukannya secara bersama-sama saja. Jika kemakruhan tadi dilakukan bersamaan saat ruku maka nilai 27 kali ruku‘lah yang menjadi hilang,” (I‘anatut Thalibin, juz II, halaman 39).

Sang Pencerah Muslim

Kemakruhan di atas apabila makmum melakukan dengan sengaja baik gerakan atau bacaan walaupun pada shalat sirriyah (pelan) bersama persis dengan imam. Jika kebersamaan hanya kebetulan yang tidak disengaja atau makmum memang tidak mengetahui bahwa hal tersebut adalah makruh, maka hukumnya tidak makruh.

Yang tidak makruh lagi adalah ketika makmum sengaja bersama-sama dengan imam pada saat imam membaca Al-Fatihah karena makmum khawatir jika tidak bersama, ia akan tertinggal ruku‘nya imam.

Seperti makmum pada shalat tarawih, misalnya. Makmum boleh membaca Al-Fatihah di waktu imam sedang membaca Al-Fatihah jika memang makmum khawatir apabila Al-Fatihah dibaca tidak secara bersama imam, ia akan tertinggal ruku‘nya.

?]: ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “(Faidah) dimakruhkan bersamaan dengan imam dalam berbagai gerakan shalat. Begitu pula ucapan-ucapannya (aqwalus shalah) menurut pendapat muktamad. Fadhilah jamaah hilang pada rukun yang tepat ia jalankan dengan membarengi imam meskipun pada shalat yang dengan bacaan pelan (sirriyyah) selama makmum tidak mengetahui jika ia mengakhirkan sampai imam selesai membaca Al-Fatihah justru akan menjadikan makmum tertinggal ruku‘. Begitulah? yang dikatakan Ali Syibramalisi. Ar-Rasyidi berpendapat bahwa yang menjadikan hilang fadhilah hanya terbatas pada rukun qauliy. Adapun kemakruhan bersama persis itu jika memang disengaja, tidak berlaku apabila terjadi secara kebetulan atau makmum tidak mengetahui bahwa hal itu merupakan sesuatu yang makruh sebagaimana pendapat Imam Syaubari, (Lihat Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 119).

Oleh karena itu, sebaiknya imam mengetahui enam waktu sunah untuk diam sejenak dalam shalat yang meliputi antara takbiratul ihram dan iftitah, iftitah dan ta‘awudz, ta‘awudz dan Al-Fatihah, Al-Fatihah dan "amin", "amin" dan surat, dan antara surat dan ruku‘, (Lihat Safinatun Naja, Darul Minhaj, halaman 42).

Praktiknya, imam membaca Al-Fatihah, makmum mendengarkan. Setelah membaca "amin" bersama-sama, imam diam sejenak sekadar cukup bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah. Di saat inilah makmum membaca Al-Fatihah. Setelah sekira selesai, imam kemudian membaca surat. (Ahmad Mundzir)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU, Meme Islam, Halaqoh Sang Pencerah Muslim

KRT Moh. Muhtarom, Penghubung Ulama-Keraton

Mungkin sebagian warga nahdliyin di Solo, hanya mengenalnya sebagai sosok ketua tanfidziyah Majelis Wakil Cabang (MWC) Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta. Tapi siapa sangka, pria kelahiran Purwodadi 44 tahun yang lalu ini, mengemban jabatan yang penting.

Jabatannya tersebut memungkinkan dirinya untuk memainkan peran sebagai penghubung antara umat Islam di Surakarta pada khususunya, dengan pihak Keraton Surakarta.

KRT Moh. Muhtarom, Penghubung Ulama-Keraton (Sumber Gambar : Nu Online)
KRT Moh. Muhtarom, Penghubung Ulama-Keraton (Sumber Gambar : Nu Online)

KRT Moh. Muhtarom, Penghubung Ulama-Keraton

KRT (Kanjeng Raden Tumenggung) Moh. Muhtarom, begitu nama yang tertera pada kartu pengenal yang ia kenakan, saat ditemui Sang Pencerah Muslim Sabtu (9/2) lalu, di kompleks Pondok Pesantren Tahfidz Wa Ta’limil Qur’an (PPTQ) Masjid Agung Surakarta.

Guru SD Cemani Sukoharjo ini, kesehariannya menjadi Imam Masjid Agung Surakarta dan pengajar di PPTQ Masjid Agung Surakarta. Dulu, ia pernah nyantri di Pesantren Zumrotut Thalibin Kacangan Boyolali. Kemudian dilanjutkan sekolah di Pendidikan Guru Agama (PGA) sambil ngaji di PPTQ Masjid Agung dibawah bimbingan Kiai Mutohar.

Sang Pencerah Muslim

Perbincangan yang singkat, membicarakan tentang perannya sebagai Tafsir Anom dan pentingnya jalinan hubungan ulama dengan keraton. Berikut cupilkan perbincangan kontributor Sang Pencerah Muslim, Ajie Najmuddin, dengan Tafsir Anom KRT Moh. Muhtarom, S.Ag.:

Sang Pencerah Muslim

Sejak kapan anda menjabat sebagai Tafsir Anom (TA)?

Belum lama. Sejak Agustus tahun 2012 lalu. Tepatnya saat pergelaran Malem Selikuran Keraton di masjid Agung.

Jabatan TA itu sebetulnya bagaimana?

Tugas utama dari jabatan ini yakni mengembangkan agama Islam kepada masyarakat Solo, jadi hampir seperti peran ulama pada umumnya. Kemudian juga bertugas untuk menjadi penghulu, atau petugas yang menikahkan anak raja atau lingkup Keraton.

Apa jabatan itu semacam jabatan turun temurun?

Bukan. Jabatan ini diberikan langsung oleh pihak keraton kepada seseorang yang dianggap kompeten untuk menjadi TA. Meskipun dulu jabatan ini pernah diberikan secara turun temurun (dari TA V kepada putranya, yakni TA VI,-red). Saya menggantikan KRT Hasan Kamal dan sebelumnya beliau menggantikan KH Muhammad Dasuki.

Tentang peran Tafsir Anom sebagai ulama keraton, apa pendapat anda tentang hal tersebut?

Kalau kita mau melihat sejarah Kerajaan Islam di masa lalu. Ulama dahulu memiliki peran sebagai penasihat raja, bukan seperti sekarang yang terkadang justru menjadi ’pesuruh’.  Taruhlah para Walisongo yang menjadi ulama dan penasihat kerajaan Demak. Mereka mampu mewarnai dan memperngaruhi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kerajaan.

Jadi anda memandang penting, keberadaan ulama di keraton?

Ya! Apabila ulama tidak lagi dekat dengan keraton, berarti ada semacam terputusnya mata rantai sejarah. Untuk itu saat ini harus mulai dibangun kembali hubungan ulama dan Keraton.

Tentang ulama yang mampu mewarnai kebijakan keraton, khususnya di bidang keagamaan, seperti apa misalnya?

Semisal pada istilah-istilah, budaya atau ritual kegiatan keagamaan di Keraton yang oleh sebagian kalangan umat Islam, dianggap tidak Islami. Maka itulah tugas kita, supaya simpul-simpul dalam bentuk ritual yang notabene warisan dari para Walisongo ini, mampu diterjemahkan dalam nilai-nilai Islam (Internalisasi Islam).

Pihak Keraton sendiri, apakah mereka masih menganggap penting nilai-nilai Islam di lingkup keraton?

Tidak hanya menganggap penting, bahkan mereka mengakui kebesaran nama keraton tak lepas dari peran para pendahulu mereka yang notabene merupakan dari kerajaan Islam (Mataram dan Demak). Mereka bahkan masih sering mengunjungi makam Kiai Hasan Besari di Pacitan.

Sebagai Tafsir Anom sekaligus ketua MWC NU, apa ada semacam keuntungan tersendiri bagi anda memegang peran tersebut?

Saya melihatnya justru ini merupakan sebuah kesempatan bagi para ulama NU. Nuansa keagamaan keraton dengan segala kebudayaannya, sebetulnya akan nyambung bila bertemu dengan kelompok Islam moderat seperti NU.

Redaktur: A. Khoirul Anam

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU, PonPes Sang Pencerah Muslim

Jumat, 26 Januari 2018

GP Ansor Ciamis Kawal Program Pendataan Tanah

Ciamis, Sang Pencerah Muslim - GP Ansor Kabupaten Ciamis memfasilitasi masyarakat untuk menyukseskan program Pendataan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang saat ini menjadi salah satu program strategis Jokowi di Sukaresik dan Sukasenang, Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis.

Aksi ini berangkat dari keprihatinan atas banyak bidang tanah milik masyarakat yang belum memiliki tanda kepemilikan yang sah atau sertifikat serta kondisi Desa Sukaresik dan Desa Sukasenang yang berada di kaki Gunung Syawal dan terhitung relatif tertinggal, sehingga program-program pemerintah yang semestinya landing membutuhkan proses fasilitasi dari pihak-pihak yang memiliki concern dalam pendampingan terhadap masyarakat, termasuk dalam hal ini GP Ansor.

GP Ansor Ciamis Kawal Program Pendataan Tanah (Sumber Gambar : Nu Online)
GP Ansor Ciamis Kawal Program Pendataan Tanah (Sumber Gambar : Nu Online)

GP Ansor Ciamis Kawal Program Pendataan Tanah

Sosialisasi dan fasilitasi seperti yang dilaksanakan pada Sabtu (14/10) siang di Balai Desa Sukasenang telah membesarkan hati masyarakat untuk menyambut program PTSL ini dengan memenuhi target minimal 1000 bidang tanah per desa. Menghadirkan tiga fasilitator, GP Ansor Ciamis memberikan penjelasan seputar pelaksanaan dan kiat-kiat sukses serifikasi massal ini.

Sang Pencerah Muslim

Dalam sambutannya di forum sosialisasi dan fasilitasi, Kepala Desa Sukasenang Darus Salim menyatakan akan segera melakukan pendataan dan pendaftaran warganya untuk penyertifikatan lahannya dan akan mengajukan permohonan pada Kepala BPN setempat.

“Program ini sesungguhnya sangat ditunggu masyarakat. Apalagi dengan jaminan tanpa biaya dan hanya dipungut pembiayaan yang sudah ditentukan dalam peraturan sebesar Rp. 150.000,-. Untuk itu kami, seluruh aparat desa akan bekerja dengan keras untuk memenuhi target minimal 1000 bidang ini,” kata Darus Salim.

Anggota GP Ansor Ciamis Fathan Arionaldo yang ikut menjadi fasilitator kegiatan ini mengatakan, kegiatan sosialisasi ini merupakan lanjutan dari kegiatan sosialisasi sebelumnya di Desa Sukaresik.

Sang Pencerah Muslim

Pendamping Desa yang sekaligus santri dari Pesantren Qoshrul Arifin Atas Angin pimpinan Hazrat Syaikh M Irfa’I Nahrowi An-Naqsyabandi ini menyebutkan bahwa pihaknya juga telah menjalin komunikasi dengan kepala Badan Pertanahan Nasioanal Ciamis untuk menyukseskan program PTSL di dua desa ini.

“Target kami tidak hanya dua desa ini karena desa-desa di sekitaran kaki gunung Syawal ini banyak dan kondisinya (administrasi asetnya-red) hampir sama.” Kata Fathan.

Selain karena program ini juga memang merupakan bagian dari kebijakan Kemendesa yang dituangkan dalam SKB tiga menteri, ia juga menekankan akan pentingnya penataan aset masyarakat, lebih-lebih aset milik desa.

Atabik Janka Dausat yang merupakan salah satu pengurus GP Ansor Ciamis mengatakan bahwa advokasi ini dilakukan dengan spontanitas dan secara sukarela saja.

“Kita mendampingi masyarakat untuk menyertifikasi lahannya agar memiliki surat yang berkekuatan hukum dan sah secara hukum,” katanya.

Menurutnya, gerakan advokasi ini dilakukan bersama-sama dengan santri yang tergabung dalam Ansor. Selain sebagai media silaturrahmi dengan masyarakat, katanya, juga sebagai bentuk sumbangsih kami, Pesantren Atas Angin untuk kemajuan masyarakat. (Husni Sahal/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim AlaNu, Tokoh, IMNU Sang Pencerah Muslim

Selasa, 23 Januari 2018

Islam Nusantara, Alternatif Baru Kiblat Dunia Islam (1)

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Islam nusantara sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam perjalanan peradaban dunia islam, sebab sejarah telah membuktikan bahwa ulama-ulama Nusantara mampu menembus pusat Islam yang ada di Mekkah.

Islam Nusantara, Alternatif Baru Kiblat Dunia Islam (1) (Sumber Gambar : Nu Online)
Islam Nusantara, Alternatif Baru Kiblat Dunia Islam (1) (Sumber Gambar : Nu Online)

Islam Nusantara, Alternatif Baru Kiblat Dunia Islam (1)

Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta berkomitmen melanjutkan perjalanan para ulama nusantara dengan membentuk Pascasarjana Program Magister Prodi Sejarah Kebudayaan Islam dengan Konsentrasi Islam Nusantara.

Hal ini ditegaskan oleh Direktur Pascasarjana Program Magister STAINU Jakarta, Prof. DR. Ishom Yusqi, MA di Pesantren Ats-Tsaqafah, Ciganjur Jakarta, Jum`at (1/11)

Sang Pencerah Muslim

Dalam kesempatan itu Prof. Ishom menyebutkan paling tidak ada empat point penting yang membuat Islam Nusantara perlu digemakan, ia memulainya dengan kondisi Timur Tengah yang saat ini dilanda konflik.

Sang Pencerah Muslim

“Timur Tengah sedang dilanda krisis politik, kita tidak bisa mengandalkan Timur Tengah, Iran? Iran belum sepenuhnya diterima masyarakat Islam dunia, nah Islam Nusantara ini diharapkan bisa menjadi inspirasi dan mampu menjadi alternatif kiblat dan kebanggaan dunia Islam, Mesir itu Negara Islam paling produktif menulis dibandingkan yang lain, kalau konfliknya tidak selesai apa lagi sampai hancur-hancuran, habis peradaban Islam itu,” tegasnya

Kedua, lanjut Prof. Ishom, saat ini organisasi transnasional sudah mulai tumbuh dan berkembang, jika hal ini tidak dibendung dampaknya adalah akan mengikis habis nilai-nilai kenusantaraan yang sudah ditanam oleh para pendiri bangsa Indonesia.

“Dulu ada transnasional di Indonesia, PKI (Partai Komunis Indonesia), tapi kemudian saat itu bergejolak, nah sekarang ada HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang sudah masuk ke lapisan masyarakat bawah sampai atas, melalui halaqah-halaqah, masuk ke sekolah-sekolah dan kampus, buku, demokrasi itu sistem kafir, taghut dan seterusnya, padahal ulama nusantara sudah sepakat bahwa Indonesia itu tidak perlu daarul islam, tapi darusalam,” imbuhnya

Selain HTI, Prof. Ishom pun menyebut Ikhwanul Muslimin yang sudah masuk ke Indonesia dengan “chasing” yang berbeda, hal ini dapat dilihat dari referensi atau bacaan wajib mereka, yaitu buku Ma’tsurat-nya Hasan Al-Bana.

Selanjutnya Prof. Ishom menyebutkan point ketiga pada unsur empat pilar (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945) yang saat ini berada dalam ancaman kelompok yang hendak membuang dan menggantinya dengan ideologi dan ajaran yang dibawa oleh mereka.

Terakhir, Prof. Ishom menyebutkan ciri-ciri dan Islam Nusantara, yaitu Keindonesiaan, Keislaman dan Keaswajaan dengan prinsip attasamuh, attawasuth, al-I’tidal dan attawazun.

“Islam Nusantara itu orang Indonesia yang beragama Islam, Identitas Indonesianya ditunjukan, jangan kemudian belajar ke Arab, Yaman, Pakistan dan lainnya, Indonesianya jadi hilang, kalau tinggalnya disana ya tidak apa-apa, tapi kalau KTP-nya masih Indonesia ya tidak bisa, tidak bisa meng-Arab-kan Indonesia, Me-Yaman-kan Indonesia atau mem-Pakistan-kan Indonesia, jadi mesti meng-Indonesia. Begitu juga sebaliknya, jangan kemudian pulang dari Inggris atau Eropa disini cium pipi kanan-kiri, dan sebagainya” ungkapnya

Untuk itu Islam nusantara ini mesti bangkit dan terus dikaji, Prof. Ishom pun mengakui bahwa sebenarnya umat Islam Indonesia yang berkualitas dan produktif cukup banyak jumlahnya, namun kendala yang dihadapi adalah Bahasa Indonesia tidak diakui PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai bahasa Internasional, berbeda dengan Bahasa Arab yang diakui oleh PBB sebagai bahasa Internasional, namun kendala itu tidak terlalu mengganggu untuk membangkitkan Islam Nusantara ini. (Aiz Luthfi/Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU, Nusantara Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 20 Januari 2018

Menpora: Jangan Sampai Oknum yang Tidak Punya Sejarah Meminta Indonesia Diubah

Jember, Sang Pencerah Muslim. Bukan karena latah jika NU saat ini ikut berteriak soal pentingnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila. Sebab, pergerakan NU memang mempunyai benang  sejarah  yang cukup kuat dengan beridrinya NKRI. Demikian dikemukakan oleh Menpora RI, Imam Nahrawi saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional "Pancasila Final, NKRI Harga Mati, Khilafah No" di auditorium Universitas Islam Jember (UIJ), Sabtu (14/5). 

Menurut Menpora, NU sebagai salah satu ormas yang memiliki sejarah dan turut andil dalam pendirian NKRI, maka seharusnya mempertahankan NKRI. "Oleh karena itu, mari kita pertahankan sejarah itu dengan baik. Jangan sampai ada oknum yang tidak memiliki sejarah, lalu mengatakan Indonesia harus diubah," ujarnya.

Menpora: Jangan Sampai Oknum yang Tidak Punya Sejarah Meminta Indonesia Diubah (Sumber Gambar : Nu Online)
Menpora: Jangan Sampai Oknum yang Tidak Punya Sejarah Meminta Indonesia Diubah (Sumber Gambar : Nu Online)

Menpora: Jangan Sampai Oknum yang Tidak Punya Sejarah Meminta Indonesia Diubah

Imam Nahrawi meminta agar NU tetap kuat dan solid  mengawal NKRI dan Pnacasila. NKRI, katanya, adalah harga mati, dan siapapun tidak boleh menentangnya. Ini bukan karena adanya gejala atau gerakan yang mengancam Pancasila dan NKRI belakangan ini, namun karena hal tersebut sudah menjadi sikap bangsa yang tidak bisa ditawar lagi. "Yang terpenting saat ini adalah eksekusinya seperti apa karena NKRI adalah memang sudah harga mati tidak boleh siapapun menantang. Apabila ada yang menantang maka harus keluar dari NKRI," ujar Menpora.

Di tempat yang sama, Ketua Yayasan UIJ, Abdullah Syamsul Arifin (Gus A`ab) mengatakan bahwa NU sejak lama berkomitmen mengawal dan menjaga Republik Indonesia dan siap menghadapi siapapun yang akan mengotak-atik NKRI. Terkait dengan ormas yang menentang NKRI, PCNU Jember sudah mengambil langkah, diantaranya mendorong pemerintah pusat, Kemenkumham dan Kemendagri untuk membubarkan ormas-ormas penentang NKRI dan Pancasila.

"Pemkab Jember kami harap membuka forum untuk menutup kegiatan ormas penentang Pancasila dan merongrong NKRI," jelas Gus Aab yang juga Ketua PCNU Jember itu. (Aryudi A Razaq/Zunus)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim IMNU Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim

Kamis, 11 Januari 2018

Mahasiswi Thailand Menari dan Menyanyi Gambang Semarang

Semarang, Sang Pencerah Muslim

Mahasiswi-mahasiswi Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) asal Thailand menari dan menyanyikan lagu Gambang Semarang di aula kampus Unwahas di Semarang, Jawa Tengah pada Senin (4/4).

Mahasiswi Thailand Menari dan Menyanyi Gambang Semarang (Sumber Gambar : Nu Online)
Mahasiswi Thailand Menari dan Menyanyi Gambang Semarang (Sumber Gambar : Nu Online)

Mahasiswi Thailand Menari dan Menyanyi Gambang Semarang

Tarian dan nyanyian tersebut merupakan salah satu rangkaian pembuka pada Festival dan Talkshow Ekspedisi Islam Nusantara dan seminar Pemikiran dan Kiprah KH Sholeh Darat dalam Pengembangan Islam Nusantara. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama Unwahas dan PBNU dalam rangka Ekspedisi Islam Nusantara.

Menurut salah seorang penari, Farida Thoyong, mereka berlatih menyanyi dan menari khas Semarang itu tidak sampai sebulan. Bagi dia dan teman-tamannya, menari bukanlah barang baru karena di daerah kelahirannya, Pathani, juga kerap menarikan tari kipas.

Sang Pencerah Muslim

Terkait kuliahnya di Indonesia, ia mengatakan, di Thailand, warga muslim relatif susah mendapatkan pendidikan tinggi karena terkait keamanan. Muslim di sana, kata Farida, jarang keluar malam karena takut.

Sang Pencerah Muslim

Menurutnya, Thailand berbeda dari Indonesia yang sangat toleran terhadap agama-agama lain. “Di sini kan ada NU, Aswaja,” katanya seraya menyebut dirinya sebagai aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Karena itulah mahasiswi Pendidikan Agama Islam Unwahas dan teman-temannya merasa betah dan nyaman di Indonesia. Begitu juga keluarga mereka sangat mendukung meski awalnya menangis terus.

Mahasiswi lain, Sufiya Musa, menyebutkan, sekarang telah banyak pemuda-pemudi Thailand yang menuntut ilmu di Indonesia. Tidak hanya di Unwahas, tapi juga di kampus-kampus lain. Sebagai sarana komunikasi di antara mereka, dibentuklah organisasi mahasiswa Thailand yang pernah mengadakan pertemuan di Tulungagung, Jawa Timur.

Sementara Arini Doloh, mahahiswi Jurusan Hubungan Internasional menyebutkan tidak terlalu lama belajar bahasa Indonesia karena di Pathani juga menggunakan bahasa Melayu.

Tentang kesannya belajar di Unwahas, ia mengaku senang karena teman-temannya orang Indonesia banyak membantu, misalnya dalam penguasaan berbahasa.

Menurut pihak Unwahas, Harun, kampusnya memiliki mahasiswa-mahasiwi asing terbesar di Jateng. Di Unwahas, kata dia, mereka belajar dari awal sampai selesai. “Mereka betul-betull dari awal yang memakan waktu 4 tahun sampai selesai. Di kampus lain biasanya mahasiswa kunjungan beberapa semester saja,” jelasnya.

Sampai saat ini, menurut dia, mereka relatif menguasai cara berpikir Islam Indonesia yang ramah dan damai. Diharapkan mereka bisa menyebarkan cara berpikir itu di negara masing-masing.

Lebih lanjut, ia menyebutkan di Unwahas terdapat 120 mahasiswa dan mahasiswi asing. Mereka berasal dari Thailand, Afghanistan, Timor Leste, Irak, dan Azerbaijan. (Abdullah Alawi)Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU Sang Pencerah Muslim

Senin, 08 Januari 2018

Kemanunggalan Kiai, Santri, dan Pesantren

Oleh Aswab Mahasin

Coba Anda ingat, Kapan terakhir kali Anda mencium tangan Kiai? Kapan terkahir kali Anda menginjakkan kaki di Pesantren? Dan kapan terkahir kali Anda merasa bahwa diri Anda adalah santri? Kiai, Pesantren, dan Santri adalah tiga dimensi yang tidak bisa dipisahkan. Pesantren sebagai rumah peradaban, sedangkan kiai dan santri adalah pengusung peradaban. Hal tersebutmerupakan satu kesatuan yang tunggal (kepaduan yang ideal).

Kemanunggalan Kiai, Santri, dan Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)
Kemanunggalan Kiai, Santri, dan Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)

Kemanunggalan Kiai, Santri, dan Pesantren

“Kemanunggalan” ketiga pranata kebudayaan/agama tersebut mempunyai unsur geneologis, yakni; kiai sebelumnya adalah santri, dan santri ialah orang yang tinggal dan menetap di pesantren. Begitupun kiai, mempunyai santri dan pesantren, dan samahalnya dengan santri, tinggal di pesantren dan diasuh oleh Kiai.

Namun, dalam realitasnya ada kiai tanpa pesantren, disebut “kiai langgar atau kiai masjid” dan ada santri yang tidak mesantren, disebut “santri kalong”. Apakah proses “kemanunggalan” itu masih terjadi? Jawabannya, masih—karena yang diajarkan oleh kiai langgar/masjid adalah pengajaran yang diajarkan di pesantren, tidak ada keterpisahan dari mulai model mengajar, bahan ajar, dan tradisi komunikasi. 

Jika diperluas lagi, maksud dari “kemanunggalan kiai, santri, dan pesantren” adalah seseorang yang selalu memegang prinsip kemandirian, kemanusiaan, kebersamaan, kesatuan, etos kerja, nasionalisme, dan keIslaman. Dengan itu, adanya kesatuan yang menginternal kedalam dirinya, ia mengikuti nasihat kiai dan ia berprilaku seperti santri. Nilai-nilai itulah yang selalu diajarkan oleh kiai, selalu diterima oleh santri, dan selalu hadir dalam lingkungan pesantren.

Sang Pencerah Muslim

Sekarang coba kita lihat bagaimana para ahli menguraikan makna dari kiai, santri, dan pesantren, Secara etimologis, menurut Ahmad Adaby Darban “kiai” berasal dari bahasa jawa kuno “kiya-kiya”, artinya orang yang dihormati. Sedangkan, Menurut Manfred Ziemek,kiai adalah pendiri dan pemimpin sebuah pesantren sebagai “muslim terpelajar” telah membaktikan hidupnya “demi Allah” serta menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan Islam. Dalam pemikiran masyarakat, kiai diidentikan dengan ulama sebagai pewaris para Nabi (al-‘ulama waratsah al-anbiya). (Moch. Eksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchit Muzadi, 2000.Hlm. 2-4)

Santri menurut Nurcholis Madjid ada dua pengertian, pertama, berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu “sastri” berarti orang yang melek huruf, dan kedua, berasal dari bahasa jawa “cantrik” seorang yang mengikuti kiai dimanapun untuk menguasai suatu keahlian sendiri. Berbeda dengan KH. Sahal Mahfudh, santri dimaknai sebagai bahasa Arab, dari kata santaro yang mempunyai jamak (plural) sanaatiir (beberapa santri). Dibalik kata santri tersebut mempunyai 4 huruf arab (sin, nun, ta’, ra’), oleh KH Abdullah Dimyathy dari Pandeglang, Banten mengimplementasikan kata santri dari 4 fungsi manusia. Adapun 4 huruf tersebut, yaitu; Pertama, “Sin” yang artinya “satrul al-aurah” (menutup aurat), Kedua, “Nun” yang berarti “na’ibul ulama” (wakil dari ulama), ketiga, “Ta” yang artinya “tarku al-Ma’shi” (meninggalkan kemaksiatan), dan keempat, “Ra” yang berarti “raisul ummah” (pemimpin umat). (Buku Kumpulan Tanya Jawab dan Diskusi Keagamaan: Hasil Bahtsul Masail dan Tanya Jawab Agama Islam, PISS-KTB, 2013. Hlm. 1626-1628)

Sedangkan Pesantren, menurut pengertian dasar ialah tempat belajar para santri. Sedangkan “pondok” berasal dari bahasa arab “funduq” yang artinya asrama. Secara etimologi pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal santri. (Zamakhsyari Dhofir: 1982: 18)

Dari berbagai paparan tersebut, menggambarkan, kuatnya keterikatan antara Kiai, Santri, dan Pesantren.Pesantren didirikan kiai sebagai transmisi nilai-nilai keIslaman. Dalam perkembangannya,proses transmisi keIslaman di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran kemanunggalan itu.

Pesantren dan transmisi nilai keislaman Indonesia

Sang Pencerah Muslim

Menjadi penting terlebih dulu mengetahui keterikatan sejarah antara kajian Islam di Indonesia dengan ulama Timur Tengah, seperti Mekah, Madinah, dan Kairo. Martin van Bruinessen menuliskan, “Teks yang paling populer diseluruh Nusantara adalah karya yang dikenal sebagai Barzanji di tulis oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji. Dinamakan “barzanji” karena merujuk pada nama desa pengarangnya yang terletak di Barzanjiyah kawasan Akrad (kurdistan). Selain itu teks-teks arab yang paling banyak dijual di toko buku adalah Tanwirul al-Qulub, ditulis oleh Muhammad Amin Al-Kurdi.”

Hal tersebut menggambarkan ada proses transmisi epistimologi. Proses itu sebenarnya tidak hanya melalui produk intelektualitas, melainkan banyak juga ulama-ulama Nusantara pergi ke sana untuk menuntut ilmu, seperti ‘Abd al-Rauf Singkel menghabiskan tidak kurang dari 19 tahun waktunya di Makkah dan Madinah, ada juga Syekh Yusuf Makasar, begitupun dengan KH Muhammad Hasyim Asy’ari. 

Walaupun Indonesia memiliki kedekatakan hubungan intelektual dengan tradisi keagamaan di Arab, terutama Mekkah dan Madinah. Tidak serta-merta Islam di Indonesia lantas dianggap sebagai replika Islam Arab. Proses masuknya Islam di Indonesia sangat dinamis, unik, dan kompleks, menyesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya yang berkembang saat itu. 

Peristiwa tersebut menjadi sejarah tidak mandek, khususnya di pesantren—hingga sekarang terusmengkaji karya-karya ulama Timur Tengah, kajian yang diusung tentu tidak berafiliasi dengan kitab-kitab yang telah direduksi atau ditambahkan isinya olehkelompok tertentu, melainkan kitab-kitab yang tidak bertentangan dengan ide-ide ahlussunnah wal jamaah (Aswaja).

Dengan demikian, karakter Islam di Indonesia yang berkembang sekarang, tidak lepas dari matriks kiai, santri dan pesantren, sebagai penerjemah dan wadah wacana keIslaman. Proses transmisi keIslaman ini berlangsung di pesantren yang tampil dengan model paradigma pengajaran yang unik. Melalui kajian kitab kuning, didukung dengan model penulisan “arab jawa pegon” sebagai sarana untuk memahami teks-teks kitab kuning yang berbahasa Arab. Hal ini tidak ditemukan dalam tradisi Islam di Timur Tengah. Tradisi keIslaman di Indonesia berkembang melalui karakternya sendiri dengan tidak meninggalkan identitas Islam yang terlahir dengan “huruf Arab”.

Selain itu, disemua pesantren yang berbasis klasik ataupun modern, selalu ada pengajaran Nahwu dan Shorof (untuk memahami teks Arab). Dan pesantren menganggap belajar kaidah-kadaiah bahasa Arab tersebut sebagai alat untuk memahami teks-teks Arab, dengan tujuan agar para santri mampu mempelajari wacana keIslaman yang begitu luas.

Seiring dengan proses transformasi dan modernisasi di pesantren, dari mulai masa kolonial, sampai terlahirnya Madrasah Diniah, dan kemudian masuk dalam dunia global. Pada gilirannya pesantren tetap menjadi standar wajah keIslaman Indonesia, karena pesantren turut membentuk tradisi kajian Islam di Indonesia secara keseluruhan.

 

Pembentukan tersebut oleh pesantren melalui jalur pendidikan, yang terus menerus dilakukan pesantren, dari dulu sebelum nama Indonesia ada sampai sekarang. Ahmad Baso dalam Pesantren Studies 2a: Buku II: Kosmopolitanisme Peradaban Kaum Santri di Masa Kolonial berkomentar, “pendidikan pesantren adalah pendidikan seumur hidup, seumur dengan kehidupan tradisi keagamaan Aswaja dan juga sepanjang usia kehidupan nusa-bangsa ini. 

Oleh karena itu, orientasinya adalah untuk menjaga keselamatan dan kesinambungan kehidupan berbangsa itu sendiri. Dengan kata lain, seberapa panjang usia kehidupan kebagsaan ini, demikian pula usia tradisi keulamaan Aswaja. Dan pendidikan pesantren adalah bentangan garis lurus yang menjangkau dan menghubungkan kedua sisi kehidupan tersebut hingga penghujung akhir hayatnya.”

Cuplikan dari Ahmad Baso tersebut menjelaskan bahwa kemanungggalan hakikatnya tidak hanya ada pada kiai, santri, dan pesantren saja, melainkan bangsa ini sudah menjadi satu kesatuan (termanunggalkan) bersama pendidikan pesantren dan tradisi pesantren itu sendiri.

Indonesia tidak akan bisa melepaskan diri dari pesantren, dari masa ke masa dan dari presiden pertama sampai presiden sekarang, pesantren selalu mengiringi sejarah Indonesia. Entah itu dikebiri pada saat zaman Orba, di mana para kiai hanya mendapatkan jatah doa, dan pada masa Gus Dur, seorang kiai menjadi presiden, dan di era sekarang, pesantren, kiai dan santri menjadi “rebutan” aktivitas politik praktis, dengan tujuan mendapatkan legitimasi dukungan seorang kiai.

Pesantren dan kemanunggalan produktif

Beranjak dari itu semua, (saya akan meloncat ke dalam kajian yang lebih kompleks dan nyata)setelah tadi kita berlama-lamaan memetakan pesantren dan membincangkan pesantren sebagai transmisi nilai-nilai keIslaman Indonesia, sesunggugnya belum lengkap jika kita tidak mengkaji objek dari nilai keIsalaman itu sendiri, yaitu realitas yang menanti di depan mata para santi.

Dengan demikian, yang wajib kita kaji sekarang ini, poinnya adalah kemanunggalan terkesan belum sempurna pada pendidikan pesantren—di mana tidak sedikit pesantren menutup diri dari masyarakat dan menutup diri dari realitas kehidupan. Pesantren menurut Gus Dur awalnya bukan hanya lembaga pendidikan agama semata, tapi lembaga pendidikan yang bercakrawala dari berbagai penjuru pengetahuan, teoritis maupun praksis. Kesan sekarang adalah pesantren seakan-akan difungsikan sebagai pabrik “ulama”. Padahal pesantren spektrumnya lebih dari itu. Jika demikian, akan terjadi penyempitan dari fungsi pesantren itu sendiri. 

Menurut Gus Dur, terjadi penyempitan kriterium dengan sendirinya bergerak menuju lapangan bagi orang yang akan dikirim ke pesantren yaitu orang-orang yang merasa dirinya santri dan memiliki komitmen kepada Islam sebagai ideologi. Dengan mempertahankan kriterium semacam ini maka bisa dilihat bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan di mana tingkat droup-out cukup besar. (Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, 1999. hlm. 111-116). Kemanunggalan ini oleh lembaga pendidikan pesantren seharusnya dibarengi juga dengan produktifitas santri. 

Menurut Gus Dur dalam tulisannya yang bertajuk Pesantren, Penddikan Elitis atau Populis?, menuliskan, “Pesantren dulu sebagai pembanding dari sekolah keraton yang hanya menampung golongan elitis saja, sekarang nampaknya pesantren telah berubah, ketika berbicara pesantren kesan yang muncul adalah sebagai lembaga keagamaan. Dulunya, pesantren menampung semua lapisan masyarakat (kemanunggalan dengan semua orang) yang tidak ditampung dalam lembaga pendidikan keraton. Karena itu dimasa awalnya pesantren sebagai lembaga pendidikan adalah sebuah lembaga pendidikan umum; di dalamnya tidak hanya diajarkan agama. Dalam perkembangannya, akhir-akhir ini tampak kecenderungan untuk menciptkan pesantren sebagai lembaga pencetakan para ulama.” (Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, 1999. Hlm. 111-116)

Saya sepakat, bukannya hal yang buruk, dalam pesantren membuat spesialisasi yang tidak hanya fokus pada bidang keagamaan. Fakta dilapangan harus kita akui, tidak semua santri ahli dalam ilmu agama, tidak semua santri jadi pendakwah, dan tidak semua santri jadi ulama. Kalau saja pesantren hanya menutut santrinya memiliki kecerdasan dan kepintaran dalam pengetahuan keagamaan, tidak ada bedanya pesantren dengan pendidikan umum lainnya, hanya mengedepankan sisi kognitif belaka, bedanya hanya dalam ranah kajian keagamaan semata.

Menurut Gus Dur, “sudah hebat sekali dari total 10.000 santri jika lulusannya 50% ahli agama.” Dalam realitasnya itu susah dilakukan, kalau kita lihat lebih jauh lagi alumni pesantren, tidak sedikit mereka yang kebingungan setelah keluar dari pesantren, tidak sedikit yang berprofesi serabutan, tidak sedikit yang berprofesi sebagai tukang ojek, dan sejenisnya. Kalaupun diantara alumni pesantrentersebut ada yang sukses menjadi pengusaha, pejabat, atau pun pemikir, jumlahnya lebih sedikit dari yang biasa-biasa saja itu. 

“Kemangunggalan” pesantren seharusnya dimaknai sebagai institusi yang terbuka, menerima segala hal, tidak ada yang keliru jika pesantren dalam salah satu kajiannya menekankan pendidikan kewirausahaan, menekankan pendidikan pertanian, menekankan pendidikan arsitektur, menekanakan pendidikan peternakan, dan sebagainya. Kata Gus Dur, dalam hal ini bukanlah pelajaran agama yang diberikan di sana, tetapi ilmu untuk menyadari pentingnya arti agama.

Di sini pesantren harus membangun kerangka yang ideal. Tidak bisa dipungkiri juga, sekarang sudah ada beberapa pesantren mencoba merubah dirinya, siap memberikan terobosan-terobosan untukmenjawabcita-cita santri dan masyarakat. Dengan ini, makna “kemanunggalan/kepaduan” akan menjadi utuh dan produktif, tanpa tabir yang menghalangi santri dan pesantren berkembang.

Penulis adalah Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Darussa’adah Kebumen, Jawa Tengah.

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote, IMNU, PonPes Sang Pencerah Muslim

Minggu, 07 Januari 2018

MTs Simo Juarai Lomba Karya Daur Ulang Sampah dari 5 Kabupaten

Lamongan, Sang Pencerah Muslim - Sampah dan limbah adalah masalah yang cukup menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat saat ini. Di tengah kebingunan ini siswa-siswi MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan menyulap sampah kertas dan juga limbah cucian beras (tajin) menjadi barang yang berharga dan punya nilai manfaat yang tinggi.

Madrasah NU di bawah naungan Pesantren Matholiul Anwar Simo ini berhasil menjadi juara dalam lomba karya daur ulang sampah. Tiga siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) Putra-Putri Simo Estalia Rona Ratu Roy, Novia Robiatul Adawiyah, Luluk Zumrotin Nisa memanfaatkan kertas tak terpakai. Mereka mengubah kertas bekas menjadi pot atau vas bunga dan tanaman.

MTs Simo Juarai Lomba Karya Daur Ulang Sampah dari 5 Kabupaten (Sumber Gambar : Nu Online)
MTs Simo Juarai Lomba Karya Daur Ulang Sampah dari 5 Kabupaten (Sumber Gambar : Nu Online)

MTs Simo Juarai Lomba Karya Daur Ulang Sampah dari 5 Kabupaten

Menurut Estalia, kertas dipilih sebagai media tanam lantaran bisa memudahkan penetrasi akar masuk ke dalam media. “Kertas juga punya daya serap dan daya pegang air yang tinggi sehingga memudahkan penetrasi air ke dalam akar,” ujarnya, Selasa (23/2).

Sang Pencerah Muslim

Proses pengolahan media tanam dari kertas bekas, sambung Estalia, adalah mencampur kertas terlebih dahulu dengan kaporit untuk menghilangkan kandungan logam yang ada pada tinta, dan zat berbahaya lainnya.

“Cemaran tinta harus dihilangkan dulu karena bisa mengganggu penyerapan nutrisi tanaman,” jelasnya.

Selanjutnya, pot dari kertas dibentuk menjadi pot dengan menggunakan cetakan dari botol bekas, seraya menunggu kering. “Jadi tempat yang terbuat dari kertas bisa langsung bisa dipakai untuk persemaian, pembibitan, penanaman biji tumbuhan sampai muncul tunas,” katanya.

Sang Pencerah Muslim

Estalia menambahkan, ide awal memanfaatkan kertas bekas menjadi pot atau vas yang diberi label First Paper Pot ini berangkat dari banyaknya kertas yang terbuang sia-sia. “Tujuannya untuk mengurangi banyaknya limbah kertas, terutama di sekolah,” tandasnya.

Sementara produk lain yang dihasilkan MTs Putra-Putri Simo adalah menciptakan produk rumah tangga yang bernilai tinggi dengan berbahan dasar air bekas cucian beras. Penemuan itu di gagas tiga siswa, Dananjaya Vikal Danis Suryana, Ahmad Bagus Muzakki, Fatih Ahmad.

Menurut Dananjaya, di dalam sisa cucian beras memiliki kandungan Nutrisi, fosfor, vitamin, mineral, dan fitonutrien, karbohidrat cukup tinggi. Ketiganya kemudian berinovasi dengan mengolah limbah cucian beras tersebut menjadi pembersih lantai.

“Setiap hari semua rumah memunyai limbah cucian beras. Kita manfaatkan air bekas cucian beras sebagai anti bakteri pembersih lantai,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, cara pembuatan antibakteri pembersih lantai dengan memanfaatkan air cucian beras yang tidak ribet. “Cara membuatnya mudah, hanya dengan mencampurkan air bekas cucian beras dengan air lemon,” terangnya.

Pascacampuran air cucian beras dan air lemon, kedua bahan itu selanjutnya dimasukkan ke dalam botol plastik. “Tinggal dikocok, sudah bisa digunakan,” pungkasnya.

Berkat dua penemuan yang bermanfaat bagi masyarakat ini, MTs Putra-Putri Simo menyabet juara pertama dan kedua dalam Lomba Karya Daur Ulang (LKDU) tingkat SMP/MTs se-Kabupaten Lamongan, Gresik, Mojokerto, Bojonegoro dan Tuban, yang digelar MAN Lamongan dalam ajang “Manela Maulid Festival 2016”. (Ahmad Ubaidillah/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU, Kajian Sunnah Sang Pencerah Muslim

Senin, 01 Januari 2018

1 Agustus, Hubbul Wathon Berdzikir di Istana Negara

Jakarta,Sang Pencerah Muslim

Majelis Dzikir Hubbul Wathon akan diundang Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan dzikir berjamaah di Istana Negara pada 1 Agustus mendatang. Dzikir tersebut sebagai salah satu rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.

Hal itu dibenarkan Sekretaris Jenderal Majelis Dzikir Hubbul Wathon Hery Hariyanto Azumi. “Tangal satu itu kan menjadi bagian dari rangkaian peringatan hari kemerdekaan,” katanya.

1 Agustus, Hubbul Wathon Berdzikir di Istana Negara (Sumber Gambar : Nu Online)
1 Agustus, Hubbul Wathon Berdzikir di Istana Negara (Sumber Gambar : Nu Online)

1 Agustus, Hubbul Wathon Berdzikir di Istana Negara

Pada dzikir itu, Majelis Dzikir Hubbul Wathon akan mengundang perwakilan dari habaib, kiai-kiai, dan umat sendiri. “Intinya akan rolling nanti. Rolling ke berbagai daerah di Indonesia,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU ini.

Sang Pencerah Muslim

Menurut dia, visi misi majelis itu adalah ingin menjadi jembatan untuk mengatasi kebuntuan komunikasi, kebuntuan silaturahim yang hari ini terjadi antara berbagai kelompok dalam rumah Indonesia.

Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia periode 2005-2008 ini menambahkan, dzikir itu adalah bahasa spiritual, bahasa bagaimana orang masuk ke dalam upaya meyelesaikan problem itu dari dalam dirinya sendiri, sehingga resistensi tidak ada.

Sang Pencerah Muslim

Kalau kita mau berdzikir, kata dia, dari partai mana pun, dari kelompok mana pun, mereka pasti suka. “Di situ kita masuk. Banyak problem ini bukan terjadi karena subtansi masalah, tapi karena problem komunikasi. Kita mencoba membantu mengatasi dari situ, mengatasi problem-problem dengan silaturahim,” jelasnya.

Ia membayangkan, melalui majelis dzikir, di Istana, Presiden Joko Widodo mengundang semua kelompok oposisi untuk berdzikir bersama. Atau sebaliknya, di kelompok oposisi mengundang Istana untuk berdzikir. “Ini kan bisa menjadi sesuatu yang bisa jadi jembatan,” katanya.? (Abdullah Alawi)

?

?

?

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU, Pesantren Sang Pencerah Muslim

Rabu, 20 Desember 2017

Prof Zahro: Kitab Fiqih Bukan Sakral

Surabaya, Sang Pencerah Muslim
Guru besar IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof DR H Ahmad Zahro MA berpendapat, kitab fiqih (hukum Islam) yang ditulis para ulama pada ratusan tahun silam bukanlah kitab yang sakral (suci).

"Kitab fiqih itu produk manusia yang mempunyai keterbatasan waktu dan perkembangan peradaban manusia, karena itu kitab fiqih boleh dipakai asal kontekstual," katanya di Surabaya, Jumat.

Terkait pidato pengukuhan dirinya sebagai guru besar Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya pada 30 Juli, ia mencontohkan, zakat dan haji yang diajarkan kitab fiqih sudah banyak yang tidak kontekstual.

"Kalau tidak kontekstual ya harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Hadits. Dalam kitab fiqih, zakat diberlakukan untuk padi, kambing, dan sapi, padahal obyek pertanian dan peternakan sekarang banyak," katanya.

Oleh karena itu, kata dosen yang juga mengajar di Pesantren Tambakberas Jombang, Pesantren Darul Ulum Jombang, dan sebuah pesantren di Nganjuk itu, zakat yang diajarkan dalam kitab fiqih perlu dikontekstualkan.

"Kalau hanya padi, sapi, dan kambing yang boleh zakat, padahal sekarang ada ikan tambak, cengkeh, tebu, ternak lebah, dan obyek pertanian atau peternakan yang lebih besar hasilnya, maka petani miskin yang boleh zakat, sedangkan petani atau peternak kaya tidak," katanya.

Untuk masalah haji, katanya, juga perlu direformasi karena miqot (memulai) haji dengan pakaian ihrom yang diajarkan kitab fiqih adalah di tempat berkumpul manusia pada zaman Nabi Muhammad SAW.

"Padahal, lapangan atau pelabuhan pada zaman nabi sekarang sudah tidak ada dan jika dipaksakan tentu orang yang berhaji harus menempuh jarak yang jauh. Mestinya, miqot dapat dilakukan di bandara King Abdul Azis di Jeddah," katanya.

Menurut dia, miqot haji di bandara Jeddah itu sudah diberlakukan PBNU yang mewakili kalangan pesantren, tapi apa yang ditempuh PBNU itu harus diberlakukan untuk materi hukum Islam lainnya.

"Apa yang saya gagas mungkin akan banyak ditentang para ulama tua, karena saya sudah pernah diprotes KH Masduqi Mahfudh (Rois Syuriah PWNU Jatim), padahal apa yang saya lakukan lebih memiliki rujukan fiqih," katanya.

Ia menambahkan desakralisasi kitab fiqih yang tetap merujuk kitab fiqih terlebih dulu, kemudian dialihkan ke Al-Qur’an dan Hadits merupakan cara yang aman dibanding dengan cara-cara anak muda NU seperti Ulil Abshar Abdalla di JIL (Jaringan Islam Liberal).

"Kalau Ulil Absar dengan JIL itu kurang memiliki metodologi fiqih, sedangkan gagasan saya lebih hati-hati. Selain itu, kalau gagasan saya tidak dipahami maka fenomena JIL justru akan lebih meledak dan berbahaya," katanya.

Dalam kesempatan itu, Profesor Zahro menegaskan bahwa gagasan desakralisasi kitab fiqih (bukan desakralisasi fiqih) itu merupakan hasil penelitian atas 507 keputusan Lajnah Bahsul Masail (Lembaga Kajian Agama) PWNU Jatim yang tercatat 428 keputusan bersifat fiqih  dengan 362 keputusan diantaranya merujuk kitab fiqih yang minimal  berusia 200 tahn, bahkan ada kitab fiqih berusia 900 tahun masih dipakai rujukan.(ant/mkf)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU, Fragmen Sang Pencerah Muslim

Prof Zahro: Kitab Fiqih Bukan Sakral (Sumber Gambar : Nu Online)
Prof Zahro: Kitab Fiqih Bukan Sakral (Sumber Gambar : Nu Online)

Prof Zahro: Kitab Fiqih Bukan Sakral

Sabtu, 16 Desember 2017

Hikayat Hati Istri yang Dipoligami

Ia janji tak akan berpoligami. Komitmen untuk tak mendua istri yang juga sepupunya itu terlanjur diumbar. Tapi sumpah setia goyah ketika seorang perempuan datang ke sebuah toko miliknya.

Lelaki Baghdad ini sempat memberitahu tamu perempuannya tentang janjinya kepada sang istri untuk tidak berpoligami. Tidak mundur, perempuan tersebut malah mendesak. Ia bahkan mengatakan rela digilir seminggu sekali setiap Jumat.

Hikayat Hati Istri yang Dipoligami (Sumber Gambar : Nu Online)
Hikayat Hati Istri yang Dipoligami (Sumber Gambar : Nu Online)

Hikayat Hati Istri yang Dipoligami

Sumpah setia yang kadung terucap pun runtuh. Si lelaki menikahinya, tanpa sepengetahuan istri pertamanya. Hingga delapan bulan, istri pertama yang curiga meminta pembantunya memata-matai sang suami ke mana pun ia pergi. Hingga si pembantu mengetahui lelaki itu masuk sebuah rumah berpenghuni perempuan, lalu mencari kabar dari tetangga sekitar yang segera memberitahu bahwa mereka sudah menikah. Dilaporkanlah berita panas ini kepada sang majikan.

Tak disangka usai mendengar informasi tersebut sang majikan malah berujar, "Jangan engkau beritahukan kepada siapapun."

Sang Pencerah Muslim

Setelah lelaki itu meninggal dunia, istri pertama menyuruh pembantunya untuk memberikan uang sebesar 500 dinar kepada istri kedua. "Semoga Allah mengganjarmu dengan pahala melimpah sehubungan dengan kematian suamimu. Suamimu telah wafat dan meninggalkan uang sebanyak 8.000 dinar. Yang 7.000 dinar untuk putranya, dan yang 1.000 dinar dibagi dua: separuh untukku dan separuh lagi untukmu."

Sang Pencerah Muslim

Usai pembantu menyampaikan pesan sang majikan, istri kedua lantas menulis surat, lalu berkata, "Sampaikan surat ini kepada istri pertama." Surat itu ternyata berisi pembebasan mas kawin bagi suaminya dan si istri kedua tidak mengambil apa-apa.

Kisah yang disampaikan Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqûdul Lujjain ini bercerita tentang sikap ingkar janji yang dilakukan seorang suami. Kita tahu, Islam menilai perilaku ini bagian dari ciri orang munafik. Perilaku istri kedua yang memberi jalan pelanggaran itu juga tak semestinya dilakukan, meski belakangan ia menunjukkan tanda-tanda penyesalan.

Yang luar biasa tentu ketegaran istri pertama. Air tuba dibalas air susu. Atas pengkhianatan itu, ia memilih sikap kuat, dan diam dari hak protes keras yang mungkin bakal memporakporandakan rumah tangganya. Ia juga mampu tetap berlaku adil dengan menyerahkan hak perempuan yang sudah terlanjur dinikahi suaminya. (Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU Sang Pencerah Muslim

Cak Nun: Matematika Termasuk Pelajaran Agama

Kudus, Sang Pencerah Muslim. Emha Ainun Nadjib, budayawan asal Jombang melontarkan pertanyaan kepada Nea, siswi SMPN 1 Dawe, Kudus. Pertanyaan yang disampaikannya terkait mata pelajaran (Mapel) yang tergolong pelajaran agama.?

Cak Nun: Matematika Termasuk Pelajaran Agama (Sumber Gambar : Nu Online)
Cak Nun: Matematika Termasuk Pelajaran Agama (Sumber Gambar : Nu Online)

Cak Nun: Matematika Termasuk Pelajaran Agama

“Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Baca Tulis Alquran (BTA).” Begitu jawaban Nea siswi kelas 9 tersebut.?

Mendengarkan jawaban Nea, budayawan yang kerap disapa Cak Nun itu menjelaskan bahwa semua Mapel tergolong pelajaran agama. Bahkan ia menyebut Matematika juga bagian pelajaran agama dan ilmu paling suci.?

“4 dikali 5 hasilnya 20, dalam kondisi apapun,” katanya dalam Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng yang berlangsung di SMPN 1 Dawe, Kudus dalam rangka Reuni Perak 25 Tahun Alumni SMPN 1 Dawe Tahun 1991, Jumat (7/4) lalu.?

Sang Pencerah Muslim

Menurut Cak Nun di dalam kondisi hujan angin sekali pun atau politik dan sosial yang tidak stabil perkalian itu tidak berubah. Suami dari Novia Kolopaking itu mencontohkan apabila ada orang disuap dengan uang banyak juga tidak akan ada yang mau mengubah jumlah perkalian tersebut.?

“Itulah salah satu bentuk kesucian,” terangnya.?

Begitu juga lagu, lanjutnya, musik dan lagu tergolong religi atau tidak tergantung nada lagu melainkan bathin sampai kepada Allah atau tidak. (Syaiful Mustaqim/Fathoni)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Hikmah, IMNU Sang Pencerah Muslim

Jumat, 15 Desember 2017

Sekolah Lima Hari di Jateng Dinilai Bisa Rusak Budaya Religi

Semarang, Sang Pencerah Muslim

Kebijakan Sekolah Lima Hari yang dicanangkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dinilai para ulama akan merusak budaya religi yang telah tertanam kuat di masyarakat Jateng.? Budaya religi masyarakat Jateng adalah bercorak pedesaan dan mayoritas masih peduli pada moralitas anak-anaknya.

Wujud peduli pada pendidikan moral itu, para orang tua yang prihatin atas minimnya pendidikan agama di sekolah formal, memasukkan anaknya ke madrasah diniyah atau Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) di sore hari. Bahkan banyak yang mendorong anaknya mengaji di pesantren sejak sore hingga malam hari, meski tidak mondok 24 jam di pesantren.

Sekolah Lima Hari di Jateng Dinilai Bisa Rusak Budaya Religi (Sumber Gambar : Nu Online)
Sekolah Lima Hari di Jateng Dinilai Bisa Rusak Budaya Religi (Sumber Gambar : Nu Online)

Sekolah Lima Hari di Jateng Dinilai Bisa Rusak Budaya Religi

Jika kebijakan Gubernur Jateng yang sekarang dalam tahap uji coba itu benar-benar diberlakukan, maka para murid sekolah formal akan kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan agama dan moral. Padahal itu adalah hak konstitusional peserta didik yang selama ini tidak pernah bisa dipenuhi negara melalui sistem pendidikan nasionalnya.

Jika murid sekolah pulang sore, hingga jam 17 sampai rumah, kemungkinan besar sudah kelelahan. Itu artinya, hilang kesempatan untuk mengaji di malam ? hari. Terlebih malam hari harus belajar menggarap Pekerjaan Rumah (PR) dan sebagainya.

Hal itu mengemuka dalam Halaqoh Ulama bertema "Plus-minus Kebijakan 5 Hari Sekolah di Jawa Tengah" yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng di Kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Kamis (26/11).

Para ulama menyatakan keberatan terhadap kebijakan Gubernur Jateng yang dituangkan dalam Surat Edaran nomor 420/006752/2015. Para utusan MUI daerah mendorong MUI Jateng agar bersikap tegas menolak kebijakan tersebut atas pertimbangan kemaslahatan umat.

Sang Pencerah Muslim

Tegas Menolak

Narasumber dalam Halqoh Ulama, Ketua Pengurus Pusat Rabithah Maahid Islamiyyah NU (RMI NU; asosisasi pesantren NU) Jateng KH Abdul Ghoffar Rozien tegas menolak kebijakan tersebut. Ia menyatakan, kepuitusan gubernur Jateng tersebut tidak didasari studi dan kajian yang? memadai sehingga tidak mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Jateng.

Sang Pencerah Muslim

Disebutkannya, alasan Ganjar Pranowo yang mengatakan akan meningkatkan kualitas hubungan? orang tua dan anak di hari Sabtu dan Minggu, tidak bisa diterima nalar karena mayoritas orang tua di Jateng masih beraktivitas di hari Sabtu dan Minggu.? Justru kekosongan rumah di saat orang tua tidak ada di hari libur sekolah, menurut Gus Rozien, panggilan akrabnya, berpotensi menimbulkan perilaku negatif yang tidak terkontrol.

"Marilah jujur, para siswa sekolah kita itu semakin banyak yang rusak moralnya. Miris kita kalau mengetahui di setiap malam Valentine Day, semua apotek dan toko kehabisan stok kondom," tuturnya sedih.

Pernyataan Rozien didukung para peserta Halaqoh. Setiap Rozin memaparkan argumennya tentang penolakan itu, disambut tepuk tangan hadirin. Beberapa ketua MUI daerah yang mendapat kesempatan bicara, meminta agar MUI Jateng mengeluarkan sikap tegas menolak.

Argumen paling banyak disampaikan adalah pesantren, madrasah diniyah (Madin) dan taman pendidika al-Quran (TPQ) yang telah ada puluhan tahun, bahkan sudah ada sejak Islam masuk Indonesia, akan tutup karena tiada kesempatan anak-anak mengenyam pendidikan agama di sore hari di lembaga pendidikan keagamaan tersebut.

"Madin dan TPQ akan gulung tikar. Bukan soal tutupnya yang menyedihkan, tapi tiadanya kesempatan anak-anak kita mendapat pendidikan moral agama. Mau jadi apa mereka nanti?" tutur Kasi Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jateng Mustasit yang juga anggota MUI itu.

Disebutkan Rozien, satu-satunya benteng moral masyarakat adalah pendidikan agama, dan itu didapat secara maksimal di Madin dan pesantren, yang umumnya diselenggarakan pada sore hari. Pemberlakukan surat edaran gubernut, jelas dia, telah mengancam keberlangsungan lebih dari 11 ribu madrasah diniyyah di Jateng dengan ratusan ribu santri.

Pengasuh Ponpes Maslakul Huda Kajen Pati ini menegaskan, libur sekolah di hari Sabtu dan Minggu, perlu ditimbang lagi manfaat dan mudharat (kerugian) nya. Jika tidak diisi dengan kegiatan produktif, maka tidak ada manfaatnya. Kebijakan? tersebut hanya cocok jika diterapkan di kota Metropolitan semisal Jakarta.

Dukungan penolakan disampaikan MUI Grobogan. Di forum tersebut, Sekretaris Umum MUI Grobogan HM Mahbub Ulil Albab meminta agar MUI Jateng tegas menolak kebijakan lima hari sekolah.

Ia mengaku prihatin mengapa pemerintah yang jelas-jelas telah melanggar konstitusi, tidak mampu memberi pendidikan agama? yang cukup sesuai amanah konstitusi, malah akan mematikan Madin? dan TPQ yang sudah puluhan tahun menutupi kesalahan dan kekurangan pemerintah tersebut.

"Pemerintah sudah tidak bisa memenuhi amanah konstitusi memberi pendidikan agama kepada anak sekolah. Buktinya pelajaran agama cuma dua jam seminggu. Jangan ditambah dengan menutup akses siswa ke madrasah diniyah," tuturnya.

Diminta Beradaptasi

Meski dinamika dalam Halaqoh cenderung menolak, namun dua narasumber menyatakan mendukung. Ketua Dewan Penasehat MUI Jateng Ali Mufiz mengajak masayrakat untuk mengambil hikmah atas kebijakan gubernur tersebut. Ia mengajak para guru Madin dan TPQ untuk menyesuaikan diri dengan membuka Sekolah Ahad, Sekolah Alternatif, Sekolah Tematik Agama, atau semacamnya.

Mantan Gubernur Jateng ini bahkan mempersilakan Gubernur Jateng menerapkan kebijakan tersebut untuk semua sekolah. Tidak hanya untuk SMA dan SMK, melainkan juga sekalian ke SMP dan SD. Agar semua anak pulang sore hari dengan masuk lima hari sekolah.

"Sekalian diterapkan untuk semua jenjang sekolah saja. Kita menyesuaikan diri dan mengambil hikmah dari kebijakan Pak Gubernur. Toh masyarakat akan memilih pendidikan untuk anak-anaknya," tuturnya seraya menyatakan bahwa Kabupaten Sragen meminta penerapan sekolah lima hari untuk SD sampai SLTA.

Narasumber lain, Rektor Unissula Anis Malik Toha menyatakan dukungannya dengan mengatakan bahwa kebijakan Gubernur Jateng membuka peluang bagi madrasah dan TPQ untuk berimprovisasi dan inovasi. Namun ia tidak merinci seperti apa wujud improvisasi dan inovasi tersebut bagi Madin dan TPQ.

Dalam makalahnya ia hanya menuliskan, perlunya diversifikasi pendidikan diniyah secara inovatif, lalu ada formalisasi pendidikan diniyah sebagai sistem pendidikan alternatif di semua level. Lalu ada reformulasi kurikulum.

Anis menyebut madrasah diniyah sebagai tempat pendidikan agama, itu terjebak pada hegemoni budaya asing yang mendikotomikan ilmu umum dan ilmu agama. Maka konsepsi seperti itu harus diubah.

Namun pernyataannya ini diprotes Mahbub dari Grobogan. Menurutnya, menyalahkan madrasah sebagai korban hegemoni asing itu kurang bijaksana. Ia menyebut perlunya formalisasi pendidikan diniyyah sebagai sistem pendidikan alternatif di semua level.

"Madrasah itu sudah ada sejak Islam masuk di Indonesia. Menyatakan Madin terjebak hegemoni asing itu kurang bijaksana," tutur Mahbub disambut tepuk tangan hadirin.

Ketua PP RMI NU Abdul Ghoffar Rozien sendiri dalam tanggapanya mengatakan, meminta madrasah menyesuaikan diri dari kebijakan gubernur Jateng itu ibarat ada orang sudah merebut rumah, lalu disuruh membuat rumah baru.

Hingga kini, kebijakan Gubernur tersebut telah ditolak oleh beberapa Pemda. Yakni Surakarta, Kendal, Pekalongan, dan Kabupaten Semarang Serta Boyolali, Temanggung, dan Batang dan Rembang.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah Nur Hadi Amiyanto yang hadir sebagai narasumber menjelaskan, kebijakan tersebut baru sebatas uji coba di SMA dan SMK negeri. Setelah satu semester akan dievaluasi. Ia mempersilakan masyarakat termasuk ulama memberi masukan dan pihaknya akan membahasnya secara mendalam.

"Kebijakan ini masih uji coba. Akan kami evaluasi setelah satu semester," tuturnya.

Pemerintah Justru yang Ikut Asing

Menanggapi kebijakan Gubernur Jateng ini, seorang alumni Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Dawam Muallim menguraikan, dulu pada zaman Wali Songo, pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang berbasis padepokan dan pondok pesantren. Pendidikan di padepokan biasanya menitikberatkan pada pengajaran ilmu silat dan bela diri serta ilmu budi pekerti, sedangkan pendidikan di pondok pesantren biasanya juga mengajarkan ilmu silat dan bela diri namun lebih dominan pada pengajaran ilmu-ilmu agama.

Ia melanjutkan, pendidikan model seperti itu berlanjut hingga zaman Belanda, dan kebanyakan laskar perebut kemerdekaan didominasi para pendekar dan para kiai yang dibantu oleh para santri.

Belanda pun selalu kewalahan menghadapi mereka, sehingga Belanda harus memeras otak untuk menghilangkan pendidikan berbasis pondok pesantren dan padepokan. Maka Belanda membuat pendidikan tandingan yang berbasis ilmu-ilmu duniawi, namun saat itu para kyai mengharamkan penduduk pribumi belajar di sekolah Belanda.

"Penduduk pribumi saat itu masih banyak yang taat kepada fatwa kiai, sehingga selama ratusan tahun sekolahan Belanda masih sepi dari penduduk pribumi," ujar ustadz yang kini mendirikan pesantren di Kalimantan ini.

Lebih lanjut ia mengatakan, ketika Belanda masih kalah sama fatwa kiai, akhirnya penjajah melarang para bupati dan wedana menerima pegawai selain dari lulusan sekolahan Belanda.? Hal itu dilawan lagi oleh kiai dengan mengeluarkan fatwa haram bagi santri dan anak cucu kiai menjadi pegawai.

"Namun lambat laun, sekolah Belanda itu akhirnya laku juga, yang pada akhirnya mampu mengalahkan pendidikan pesantren dan padepokan.? Dan sekarang guru yang dianggap sah oleh pemerintah Indonesia adalah para guru sekolah model Belanda, sungguh kenyataan yang sangat menyedihkan," pungkasnya. (Ichwan/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sholawat, Habib, IMNU Sang Pencerah Muslim

Rabu, 13 Desember 2017

Santri Jangan Tinggalkan Kitab Kuning dan Cinta Tanah Air Ajaran Para Kiai

Banyuwangi, Sang Pencerah Muslim - Di tengah kunjungan para alumni dan santri yang datang dari penjuru tanah air, Pengasuh Pondok Pesantren Subulussalam Tegalsari KH Hambali Muthi memberikan sejumlah pesan untuk menjadi pegangan sebagai bekal hidup dalam bermasyarakat dan membangun bangsa.

Kiai yang terkenal memiliki sense di bidang arsitektur bangunan ini menyikapi banyaknya model aliran Islam yang menjamur di masyarakat. Hal ini dia sampaikan pada Tasyakur Khataman Ihya Ulumiddin dan Tafsir Jalalain Pondok Pesantren Subulussalam, Tegalsari, Banyuwangi, Senin (1/5).

Santri Jangan Tinggalkan Kitab Kuning dan Cinta Tanah Air Ajaran Para Kiai (Sumber Gambar : Nu Online)
Santri Jangan Tinggalkan Kitab Kuning dan Cinta Tanah Air Ajaran Para Kiai (Sumber Gambar : Nu Online)

Santri Jangan Tinggalkan Kitab Kuning dan Cinta Tanah Air Ajaran Para Kiai

Di hadapan para santri ia berpesan agar semua kemudahan dan iming-iming tersebut tidak menjadikan santri lupa dengan semua amalan sunah yang telah dipelajari dan dipraktikkan sejak di pesantren. "Jangan mudah tergiur karena mudahnya ibadah. Akhirnya lupa amalan sunah," jelasnya.

Kiai juga menegaskan bahwa semua amalan dan tradisi yang selama ini dilakukan tidak lain memilki sanad keilmuan dari para ulama. Penjabaran keilmuan yang bersumber Al-Quran dan hadits tersebut terjabarkan melalui kitab-kitab klasik karangan ulama. "Insya Allah akidah sampean yang dipelajari di Subulussalam, menurut salafussalihin insya Allah kitab-kitab sampean tidak keliru," ucapnya kepada para santri.

Sang Pencerah Muslim

Kualitas keilmuan dan karya ilmiah ulama salaf tidak diragukan lagi. Para ulama membuat karya diiringi dengan ibadah dan permohonan yang tulus kepada Allah, berbeda dengan karya yang muncul belakangan ini yang hanya mengandalkan pemikiran. "Salafusalihin mengarang kitab tidak seperti karangan orang sekarang. Mbah Ghazali itu mengarang Ihya disertai tirakat," katanya.

Sang Pencerah Muslim

Saat ini yang harus dilakukan santri di masyarakat selain meneruskan tradisi pesantren juga harus saling berkomunikasi dan mengingatkan satu sama lain. Di samping itu, kitab-kitab yang telah dipelajari di pesantren mesti selalu dijaga dan diamalkan.

"Alumni Subulussaalam saya minta saling mengingatkan. Jangan sampai meninggalkan kitab salaf (kuning) meski sampean punya kitab baru (karangan terkini)," ujarnya.

Santri juga diminta tidak mudah tergiyur dengan model model atribut Islam yang mengutamakan tampilan luar. "Jangan mudah tergiur jenggot panjang. Kalau sudah di desa, jangan meninggalkan kitab salaf," ucapnya mengulang pesan.

Terakhir, sebagai wujud cinta tanah air, kiai juga meminta santri untuk menjadi benteng terdepan dalam membendung paham yang merongrong kedaulatan berbangsa dan negara melalui baju agama. "Saat ini sedang marak paham yang tidak sesuai dengan tradisi keilmuan ulama salaf. Negara kita negara republik bukan negara Islam," pungkasnya. (Anang Lukman Afandi/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Kajian Islam, IMNU Sang Pencerah Muslim

Minggu, 10 Desember 2017

Menaker Minta Polri Perkuat Pengawasan Pekerja Asing dan TKI Ilegal

Bandung, Sang Pencerah Muslim. Kementerian Ketenagakerjaan mengajak Kepolisian RI untuk meningkatkan kerjasama penegakan hukum terkait perlindungan dan pengawasan keberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal, perdagangan orang (human trafficking) serta pencegahan masuknya tenaga kerja asing ilegal.?

"Kemnaker masih memiliki banyak tugas terkait pengiriman TKI ilegal, human trafficking yang terkait pengiriman TKI ke luar negeri serta pencegahan masuknya tenaga kerja asing illegal. Kami mengajak Polri untuk bekerjasama menyelesaikan,” ? kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri saat memberikan kuliah umum di Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri di Lembang, Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/8)?

Menurut Menaker, kerjasama dengan Polri sudah dilakukan. Namun seiring meningkatnya tuntutan, kerjasama harus ditingkatkan.

Menaker Minta Polri Perkuat Pengawasan Pekerja Asing dan TKI Ilegal (Sumber Gambar : Nu Online)
Menaker Minta Polri Perkuat Pengawasan Pekerja Asing dan TKI Ilegal (Sumber Gambar : Nu Online)

Menaker Minta Polri Perkuat Pengawasan Pekerja Asing dan TKI Ilegal

"Salah satu hal yang Kemnaker lakukan bersama Polri adalah upaya dalam menekan TKI non prosedural dan juga upaya pencegahan perdagangan manusia," katanya.

Ditambahkannya, selain melakukan pengawasan yang ketat di pintu pemberangkatan TKI yang resmi, pemerintah ? juga perlu melakukan pengawasan jalur-jalur tikus yang biasanya digunakan untuk memberangkatkan TKI non prosedural. Sebagai negara kepulauan, Indnesia memiliki banyak jalur diperbatasan menuju negara tetangga. Kerjasama dengan Polri dan TNI mutlak diperlukan

Sang Pencerah Muslim

Selain pengawasan di jalur tikus, Kemnaker juga memperbaiki tata kelola pemberangkatan TKI yang lebih mudah, melakukan pengawasan yang terintegrasi, pengawasan di bandara, pelabuhan, dan pernatasan.?

Hal lain yang dilakukan adalah koordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya daerah kantong TKI, serta aparat penegak hukum untuk ? melakukan deteksi dini pengiriman TKI illegal, human trafficking serta memberantas praktik percaloan dan premanisme terkait pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. (Red-Zunus)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim AlaSantri, AlaNu, IMNU Sang Pencerah Muslim

Selasa, 05 Desember 2017

Ketua Fatayat Tasikmalaya Inspirasi Perempuan Muslim Indonesia

Tasikmalaya, Sang Pencerah Muslim. Ketua Fatayat NU Kabupaten Tasikmalaya Hj. Enung Nursaidah Ilyas tercatat sebagai salah satu “Tokoh Inspirasi” pada buku “Dari Inspirasi Menjadi Harapan, Perempuan Muslim Indonesia dan Kontribusinya Kepada Islam yang Pluralis dan Damai."

Buku yang diterbitkan oleh LBH APIK Jakarta tersebut diluncurkan dan dibedah di Gedung Ukhuwah Islamiyah di Jalan Muktamar NU XXIX Cipasung pada Kamis, 8 Oktober 2015. Pada peluncuran, hadir penulisnya, Nusyahbani Katjasungkana, Ratna Batara Munti sebagai Narasumber. Serta Enung sendiri.

Ketua Fatayat Tasikmalaya Inspirasi Perempuan Muslim Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)
Ketua Fatayat Tasikmalaya Inspirasi Perempuan Muslim Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)

Ketua Fatayat Tasikmalaya Inspirasi Perempuan Muslim Indonesia

Menurut Ratna Batara Munti, putri ketiga KH IlyasRuhiat tersebut adalah sosok hebat dari pesantren dalam memperjuangkan hak hak perempuan pesantren. ia mampu memberikan manfaat ke masyarakat umum dengan PUAN Amal Hayati Cipasung yang dipimpinnya.

Sang Pencerah Muslim

Enung, kata dia, mendirikan Pusat Krisis Untuk Perempuan Korban Kekerasan (PUSPITA) sebagai divisi PUAN Amal Hayati yang dipimpin Hj Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid. PUSPITA berhasil menangani masyarakat korban KDRT. Datanya menjadi rujukan pemerintah Tasikmalaya di bidang tersebut.

Dan, sambung dia, Enung ini salah seorang aktivis dari Tasik yang terus menyuarakan hak perempuan dan terus mengawalnya. ”Jadi, menurut saya, ia adalah tokoh luar biasa,” tegasnya.

Sang Pencerah Muslim

Ratna meneruskan, sebagai Fatayat NU, Enung aktif dalam Kelompok Kerja Pemerintah Kabupaten yang dibentuk untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan dan juga bekerja di Komisi Kesehatan Reproduksi Kabupaten Tasikmalaya.

Ia menyimpulkan, semua itu menunjukan putri KH Ilyas Ruhiat (Rais Aam PBNU 1994-1999) sungguh-sungguh bekerja untuk kemanusiaan di wilayah Tasikmalaya. Apalagi ketika ia mendirikan PUSPITA pada tahun 2004.

Enung Nursaidah Ilyas menceritakan prosesnya. Mulanya ia didatangi Ratna Batara pada 2010 lalu. “Ia datang ke Cipasung mengadakan penilitian, mewawancarai saya. Saya terkejut, ada apa tanya saya?” ungkapnya.

Ia mengaku terkejut ketika wawancara itu untuk buku “Dari Inspirasi Menjadi Harapan” yang akan memuat 6 Tokoh Perempuan Muslim Indonesia. “Saya terkejut karena sadar kapasitas saya. Tapi ia memaksa, ya sudah, tidak baik menolak maksud baik orang,” jelasnya. ?

Menurut Enung, hingga kini PUSPITA telah menangani 221 kasus. Dengan mediasi, kasus-kasus dalam keretakan rumah tangga, PUSPITA berhasil mendorong mereka untuk mempertahankan keutuhan keluarga. “Dan ada juga yang kami bantu untuk penceraian jika jalan yang terbaik itu,” katanya.

PUSPITA didirikan untuk pelayanan kemanusiaan kepada masyarakat dan wanita pada khususnya. “Saya juga dibantu oleh suami saya, Dokter Jajang, sehingga jika ada korban yang terluka kita bisa langsung tangani,” pungkasnya. (Husni Mubarok/Abdullah Alawi)

Keterangan gambar: Hj.Enung (Samping Kanan depan) Hj.Shinta (tengah depan) H.Noorcholis Tisnawan( Samping Kiri Depan, Ketua NU). Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim IMNU Sang Pencerah Muslim

Rabu, 29 November 2017

Ketua PCINU Belanda Tuntun Bule Belanda Masuk Islam

Amsterdam, Sang Pencerah Muslim - Kabar bahagia datang dari Amsterdam. Ketua PCINU Belanda Ibnu Fikri menuntun seorang warga Belanda bernama Jeetze Baay mengucapkan dua kalimat syahadat, di PPME Al-Ikhlash Amsterdam, Jumat (4/8) siang.

Pembacaan syahadat dilakukan setelah shalat Jumat yang disaksikan oleh pengurus harian bidang Dakwah PPME Al-Ikhlash, yaitu Ustadz Nur Fatah Taufq dan Ustadz H Maman Dani beserta jamaah Jumat lainya.

Ketua PCINU Belanda Tuntun Bule Belanda Masuk Islam (Sumber Gambar : Nu Online)
Ketua PCINU Belanda Tuntun Bule Belanda Masuk Islam (Sumber Gambar : Nu Online)

Ketua PCINU Belanda Tuntun Bule Belanda Masuk Islam

Proses pembacaan dua kalimat syahadat berjalan cukup mengharukan. Beberapa jamaah khususnya ibu-ibu tampak meneteskan air mata. Apalagi saat Jeetze menyatakan kepada jamaah alasan mengapa dirinya masuk Islam.

Sang Pencerah Muslim

“Saya masuk Islam, sungguh karena kemauan saya, bukan karena terpaksa atau dipaksa. Juga karena saya yakin, Islam adalah agama yang damai dan membawa kedamaian,” kata Jeetze.

Ibnu Fikri, setelah selesai acara pengislaman, menyatakan inilah salah satu bentuk upaya konkret sekaligus tantangan dakwah Islam ramah khas Nusantara di Eropa.

“Yang kita inginkan adalah bagaimana masyarakat di sini (baca: Eropa) menyadari seutuhnya bahwa Islam Indonesia dengan Islam Nusantaranya adalah Islam yang damai dan rahmatan lil alamin. Kami akan terus berdakwah dengan penuh damai dan cinta sampai pada akhirnya mereka satu per satu mau ucapkan dua kalimat syahadat tanpa harus dipaksa,” kata Ibnu Fikri.

Sang Pencerah Muslim

Di akhir ini, Ketua PCINU Belanda dan pengurus PPME Al-Ikhlash Amsterdam sepakat memberikan nama baru bagi Jeetze Baay, yaitu Musa. Dengan harapan, yang bersangkutan akan bisa meneladani semangat bertauhidnya nabi Musa dalam menjaga iman dan ketaatan kepada Allah SWT walau harus menghadapi ujian dan rongrongan dari Fir‘aun dan bala tentaranya. (Dito Alif Pratama/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Berita, IMNU Sang Pencerah Muslim

Jumat, 24 November 2017

Tidak Etis Pemimpin Organisasi Agama Dipilih dengan Voting

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Usulan untuk mengembalikan model pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU dengan sistem ahlul halli wal aqdi dilandasi keinginan untuk menerapkan prinsip musyawarah mufakat. Demokrasi yang diartikan sebagai voting atau pemungutan suara itu tidak tepat.

Tidak Etis Pemimpin Organisasi Agama Dipilih dengan Voting (Sumber Gambar : Nu Online)
Tidak Etis Pemimpin Organisasi Agama Dipilih dengan Voting (Sumber Gambar : Nu Online)

Tidak Etis Pemimpin Organisasi Agama Dipilih dengan Voting

“Nilai demokrasi tertinggi itu ada pada musyawarah. Kalau voting itu berarti kita sudah turun derajat. Kelirunya, selama ini voting dijadikan nomer satu,” kata Wakil Sejken PBNU H Abdul Mun’im DZ di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (16/10) kemarin.

Menurut Mun’im DZ, dalam perjalanan sejarah NU pernah berubah menjadi partai politik semenjak tahun 1952. Sistem pemilihan pimpinan juga dilakukan menurut tata cara partai politik.

Sang Pencerah Muslim

Hal itu berlangsung terus-menerus, namun kemudian diakhiri pada Muktamar ke-27 1984 di Situbondo. NU memutuskan untuk kembali ke “Khittah 1926” dan tidak lagi menjadi partai politik. Waktu itu KH Achmad Siddiq dan KH Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Rais Aam dan Ketua Umum PBNU dengan cara musyawarah.

Sang Pencerah Muslim

“Istilah ahlul halli wal aqdi itu baru muncul kemudian. Sebenarnya intinya adalah musyawarah. Sayangnya sistem itu (ahlul halli wal aqdi) belum diakomodasi dalam AD/ART NU, sehingga berikutnya model pemilihan kembali ke sistem partai politik dengan cara voting,” ungkapnya.

Lebih dari itu, sebagai ormas keagamaan NU tidak pantas menentukan pemimpin dengan cara pemungutas suara terbanyak. Tidak etis pimpinan organisasi keagamaan diperebutkan lewat voting.

“Tidak ada organisasi agama di dunia yang dipilih dengan voting. Itu terlalu kasar dan tidak etis. Yang paling pas untuk ormas keagamaan adalah musyawarah mufakat. NU tidak perlu mengadopsi demokrasi dalam pengertian voting. Masa orang mau mengabdi kok divoting,” ujarnya.

Menurut Mun’im, pergantian kepemimpinan di tubuh NU setelah Muktamar Situbondo mencerminkan bahwa NU masih memerankan diri sebagai partai politik.

“Kasus di Muktamar Lirboyo (Kediri), Solo, dan Makassar mencerminkan bahwa NU tidak layak disebut ormas agama. Satu sama lain bertarung habis-habisan. Anehnya kita bangga dipuja-puja pihak luar sebagai penganut demokrasi dengan mengabaikan bahwa kropos telah terjadi di dalam NU,” pungkasnya. (A. Khoirul Anam)

Dokumentasi: Suasana pemilihan ketua umum PBNU di Muktamar Makassar 2010. Tampak KH Said Aqil Siroj dan H Slamet Effendi Yusuf, dua calon ketua umum mengikuti proses penghitungan usai pemungutan suara tahap kedua.

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Hikmah, IMNU, News Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock