Tampilkan postingan dengan label Habib. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Habib. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 24 Februari 2018

Harlah Fatayat NU Brebes Usung Drama Kematian Khilafah

Brebes, Sang Pencerah Muslim

Peringatan Hari Lahir (Harlah) Fatayat NU tingkat Kabupaten Brebes diisi dengan drama tentang kematian Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Aktivis teater Fatayat NU dalam pementasan mempertunjukkan perlakuan HTI yang menebar kebencian yang digambarkan dengan wanita-wanita bercadar, menganiaya wanita nahdliyah yang takzim mengikuti jejak Wali Songo.

Dalam pementasan wanita-wanita bercadar itu merayu dan mengajak mendirikan khilafah.

Harlah Fatayat NU Brebes Usung Drama Kematian Khilafah (Sumber Gambar : Nu Online)
Harlah Fatayat NU Brebes Usung Drama Kematian Khilafah (Sumber Gambar : Nu Online)

Harlah Fatayat NU Brebes Usung Drama Kematian Khilafah

“Lewat drama, pesan-pesan sosial bisa disampaikan secara gamblang tanpa kesan menggurui,” kata Ketua Fatayat NU Brebes Mukminah di sela pagelaran di Lapangan PG Kersana, Brebes, Ahad (14/5).

Sang Pencerah Muslim

Mukminah menerangkan, kebencian HTI terhadap Pancasila, NKRI, dan mengganggap pemimpin kafir sebagai taghut tidak bisa ditolerir lagi sehingga wajar kalau kemudian pemerintah dengan tegas membubarkan organisasi berdalih Islam tersebut.

Drama ini menggambarkan HTI dengan lantang menghina tradisi Nahdliyin dengan sebutan bidah, kafir dan neraka serta mengumbar kebencian terhadap pemerintahan yang sah, NKRI.

Sang Pencerah Muslim

Di harlah Ke-67 Bupati Brebes Hj Priyanti menyebut Fatayat NU sebagai wanita hebat. Karena dari tangan dan hati ibu-ibu muda Fatayat mampu mengantarkan putra-putrinya menjadi anak yang saleh-saleh.

Dia juga meminta Fatayat untuk menjadi garda terdepan dalam pembangunan umat. Termasuk membantu pembangunan daerah dengan bersinergi yang apik antara kegiatan Fatayat dengan program yang pemerintah.

“Sinegi yang baik dan kokoh, akan mensukseskan pembangunan demi kesejahteraan umat,” ungkapnya.

Sementara Sastrouw Al-Ngatawi menyampaikan hadirin untuk kuat-kuat mempertahankan tradisi NU. Jangan digubris orang-orang yang berkoar dengan menghina-hina tradisi NU. Tradisi NU justru mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan serta kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Para pendahulu negara telah meletakan pondasi yang kuat dengan Pancsila sebagai dasar negara. Namun tidak berarti negara Indonesia harus menjadi negara Islam karena sudah hidup dalam kebinekaan.

Tiga peserta trainer of training (TOT) Fatayat NU yang digelar beberapa waktu lalu di obyek wisata Guci Kabupaten Tegal diberikan hadiah. (Wasdiun/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib Sang Pencerah Muslim

Kamis, 08 Februari 2018

Lesbumi Yogya Gali "Kosmopolitan" Gus Dur

Yogyakarta, Sang Pencerah Muslim. Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama Yogyakarta akan membidik kosmopolitannya KH Abdurrahman Wahid dalam diskusi bertema "Gus Dur, Film, dan Kosmopolitanisme Peradaban Islam" di gedung PWNU Yogyakarta, Sabtu malam, (13/10).

Lesbumi Yogya Gali Kosmopolitan Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)
Lesbumi Yogya Gali Kosmopolitan Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)

Lesbumi Yogya Gali "Kosmopolitan" Gus Dur

Diskusi tersebut merupakan kerjasama Lesbumi dan Gadjah Wong Movie; dalam rangka memperingati 1000 Hari Wafatnya KH Abdurrahman Wahid. Didaulat sebagai narasumber yaitu Wakil Ketua PWNU Yogyakarta, M Jadul Maula, dan Dr Muhammad Nur Ichwan, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Selain diskusi, akan diputar film Al-Ghazali: Alchemist of Happiness. Film besutan Ovidio Salazar (Abdul Latif Salazar) tersebut adalah dokumenter kehidupan dan pengaruh besar Imam Ghazali. Selain itu, diputar pula film Baba Aziz, al-Fatih, dan Agora.

Sang Pencerah Muslim

Acara ini merupakan puncak dari rangkaian pemutaran film dalam rangka peringatan 1000 Hari Gus Dur yang dimulai pada 23 September lalu yang digelar di venue Gadjah Wong Movie, Nologaten, Yogyakarta.?

Gadjah Wong Movie (GMW) merupakan ruang interaksi audio-visual yang didirikan Lesbumi. Sejak didirikan, berupaya menyediakan film berkualitas dan berkonsentrasi pada jejaring dan kerjasama dengan berbagai pihak.

Sang Pencerah Muslim

GWM didesain bukan hanya sebagai tempat hiburan, bukan sekedar menonton film, namun lebih sebagai tempat untuk menyemai berbagai ide dan gagasan kreatif. Sejak didirikan, GMW mengadakan pemutaran film secara reguler setiap Ahad malam.

Redaktur: Mukafi Niam

Penulis ? : Abdullah Alawi

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib Sang Pencerah Muslim

Kamis, 01 Februari 2018

Menteri Desa Meminta Para Kiai Ikut Awasi Dana Desa

Cirebon, Sang Pencerah Muslim



Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, mengatakan, Dana Desa adalah salah satu bukti komitmen pemerintah dalam membangun Indonesia dari pinggiran, sebagaimana Nawa Cita Presiden Jokowi.

Menteri Desa Meminta Para Kiai Ikut Awasi Dana Desa (Sumber Gambar : Nu Online)
Menteri Desa Meminta Para Kiai Ikut Awasi Dana Desa (Sumber Gambar : Nu Online)

Menteri Desa Meminta Para Kiai Ikut Awasi Dana Desa

"Dengan Dana Desa, proses percepatan pembangunan nasional terletak di desa-desa. Banyak pihak yang sangat berharap desa-desa di Indonesia dapat berkembang melalui program tersebut," kata Marwan, di hadapan para kiai dan santri, dalam acara Haul KH Muhammad Said, Pendiri Pondok Pesantren Mambaul Hikmah, Gedongan, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (14/5/2016), malam.

Sang Pencerah Muslim

Melihat besarnya ekspektasi publik terkait pembangunan desa itu, Marwan meminta para kiai dan santri untuk berpartisipasi dalam hal pengawasan terhadap penggunaan Dana Desa di desa masing-masing.?

Sang Pencerah Muslim

"Peran kiai dan tokoh agama sangat dibutuhkan untuk andil dalam pembangunan nasional yang dicanangkan pemerintah. Termasuk turut serta mengawasi penggunaan Dana Desa di wilayah masing-masing," pinta Marwan.

Keterlibatan para kiai dalam mengawasi Dana Desa bisa dengan berperan aktif dalam musyawarah desa khususnya dalam perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKPDes), dan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

"Dalam musyawarah desa itu, kiai sebagai panutan masyarakat tentu dapat memberikan masukan terkait program pembangunan yang akan dilakukan di desanya. Dengan demikian diharapkan proses pembangunan desa dan pemanfaatan Dana Desa dapat berjalan efektif dan maksimal," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Marwan juga menjelaskan terkait Dana Desa yang mengalami kenaikan setiap tahun. "Tahun lalu, pemerintah menganggarkan sebesar Rp20,8 triliun, dan tahun ini alhamdulillah mengalami kenaikan menjadi Rp47 triliun," beber Marwan.

Dengan dana desa tersebut, Marwan berharap pembangunan desa mengalami percepatan yang sangat signifikan. Pasalnya, perkembangan desa akan sangat mempengaruhi terhadap kemajuan pembangunan nasional dalam segala bidang.?

"Pembangunan nasional juga sangat bergantung pada berkembangnya desa-desa kita, baik dari sisi ekonomi, produktivitas, SDM dan lainnya," katanya. Red Mukafi Niam

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib, Tokoh Sang Pencerah Muslim

Selasa, 23 Januari 2018

Ratusan Santri di Probolinggo Baca Surat Yasin, Tahlil dan Sholawat Nariyah

Probolinggo, Sang Pencerah Muslim - Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN) ke-III tahun 2017, ratusan santri di Kabupaten Probolinggo melaksanakan pembacaan Surat Yasin, Tahlil dan Shalawat Nariyah bersama-sama di halaman depan Eks Kantor Bupati Probolinggo di Kecamatan Dringu, Sabtu (21/10) malam.

Peringatan HSN ke-III tahun 2017 ini digelar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo bekerja sama dengan PCNU Kota Kraksaan dan PCNU Kabupaten Probolinggo. Selain santri, kegiatan ini juga diikuti oleh segenap warga NU mulai dari Muslimat NU, Fatayat NU, GP Ansor, IPNU dan IPPNU serta badan otonom NU yang lain.

Ratusan Santri di Probolinggo Baca Surat Yasin, Tahlil dan Sholawat Nariyah (Sumber Gambar : Nu Online)
Ratusan Santri di Probolinggo Baca Surat Yasin, Tahlil dan Sholawat Nariyah (Sumber Gambar : Nu Online)

Ratusan Santri di Probolinggo Baca Surat Yasin, Tahlil dan Sholawat Nariyah

Kegiatan ini dihadiri oleh Mustasyar PCNU Kabupaten Probolinggo H Hasan Aminuddin didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Probolinggo Soeparwiyono, Rais PCNU Kota Kraksaan KH Munir Kholili,  Ketua PCNU Kota Kraksaan KH Nasrullah Ahmad Suja’i, Rais PCNU Kabupaten Probolinggo KH Jamaludin Al-Hariri dan Ketua PCNU Kabupaten Probolinggo KH Abdul Hadi Saifullah.

H Hasan Aminuddin meminta para orang tua untuk mencetak anaknya selaku generasi muda dengan memberikan pendidikan yang baik dan berakhlakul karimah. “Para orang tua hendaklah harus bisa memaksa anak dan memberikan batasan waktu untuk memegang HP. Berikan kesempatan memegang HP di hari yang tepat,” katanya.

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim

Lebih lanjut Hasan mengajak seluruh warga NU agar bersama-sama menyelamatkan generasi muda penerus bangsa supaya menjadi anak yang berguna dan menjadi generasi pemimpin yang baik kedepannnya.

“Kemajuan di zaman era digital ini sudah semakin menurunkan perilaku dan akhlak anak-anak kita. Solusinya adalah anak tidak boleh membawa HP saat bersekolah. Dengan demikian anak bisa berkonsentrasi kepada apa yang diajarkan oleh gurunya,” jelasnya.

Oleh karena itu Hasan meminta kepada para orang tua agar selalu memberikan kesibukan kepada anak-anaknya agar menjadi generasi penerus bangsa Indonesia yang berkualitas dan profesional.

“Setiap harinya orang tua harus mengarahkan dan memberikan pengetahuan umum baik di lembaga pendidikan atau sekolah serta pengetahuan agama atau mengaji di musholla atau di masjid,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Kajian, Hikmah, Habib Sang Pencerah Muslim

Minggu, 24 Desember 2017

Kristen di Maroko: Sejarah dan Toleransi Beragama

Maroko sangat dikenal sebagai negeri eksotik di ujung barat dunia Islam. Maroko merupakan salah satu negara kerajaan dengan penduduk mayoritas muslim. Bahkan Pemerintah Kerajaan Maroko hanya mengakui Islam sebagai agama resminya.

Agama Islam di negeri ini dikembangkan dengan menghargai tradisi lokal, seperti yang dilakukan oleh para dai atau wali songo ketika menyebarkan Islam di Nusantara. Maka tak heran jika ada ritual-ritual keagamaan yang mirip dengan keislamaan di Indonesia.

Kristen di Maroko: Sejarah dan Toleransi Beragama (Sumber Gambar : Nu Online)
Kristen di Maroko: Sejarah dan Toleransi Beragama (Sumber Gambar : Nu Online)

Kristen di Maroko: Sejarah dan Toleransi Beragama

Maroko juga dikenal sebagai negara Arab yang gaul, nuansa Eropanya sangat kuat, tetapi tak kehilangan akar tradisi Arab dan Islam. Kebebasan berpendapat dan tradisi berpikir sangat terbuka di negeri Ibnu Batutah ini. Pemerintah tidak memaksa rakyatnya untuk berpola pikir secara kaku atau seragam. Barangkali salah satunya adalah karena faktor penguasa Maroko saat ini, Raja Muhammad VI, seorang lulusan Eropa yang berpikiran Modern. Ia bertekad untuk memodernkan Maroko, namun tetap melandaskannya kepada ajaran Islam.

Sang Pencerah Muslim

Raja yang hampir berusia 50 tahun itu sedang berupaya mempertahankan tradisi keagamaan yang berusia ribuan tahun dengan arus globalisasi. Maka tak heran, jika di negeri bekas jajahan Perancis dan Spanyol ini, simbol-simbol tradisi Islam tetap kelihatan. Aktifitas religius selalu semarak. Aneka ritual tarekat sufi bebas berekspresi. Di tengah kuatnya arus modernisasi dan globalisasi yang berhembus kencang dari Barat. Bahkan kaum wahabi Maroko pun kadang-kadang sering kewalahan untuk mempengaruhi “Islam Tradisional” ini.

Kristen di Maroko

Sang Pencerah Muslim

Walaupun Maroko dikenal sebagai negera kerajaan dengan penduduk mayoritas muslim, yaitu 98,7 %. Namun pada tahun 2009 sensus mencatat ada 1,1 % atau 380.000 dari penduduknya beragama Kristen. Untuk mudah mengetahuinya, biasanya mereka itu mempunyai rumah dengan ciri khas yang sering dinamai dengan al Mallah.

Kristen di Maroko telah lama muncul, yaitu sejak masa kerajaan Romawi. Yang dikenal dengan Kristen Babar yang menganut aliran Qibtiyah. Saat penaklukan Islam di Maroko yang dipimpin oleh ‘Uqbah ibn Nafie’ antara tahun 681 dan 683 M. mereka perlahan mulai sembunyi-sembunyi dalam membawa misinya.

Sekitar abad ke 19 dan 20 atau pada masa penjajahan Perancis terhadap Maroko, kaum Kristen mulai berdatangan kembali ke Maroko dengan jumlah yang sangat banyak. Kelompok ini kemudian disebut dengan al aqdam as sauda’ (Pendatang gelap). Mereka ini kebanyakan dari Italia, Spanyol, Perancis, dan bahkan dari Eropa timur. Mayoritas kelompok ini adalah para penganut Kristen Katholik. 

Sementara pada tahun 1830 jumlah Kristen-Eropa di Maroko masih sangat sedikit, yaitu hanya berkisar 250 orang dan yang tinggal di kota Tanger sebanyak 220 orang. Jumlah ini melonjak pada tahun 1858 menjadi 700 orang. Kemudian pada tahun 1864 menjadi 1400 orang dan hingga tahun 1910 mencapai 10.000 orang.

Saat ini umat Kristen di Maroko sering mengadakan ritual keagamaannya di dua gereja, yaitu Gereja Romawi Katholik dan Protestan. Mereka mayoritas tinggal di Casablanca dan kota-kota lainnya seperti Rabat, Tanger, Meknes, Marrakech dan Essaouira. Kebanyakan dari mereka adalah berasal dari Eropa yang tinggal sejak awal pejajahan dan ditambah dengan penduuk asli Maroko yang dulunya beragama Islam. Mereka sering melakukan ritual-ritual keagamaannya dengan sembunyi-sembunyi bertempat di gereja khusus yang hanya di ketahui kalangan mereka, dan Mayoritas dari mereka ini menganut ajaran kristen protestan dengan ajaran yang khas.

Toleransi Antar Umat Beragama

Sepanjang sejarah, praktek Tasamuh (toleransi) antar umat beragama di Maroko sangat dikenal dengan baik sejak abad ke 3 sebelum masehi. Sebagaimana Raja Maroko pernah megizinkan kaum Yahudi Israel untuk kembali lagi ke Maroko dan memberikan kesempatan tinggal. Bahkan Raja pun memberikan kesempatan bagi mereka yang ingin mengubah kewarganegaraannya menjadi warga Negara Maroko.

Dalam undang-undang Kerajaan Maroko, Pasal tiga mengatakan, “Setiap warga Negara dijamin dan diberikan kebebasan untuk melaksanakan agamanya masing-masing”. Walaupun demikian, saat ini ada undang-undang baru yaitu al Qanun al Jina’i (hukum pidana) yang melarang warga asli Maroko untuk pindah agama, dari Islam ke agama lain. Kecuali bagi warga maroko yang sudah memeluk ajaran Kristen sejak dulu, dan kini diberikan kesempatan bagi mereka untuk mengamalkan ajarannya secara terang-terangan.

Bahkan saat ini di Maroko ada Majlis al Kanais al Khomsi (Forum perkumpulan lima Gereja), yaitu semacam wadah pertemuan agama-agama Kristen di Maroko yang terdiri dari lima gereja yang berbeda-beda, dan forum perkumpulan ini sangat diakui secara resmi dan dilindungi oleh undang-undang Kerajaan Maroko.

Foto: Raja Maroko Mohamed Sadis sedang mengunjungi Gereja

 

*Penulis adalah mahasiswa S1 Jurusan Islamic Studies, Univ. Imam Nafie’, Tanger-Maroko

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib, Hadits Sang Pencerah Muslim

Jumat, 15 Desember 2017

Sekolah Lima Hari di Jateng Dinilai Bisa Rusak Budaya Religi

Semarang, Sang Pencerah Muslim

Kebijakan Sekolah Lima Hari yang dicanangkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dinilai para ulama akan merusak budaya religi yang telah tertanam kuat di masyarakat Jateng.? Budaya religi masyarakat Jateng adalah bercorak pedesaan dan mayoritas masih peduli pada moralitas anak-anaknya.

Wujud peduli pada pendidikan moral itu, para orang tua yang prihatin atas minimnya pendidikan agama di sekolah formal, memasukkan anaknya ke madrasah diniyah atau Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) di sore hari. Bahkan banyak yang mendorong anaknya mengaji di pesantren sejak sore hingga malam hari, meski tidak mondok 24 jam di pesantren.

Sekolah Lima Hari di Jateng Dinilai Bisa Rusak Budaya Religi (Sumber Gambar : Nu Online)
Sekolah Lima Hari di Jateng Dinilai Bisa Rusak Budaya Religi (Sumber Gambar : Nu Online)

Sekolah Lima Hari di Jateng Dinilai Bisa Rusak Budaya Religi

Jika kebijakan Gubernur Jateng yang sekarang dalam tahap uji coba itu benar-benar diberlakukan, maka para murid sekolah formal akan kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan agama dan moral. Padahal itu adalah hak konstitusional peserta didik yang selama ini tidak pernah bisa dipenuhi negara melalui sistem pendidikan nasionalnya.

Jika murid sekolah pulang sore, hingga jam 17 sampai rumah, kemungkinan besar sudah kelelahan. Itu artinya, hilang kesempatan untuk mengaji di malam ? hari. Terlebih malam hari harus belajar menggarap Pekerjaan Rumah (PR) dan sebagainya.

Hal itu mengemuka dalam Halaqoh Ulama bertema "Plus-minus Kebijakan 5 Hari Sekolah di Jawa Tengah" yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng di Kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Kamis (26/11).

Para ulama menyatakan keberatan terhadap kebijakan Gubernur Jateng yang dituangkan dalam Surat Edaran nomor 420/006752/2015. Para utusan MUI daerah mendorong MUI Jateng agar bersikap tegas menolak kebijakan tersebut atas pertimbangan kemaslahatan umat.

Sang Pencerah Muslim

Tegas Menolak

Narasumber dalam Halqoh Ulama, Ketua Pengurus Pusat Rabithah Maahid Islamiyyah NU (RMI NU; asosisasi pesantren NU) Jateng KH Abdul Ghoffar Rozien tegas menolak kebijakan tersebut. Ia menyatakan, kepuitusan gubernur Jateng tersebut tidak didasari studi dan kajian yang? memadai sehingga tidak mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Jateng.

Sang Pencerah Muslim

Disebutkannya, alasan Ganjar Pranowo yang mengatakan akan meningkatkan kualitas hubungan? orang tua dan anak di hari Sabtu dan Minggu, tidak bisa diterima nalar karena mayoritas orang tua di Jateng masih beraktivitas di hari Sabtu dan Minggu.? Justru kekosongan rumah di saat orang tua tidak ada di hari libur sekolah, menurut Gus Rozien, panggilan akrabnya, berpotensi menimbulkan perilaku negatif yang tidak terkontrol.

"Marilah jujur, para siswa sekolah kita itu semakin banyak yang rusak moralnya. Miris kita kalau mengetahui di setiap malam Valentine Day, semua apotek dan toko kehabisan stok kondom," tuturnya sedih.

Pernyataan Rozien didukung para peserta Halaqoh. Setiap Rozin memaparkan argumennya tentang penolakan itu, disambut tepuk tangan hadirin. Beberapa ketua MUI daerah yang mendapat kesempatan bicara, meminta agar MUI Jateng mengeluarkan sikap tegas menolak.

Argumen paling banyak disampaikan adalah pesantren, madrasah diniyah (Madin) dan taman pendidika al-Quran (TPQ) yang telah ada puluhan tahun, bahkan sudah ada sejak Islam masuk Indonesia, akan tutup karena tiada kesempatan anak-anak mengenyam pendidikan agama di sore hari di lembaga pendidikan keagamaan tersebut.

"Madin dan TPQ akan gulung tikar. Bukan soal tutupnya yang menyedihkan, tapi tiadanya kesempatan anak-anak kita mendapat pendidikan moral agama. Mau jadi apa mereka nanti?" tutur Kasi Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jateng Mustasit yang juga anggota MUI itu.

Disebutkan Rozien, satu-satunya benteng moral masyarakat adalah pendidikan agama, dan itu didapat secara maksimal di Madin dan pesantren, yang umumnya diselenggarakan pada sore hari. Pemberlakukan surat edaran gubernut, jelas dia, telah mengancam keberlangsungan lebih dari 11 ribu madrasah diniyyah di Jateng dengan ratusan ribu santri.

Pengasuh Ponpes Maslakul Huda Kajen Pati ini menegaskan, libur sekolah di hari Sabtu dan Minggu, perlu ditimbang lagi manfaat dan mudharat (kerugian) nya. Jika tidak diisi dengan kegiatan produktif, maka tidak ada manfaatnya. Kebijakan? tersebut hanya cocok jika diterapkan di kota Metropolitan semisal Jakarta.

Dukungan penolakan disampaikan MUI Grobogan. Di forum tersebut, Sekretaris Umum MUI Grobogan HM Mahbub Ulil Albab meminta agar MUI Jateng tegas menolak kebijakan lima hari sekolah.

Ia mengaku prihatin mengapa pemerintah yang jelas-jelas telah melanggar konstitusi, tidak mampu memberi pendidikan agama? yang cukup sesuai amanah konstitusi, malah akan mematikan Madin? dan TPQ yang sudah puluhan tahun menutupi kesalahan dan kekurangan pemerintah tersebut.

"Pemerintah sudah tidak bisa memenuhi amanah konstitusi memberi pendidikan agama kepada anak sekolah. Buktinya pelajaran agama cuma dua jam seminggu. Jangan ditambah dengan menutup akses siswa ke madrasah diniyah," tuturnya.

Diminta Beradaptasi

Meski dinamika dalam Halaqoh cenderung menolak, namun dua narasumber menyatakan mendukung. Ketua Dewan Penasehat MUI Jateng Ali Mufiz mengajak masayrakat untuk mengambil hikmah atas kebijakan gubernur tersebut. Ia mengajak para guru Madin dan TPQ untuk menyesuaikan diri dengan membuka Sekolah Ahad, Sekolah Alternatif, Sekolah Tematik Agama, atau semacamnya.

Mantan Gubernur Jateng ini bahkan mempersilakan Gubernur Jateng menerapkan kebijakan tersebut untuk semua sekolah. Tidak hanya untuk SMA dan SMK, melainkan juga sekalian ke SMP dan SD. Agar semua anak pulang sore hari dengan masuk lima hari sekolah.

"Sekalian diterapkan untuk semua jenjang sekolah saja. Kita menyesuaikan diri dan mengambil hikmah dari kebijakan Pak Gubernur. Toh masyarakat akan memilih pendidikan untuk anak-anaknya," tuturnya seraya menyatakan bahwa Kabupaten Sragen meminta penerapan sekolah lima hari untuk SD sampai SLTA.

Narasumber lain, Rektor Unissula Anis Malik Toha menyatakan dukungannya dengan mengatakan bahwa kebijakan Gubernur Jateng membuka peluang bagi madrasah dan TPQ untuk berimprovisasi dan inovasi. Namun ia tidak merinci seperti apa wujud improvisasi dan inovasi tersebut bagi Madin dan TPQ.

Dalam makalahnya ia hanya menuliskan, perlunya diversifikasi pendidikan diniyah secara inovatif, lalu ada formalisasi pendidikan diniyah sebagai sistem pendidikan alternatif di semua level. Lalu ada reformulasi kurikulum.

Anis menyebut madrasah diniyah sebagai tempat pendidikan agama, itu terjebak pada hegemoni budaya asing yang mendikotomikan ilmu umum dan ilmu agama. Maka konsepsi seperti itu harus diubah.

Namun pernyataannya ini diprotes Mahbub dari Grobogan. Menurutnya, menyalahkan madrasah sebagai korban hegemoni asing itu kurang bijaksana. Ia menyebut perlunya formalisasi pendidikan diniyyah sebagai sistem pendidikan alternatif di semua level.

"Madrasah itu sudah ada sejak Islam masuk di Indonesia. Menyatakan Madin terjebak hegemoni asing itu kurang bijaksana," tutur Mahbub disambut tepuk tangan hadirin.

Ketua PP RMI NU Abdul Ghoffar Rozien sendiri dalam tanggapanya mengatakan, meminta madrasah menyesuaikan diri dari kebijakan gubernur Jateng itu ibarat ada orang sudah merebut rumah, lalu disuruh membuat rumah baru.

Hingga kini, kebijakan Gubernur tersebut telah ditolak oleh beberapa Pemda. Yakni Surakarta, Kendal, Pekalongan, dan Kabupaten Semarang Serta Boyolali, Temanggung, dan Batang dan Rembang.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah Nur Hadi Amiyanto yang hadir sebagai narasumber menjelaskan, kebijakan tersebut baru sebatas uji coba di SMA dan SMK negeri. Setelah satu semester akan dievaluasi. Ia mempersilakan masyarakat termasuk ulama memberi masukan dan pihaknya akan membahasnya secara mendalam.

"Kebijakan ini masih uji coba. Akan kami evaluasi setelah satu semester," tuturnya.

Pemerintah Justru yang Ikut Asing

Menanggapi kebijakan Gubernur Jateng ini, seorang alumni Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Dawam Muallim menguraikan, dulu pada zaman Wali Songo, pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang berbasis padepokan dan pondok pesantren. Pendidikan di padepokan biasanya menitikberatkan pada pengajaran ilmu silat dan bela diri serta ilmu budi pekerti, sedangkan pendidikan di pondok pesantren biasanya juga mengajarkan ilmu silat dan bela diri namun lebih dominan pada pengajaran ilmu-ilmu agama.

Ia melanjutkan, pendidikan model seperti itu berlanjut hingga zaman Belanda, dan kebanyakan laskar perebut kemerdekaan didominasi para pendekar dan para kiai yang dibantu oleh para santri.

Belanda pun selalu kewalahan menghadapi mereka, sehingga Belanda harus memeras otak untuk menghilangkan pendidikan berbasis pondok pesantren dan padepokan. Maka Belanda membuat pendidikan tandingan yang berbasis ilmu-ilmu duniawi, namun saat itu para kyai mengharamkan penduduk pribumi belajar di sekolah Belanda.

"Penduduk pribumi saat itu masih banyak yang taat kepada fatwa kiai, sehingga selama ratusan tahun sekolahan Belanda masih sepi dari penduduk pribumi," ujar ustadz yang kini mendirikan pesantren di Kalimantan ini.

Lebih lanjut ia mengatakan, ketika Belanda masih kalah sama fatwa kiai, akhirnya penjajah melarang para bupati dan wedana menerima pegawai selain dari lulusan sekolahan Belanda.? Hal itu dilawan lagi oleh kiai dengan mengeluarkan fatwa haram bagi santri dan anak cucu kiai menjadi pegawai.

"Namun lambat laun, sekolah Belanda itu akhirnya laku juga, yang pada akhirnya mampu mengalahkan pendidikan pesantren dan padepokan.? Dan sekarang guru yang dianggap sah oleh pemerintah Indonesia adalah para guru sekolah model Belanda, sungguh kenyataan yang sangat menyedihkan," pungkasnya. (Ichwan/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sholawat, Habib, IMNU Sang Pencerah Muslim

Rabu, 13 Desember 2017

Menjaga Tradisi, Meneladani Ajaran Pendiri

Sragen, Sang Pencerah Muslim. Ribuan warga tumpah ruah di Alun-Alun Sasono Langen Putro Sragen, Senin kemarin (27/5). Mereka menyaksikan prosesi kirab budaya dan tumpeng yang digelar guna memperingati hari jadi Kabupaten Sragen ke-267.

Dalam kirab tersebut, semua peserta mengenakan pakaian khas tradisional Jawa, yakni lurik, ikat wulung, dan sarung Goyor, semakin menajdikan acara tersebuat kental akan nuansa lokal.

Menjaga Tradisi, Meneladani Ajaran Pendiri (Sumber Gambar : Nu Online)
Menjaga Tradisi, Meneladani Ajaran Pendiri (Sumber Gambar : Nu Online)

Menjaga Tradisi, Meneladani Ajaran Pendiri

“Selain menjadi wujud rasa syukur kepada Tuhan, kami juga ingin mengajarkan kepada generasi muda agar paham dan mengerti sejarah kampung halamannya,” terang  Bupati Sragen, Agus Fatchurrahman, di sela kegiatan.

Sang Pencerah Muslim

Ia berharap acara kirab ini juga dapat menumbuhkan semangat kebersamaan dan gotong-royong di masyarakat. Hal ini juga demi meneruskan ajaran para tokoh-tokoh pendiri Sragen, diantaranya Pangeran Sukowati.

Sang Pencerah Muslim

“Pangeran Sukowati  (Mangkubumi) mengajarkan kita akan hal itu (kebersamaan dan gotong royong). Sejarah juga mencatat bahwa kebersamaan dari seluruh elemen masyarakat akan melahirkan kekuatan yang dahsyat membangun Bumi Sukowati,” tandasnya.

Redaktur    : A. Khoirul Anam

Kontributor: Ajie Najmuddin

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul, Habib Sang Pencerah Muslim

Minggu, 10 Desember 2017

Ayo Kerja dalam Kitab “Cempaka Dilaga” Mama Sempur

KH Tubagus Ahmad Bakri Purwakarta, Jawa Barat terbilang produktif menulis kitab. Di antaranya adalah Cempaka Dilaga yang membahas dorongan bekerja. Kitab berjudul lengkap Cempaka Dilaga; Mertelakeun Perihal Wajib Usaha (Cempaka Dilaga; Menerangkan Perihal Wajib Usaha/Bekerja) dengan tebal 19 halaman.

Dari jumlah 10 kitab yang didapatkan, Kitab Cempaka Dilaga ini merupakan satu-satunya karya kiai yang akrab disapa Mama Sempur yang judulnya berbahasa Sunda. Sementara sembilan kitab lainnya menggunakan bahasa Arab.

Ayo Kerja dalam Kitab “Cempaka Dilaga” Mama Sempur (Sumber Gambar : Nu Online)
Ayo Kerja dalam Kitab “Cempaka Dilaga” Mama Sempur (Sumber Gambar : Nu Online)

Ayo Kerja dalam Kitab “Cempaka Dilaga” Mama Sempur

Kitab ini ditulis dengan huruf Arab Pegon ditulis pada tahun 1378 H (hal.6) dan selesai pada hari Senin tanggal 8 Dzulhijah (h.19). Jika dikonversi ke dalam tahun Masehi berarti tanggal 15 Juni 1959 M, selesai Nopember 1962.

Mama Sempur memberikan izin kepada Raden Haji Ma`mun Nawawi Cibogo, Cibarusah untuk memperbanyak kitab Cempaka Dilaga.

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim

Kitab ini terdiri dari lima pasal dan satu faidah, sebagaimana berikut: Pasal pertama membahas tentang dorongan bekerja kepada umat Islam. Dalam pasal ini disebutkan hadits Rasulullah dan pendapat para ulama tentang keutamaan bekerja serta kecaman bagi orang yang malas dan tidak mau bekerja.

Di antara kecamannya adalah orang yang malas dan tidak mau bekerja diumpamakan seperti bangkai. Sebagaimana umumnya bangkai, keberadaannya tidak bermanfaat bahkan hanya memberikan bau yang tak sedap bagi orang-orang di sekelilingnya. Selain itu, orang yang malas dan tidak mau bekerja juga disebut orang bodoh/pandir (humqun) (h.3-4)

Pasal kedua membahas tentang larangan menjalani bisnis atau melakukan pekerjaan yang dilarang oleh agama Islam (haram). Dalam fasal ini disampaikan berbagai dalil yang melarang umat Islam untuk berbisnis barang haram, seperti bisnis narkoba, berbuat curang, mencuri dan sebagainya (h.5-6).

Pasal ketiga membahas tentang kewajiban menjalin hubungan baik dengan tetangga. Seperti pasal-pasal sebelumnya, dalam pasal ini pun disampaikan dalil-dalil tentang perintah dan anjuran kepada umat islam untuk berbuat baik kepada tetangga pada khususnya dan seluruh makhluk di muka bumi pada umumnya (h.6-10).

Pasal keempat membahas tentang kewajiban umat islam untuk berbakti dan taat kepada pemerintahan yang sah. Harus taat walaupun pemerintah tersebut secara fisik kurang sempurna seperti tidak punya tangan dan kepala tak ubahnya seperti buah anggur atau pun pemimpin tersebut berbuat dzalim. Namun demikian wajib hukumnya bagi umat Islam untuk membangkang kepada pemerintah apabila umat Islam diperintah untuk berbuat maksiat, Mama Sempur menandaskan rakyat hanya diperbolehkan untuk membangkang perintah maksiat saja dan dilarang memerangi pemerintah (h.10-14)

Pasal kelima membahas tentang kaidah ushul fiqh mencegah kemadaratan lebih baik dari pada mendatangkan kemaslahatan (akhafu darurain). Jika seorang muslim berada dalam kondisi dilematis karena harus memilih satu dari dua pilihan, maka yang harus dipilih adalah perkara yang tidak ada kemadaratannya atau perkara yang paling sedikit madaratnya. Contoh kasus yang digunakan untuk menerangkan kaidah ini adalah apabila seseorang melakukan suatu perkara tetapi dengan perkara itu nyawa atau hartanya akan hilang maka wajib baginya untuk meninggalkan perkara tersebut agar bisa terhindar dari kemadaratan (h.15-19).

Pasal selanjutnya adalah faidah, materi pembahasan dalam faidah ini adalah tentang keutamaan Imam Syafi`i dalam konteks kenegaraan. Secara implisit dalam pasal ini Mama Sempur mengungkapkan bahwa jika pulau Jawa ingin menjadi sebuah `negara` yang kuat dan rakyatnya juga makmur maka pemimpinnya harus bermazhab Syafi`i.

Menurut Mama Sempur ini lah salah satu karomah Imam Syafi`i karena beliau adalah keturunan Rasulullah. Dalam menempatkan bab faidah ini, Mama Sempur memposisikannya diantara bab empat dan bab lima (h.14-15).

Dalam kitab ini juga Mama Sempur menyebut tiga jenis pekerjaan, yaitu bertani, berdagang dan menjadi karyawan. Menurutnya, pekerjaan yang mesti dilakukan adalah di bidang pertanian karena terdapat keberkahan di dalamnya. Selain itu juga dalam bertani bisa memberikan manfaat kepada manusia dan binatang sehingga keseimbangan alam akan tetap terjaga dan kelak di akhirat apa yang dimakan oleh binatang dari hasil pertanian tersebut akan menjadi pahala sodaqah (h.2).

Menurut Mama Sempur, dengan bekerja dan mempunyai kekayaan harta akan mendapatkan paling tidak ada tiga keutamaan, yaitu pertama dapat memberi manfaat kepada saudara, sahabat dan orang-orang di sekelilingnya karena dengan mempunyai kekayaan bisa shadaqah atau pun memberikan upah kepada mereaka.

Kedua terselamatkan dari sikap inkar janji karena orang yang tidak punya uang ketika dalam kondisi terdesak akan berjanji namun janji itu kemudian diingkari karena belum mempunyai uang. Dan keutamaan yang ketiga adalah terhindar dari sikap meminta-minta kepada orang lain. perbuatan tersebut menurut Mama Sempur, merupakan perbuatan yang hina (h.3).

Mama Sempur mengingatkan, sebelum berangkat kerja, hendaknya mempunyai lima niat; affaf (melindungi diri dari mengkonsumsi barang haram), menjaga diri dari meminta-minta kepada orang lain, menjaga diri dari berharap harta orang lain (thoma) apalagi mencuri, dan terakhir adalah melaksanakan kewajiban mengurus keluarga (h.4-5). (Aiz Luthfi)

Keterangan. “Mama” berasal dari kata “rama” dalam bahasa Sunda yang berarti ayah. Hal itu sebagaimana di Jawa yang menyapa tokoh agama dengan “romo”.  . Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib, AlaSantri Sang Pencerah Muslim

Senin, 04 Desember 2017

Lembaga Dakwah NU Garut Resmi Dikukuhkan

Garut, Sang Pencerah Muslim. Bertempat di Pondok Pesantren Al-Futuhat di Kampung Pangauban Desa Dano Kecamatan Leles Kabupaten Garut, Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Garut dan Kecamatan Leles resmi dikukuhkan. Pembaitan pengurus oleh Rais Syuriyah KH Amin Muhyidin dan disaksikan ratusan jamaah pengajian dari setiap kampung.?

Menurut ketua LDNU H Lukmanul Hakim, pembentukan LDNU tergolong dini yakni hanya berkisar 1 minggu. Akan tetapi dengan pembentukan pengurus sekarang pengukuhan pengurus secepatnya dilakukan.?

"Pengukuhan ini menjadi momentum awal bagi kita untuk bekerja secara langsung kepada masyarakat," katanya sesaat setelah melakukan pelantikan, Selasa (26/4).?

Lembaga Dakwah NU Garut Resmi Dikukuhkan (Sumber Gambar : Nu Online)
Lembaga Dakwah NU Garut Resmi Dikukuhkan (Sumber Gambar : Nu Online)

Lembaga Dakwah NU Garut Resmi Dikukuhkan

Menurutnya pelantikan ini juga dilakukan berbarangan dengan peringatan isra’ miraj. "Dengan berbarangan dengan peringatan isra’ miraj kami harapkan ini menjadi hal baik bagi kepengurusan kita," ungkapnya.?

Dede Sulaiman pengembang SDM LDNU menambahkan dirinya ingin cepat bekerja. "Kami ingin cepat bekerja makanya kami langsung menyelengarakan peringatan isra miraj," katanya.?

Sang Pencerah Muslim

Sementara itu Camat Kecamatan Leles Asep Sunandar menyambut baik dengan pengukuhan LDNU Garut dan Leles yang sudah dilantik. Menurutnya dengan pelantikan ini dirinya berharap banyaknya pembinaan masyarakat terutama oleh para ulama.?

"Kami sambut baik pelantikan ini dan kami ucapkan selamat kepada para pengurus yang sudah dilantik," katanya.?

Para pengurus LDNU Garut diantaranya H Lukmanul Hakmi (ketua), K.A Uus Abdurahman (Wakil ketua), Ust Heri Haerudin (Sekertaris), Ahmad Syarifai (Wakil sekertaris), dan H Ahmad Satibi (Bendahara).

Bidang kaderisasi : Cep Badar. Pengembangan SDM : Dede Sulaiman, H Undang. Komunikasi dan informasi : Dindin Daniella, Hendra. Pengkajian : Ustd Alit Kurnia S, Asep Mudakir.

Bidang kaderisasi, Cep Badar. Pengembangan SDM, Dede Sulaiman, H Undang. Komunikasi dan informasi, Dindin Daniella, Hendra. Pengkajian, Ustd Alit Kurnia S, dan Asep Mudakir. (Badhi/Zunus)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib, Pesantren Sang Pencerah Muslim

Rabu, 29 November 2017

Usul Rais ‘Aam Agar NU di Semua Tingkatan Aktif

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Sampai saat ini, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki 34 pengurus wilayah, 439 pengurus cabang, 15 pengurus cabang istimewa, 5.450 pengurus majelis wakil cabang, dan 47.125 pengurus ranting. 

Namun demikian, tidak semua pengurus tersebut menjalankan tugas organisasinya dengan optimal. Ada yang sangat aktif membuat kegiatan dan ada yang kurang aktif. 

Usul Rais ‘Aam Agar NU di Semua Tingkatan Aktif (Sumber Gambar : Nu Online)
Usul Rais ‘Aam Agar NU di Semua Tingkatan Aktif (Sumber Gambar : Nu Online)

Usul Rais ‘Aam Agar NU di Semua Tingkatan Aktif

Terkait hal itu, Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Ma’ruf Amin memiliki solusi agar semua pengurus dari tingkat wilayah hingga ranting bisa aktif. Ia menjelaskan, NU bisa mengembangkan sistem penghargaan dan hukuman bagi tiap-tiap satuan pengurus.

“Dikasih reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) untuk mendorong akselerasi organisasi,” kata Kiai Ma’ruf saat memberikan sambutan dalam acara Tasyakuran Harlah Fatayat NU Ke-67 di Jakarta, Jumat (28/4).

Ia mengusulkan, pengurus wilayah yang aktif akan mendapatkan dua ataupun tiga suara dalam Muktamar. Sedangkan, wilayah yang tidak aktif bisa saja tidak dikasih suara dalam acara pemilihan ketua umum yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama setiap lima tahun sekali. 

Sang Pencerah Muslim

“Pengurus NU di tiap tingkatan ada yang lemah, ada yang kuat. Kita sedang membuat sistem punishment dan reward agar pengurus aktif,” jelas Kiai Ma’ruf.

Penguru-pengurus NU, tegas Kiai Ma’ruf, jangan sampai tidak bergerak dan berdiam diri. Menurutnya, para pengurus tersebut harus digerakkan “Sejak dilantik sampai selesai tidak bergerak-bergerak,” ucapnya. (Muchlishon Rochmat/Fathoni) 

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Pesantren, Habib Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 25 November 2017

Tanyakan Isu-Isu Keislaman dan Demokrasi

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Sebanyak enam orang anggota Parlemen Uni Eropa berkunjung ke PBNU untuk meningkatkan hubungan lebih lanjut dan mendiskusikan perkembangan demokrasi dan dunia Islam di Indonesia, khususnya peran-peran yang dimainkan oleh PBNU pada Jum’at 24/11 di Gd. PBNU.

Beberapa isu penting yang menjadi pembicaraan adalah masalah perda syariah, radikalisme dikalangan umat Islam, dan peran-peran yang dimainkan oleh NU dalam mengembangkan demokrasi di Indonesia.

Tentang perda syariah, Sekjen PBNU Dr. Endang Turmudi mengungkapkan bahwa perda syariah secara resmi diberlakukan di Aceh. Daerah lainnya yang menerapkan perda syariah sebenarnya adalah perda anti maksiat yang timbul karena adanya otonomi daerah yang memungkinkan masing-masing daerah membuat aturan sesuai kondisi lokal daerahnya.

Tanyakan Isu-Isu Keislaman dan Demokrasi (Sumber Gambar : Nu Online)
Tanyakan Isu-Isu Keislaman dan Demokrasi (Sumber Gambar : Nu Online)

Tanyakan Isu-Isu Keislaman dan Demokrasi

“Perda syariat Islam itupun belum disepakati sepenuhnya oleh kalangan umat Islam sendiri karena banyak diantara golongan Islam yang menentangnya,” tandasnya.

PBNU sendiri bersikap untuk tidak setuju dengan perda syariat karena negara kita bukan negara agama. Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dalam pernyataannya beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa yang paling penting adalah menanamkan nilai-nilai Islam, bukan memformalkannya dalam bentuk perda syariat.

Sementara itu berkaitan dengan menguatnya konservatifme Islam di Indonesia, Endang mengungkapkan hal ini disebabkan oleh anak-anak muda Indonesia yang sebelumnya belajar di Timur Tengah. “Mereka membawa nilai-nilai dari Timur Tengah dan berusaha menerapkannya di Indonesia,” tuturnya

Sang Pencerah Muslim

Ketua PBNU Abdul Aziz Ahmad yang turut dalam pertemuan tersebut menambahkan bahwa kondisi ketidakpastian akibat konflik yang melanda di Timur Tengah amat mempengaruhi pemikiran anak muda Indonesia yang belajar di sana. “Hasilnya tentu akan berbeda jika mereka belajar di Eropa atau Australia,” tegasnya.

Hal tersebut juga ditanggapi oleh Wasekjen PBNU Ir. Iqbal Sullam yang mengatakan bahwa dalam mencapai demokrasi, dunia Barat juga mengalami perjuangan yang berdarah-darah dan kondisi Balkan yang merupakan bagian dari Eropa belum sepenuhnya kondusif. “Kita masih sama-sama belajar dan bisa juga nilai-nilai dari Indonesia yang dapat diambil untuk mengembangkan demokrasi di Barat,” tegas Iqbal.

Sang Pencerah Muslim

Berkaitan dengan demokrasi di NU, Endang menjelaskan bahwa NU bukan merupakan organisasi politik dan menghargai pilihan-pilihan warganya untuk mendirikan partai politik atau memiliki afiliasi politik tertentu.

Anggota parlemen Eropa yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Hartmut Nassauer dari Jerman, Bert Doorn dari Belanda, Alojz Peterle dari Slovenia, Robert Goebbels dari Luxemburg, Barbara Weiler dari German, Jules Maaten dari Belanda. Mereka merupakan anggota dari berbagai komite seperti komite kebebasan sipil, komite perlindungan konsumen, komite  hubungan luar negeri, komite lingkungan, kesehatan publik dan keamanan makanan.

Sementara itu PBNU diwakili oleh Sekjen PBNU Endang Turmudi, Ketua PBNU Abdul Aziz Ahmad dan Wakil Sekjen PBNU Iqbal Sullam. Pertemuan berlangsung sekitar 1 jam, mulai pukul 10.00-11.00 WIB. (mkf)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Ubudiyah, Habib, Kyai Sang Pencerah Muslim

Senin, 20 November 2017

Yudi Latif: Pancasila Obat Peredam Ketegangan Sosial

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif menegaskan, Pancasila bisa menjadi peredam dan pengantisipasi terhadap ketegangan-ketegangan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.

“Sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) mengantisipasi bahwa ketegangan sosial bisa muncul karena perbedaan agama,” kata Yudi di Hotel Kartika Chandra Jakarta, Kamis (19/10).

Yudi Latif: Pancasila Obat Peredam Ketegangan Sosial (Sumber Gambar : Nu Online)
Yudi Latif: Pancasila Obat Peredam Ketegangan Sosial (Sumber Gambar : Nu Online)

Yudi Latif: Pancasila Obat Peredam Ketegangan Sosial

Sila kedua mengantisipasi ketegangan sosial yang terjadi karena globalisme dan lokalisme. Sila ketiga mengantisipasi ketegangan sosial yang terjadi akibat perbedaan suku, etnik, bahasa, dan budaya di seluruh Indonesia. Sila keempat meredam ketegangan yang timbul akibat perbedaan pilihan politik.

“Sila kelima mengantisipasi bahwa ketegangan sosial sangat mungkin terjadi akibat kesenjangan sosial,” ucapnya.

Sang Pencerah Muslim

Maka dari itu, ia menilai bahwa Pancasila semakin relevan dengan zaman yang ada. Zaman dimana sekat-sekat sudah tidak ada lagi batasannya sehingga ketegangan sosial akan sangat mungkin terjadi kalau tidak dibatasi dan diantisipasi.?

Meski demikian, Yudi sadar bahwa saat ini kesenjangan sosial di Indonesia begitu menganga. Ada jarak yang begitu jauh antara yang kaya dan yang miskin. Oleh karena itu, kesenjangan inilah yang seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah.

Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Dengan kata lain, Indonesia menempati urutan keempat terbawah dalam urusan kesenjangan sosial. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Habib, Kiai, Kajian Sang Pencerah Muslim

Selasa, 07 November 2017

Cak Nun: “Ruwatan” Bagian dari Ajaran Islam

Semarang, Sang Pencerah Muslim. Budayawan asal Jombang, Jawa Timur, Emha Ainun Nadjib bersama Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Walisongo Semarang meresmikan “Ruwatan” sebagai bagian dari ajaran Islam yang diambil dari al-Quran dan Hadits.

"Ruwatan bukan sebagai budaya Hindu-Budha melainkan sebagai bagian dari ajaran al-Quran yang dijalankan oleh umat Islam. Ruwatan juga bukan asal usul kebatilan maupun bidah melainkan ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an," ucap Cak Nun, sapaan akrabnya.

Cak Nun: “Ruwatan” Bagian dari Ajaran Islam (Sumber Gambar : Nu Online)
Cak Nun: “Ruwatan” Bagian dari Ajaran Islam (Sumber Gambar : Nu Online)

Cak Nun: “Ruwatan” Bagian dari Ajaran Islam

Istilah "ruwatan" sebagai budaya Hindu-Budha ditolak oleh budayawan berusia 60 tahun itu. Hal itu dikatakanya dalam Guyub Rukun Bareng Cak Nun Jilid 3, di halaman Ma’had Walisongo, Kampus II IAIN Walisongo Semarang, belum lama ini.

Sang Pencerah Muslim

Ia  menjelaskan, ajaran ruwatan tidak sekedar dilestarikan saja, melainkan juga harus tamasyuk dibumikan. Hal itu sesuai dengan istilah KH Fadlan Musyafak selaku pengasuh Ma’had Walisongo ruwatan ialah harokatut tamasyuk bis tsaqafah wal hadloroh al Indonesiyah.

Sang Pencerah Muslim

Menanggapi kelompok yang mentafsirkan ruwatan sebagai bidah dholalah pihaknya menolak. "Keliru dan salah bila mengartikan istilah ruwatan sebagai bidah. Sebab bidah ada yang diperbolehkan dan dilarang dalam hukum syara’. Tamasyuk merupakan bidah khasanah yang harus dijaga dan dibumikan," beber suami Novia Kolopaking.

Ia mengajak Jamaah Maiyah yang hadir agar tidak memaknai ruwatan secara menyeluruh. Sebab lanjutnya suatu ajaran yang diturunkan dari langit ke bumi adalah sesuatu ketentuan, anjuran, perintah yang sudah baku dan permanen lebih dari itu ada pula ibadah atau kebaikan yang bermula dari bumi ke langit yang tidak ada dalil larangannya.

Bagian anjuran yang dibolehkan ajaran agama, kata penerima penghargaan Satyalancana kebudayaan tahun 2010 itu, ibadah dibagi menjadi 2 yang diperintahkan dan dilarang sesuai ketentuan Aluran. 

Pertama, ibadah melalui jalur vertikal antara makhluk dengan sang pencipta yang sudah tidak bisa ditawar dan menjadi ketentuan baku. Kedua, sambungnya ibadah melalui jalur horizontal, yakni hubungan ibadah dengan alam, sesama makhluk semisal ruwatan yang merupakan kebudayaan dari ajaran Islam yang patut dijalankan dan dijaga. 

Redaktur    : Mukafi Niam

Kontributor: Syaiful Mustaqim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim RMI NU, Kajian, Habib Sang Pencerah Muslim

Senin, 06 November 2017

Nusron: Presiden Akan Hadiri Kongres XV Ansor di Yogyakarta

Tangerang, Sang Pencerah Muslim. Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid, di Tangerang, Banten, menyatakan Presiden RI ke-7 Joko Widodo akan menghadiri Kongres XV GP Ansor di Ponpes Sunan Pandanaran, Yogyakarta, 25-28 November mendatang.

Nusron: Presiden Akan Hadiri Kongres XV Ansor di Yogyakarta (Sumber Gambar : Nu Online)
Nusron: Presiden Akan Hadiri Kongres XV Ansor di Yogyakarta (Sumber Gambar : Nu Online)

Nusron: Presiden Akan Hadiri Kongres XV Ansor di Yogyakarta

"Insya Allah beliau akan hadir kendati tidak saat pembukaan, namun di akhir kongres," ujar Kepala BNP2TKI itu pada kegiatan Pra Kongres XV Regional I (Sumatera, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Barat) Gerakan Pemuda Ansor, Sabtu (7/11).

Pembukaan kongres organisasi pemuda Nahdlatul Ulama (NU) ini, menurut dia, akan diisi dengan mujahadah. Rencananya bakal menghadirkan Habib Syech.

Sang Pencerah Muslim

Acara Pra Kongres bertema "Menjaga Keutuhan Bangsa Memperkuat Kedaulatan Negara dan Meluhurkan Nilai Kemanusiaan" itu mengundang 14  pimpinan wilayah dan 159 pimpinan cabang, dan merupakan kegiatan kedua. Kegiatan Pra Kongres pertama di Makkasar diikuti 86 pimpinan cabang dan 9 pimpinan wilayah, totalnya 95.

Sang Pencerah Muslim

Sabtu itu dibahas hal-hal yang berpotensi merepotkan di kongres. "Kita selesaikan hal yang akan menyulitkan di kongres hari ini agar kongres kita tidak semrawut. Kongres Ansor kita buat gayeng (semarak menyenangkan) saja, nanti ditutup dengan pagelaran wayang kulit," kata dia. (Gatot Arifianto/Mahbib)



Foto: Presiden RI Joko Widodo

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib Sang Pencerah Muslim

Senin, 30 Oktober 2017

PBNU Sesalkan Pernyataan Wapres Soal Iran

Malang, Sang Pencerah Muslim

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sangat menyesalkan pernyataan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa negara-negara di Timur Tengah (Timteng) tak mempersoalkan sikap Indonesia yang mendukung sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) terhadap Iran terkait program nuklirnya.

“Sulit dicari negara Arab yang netral, sedangkan ulama adalah kelompok idealis yang dengan negaranya sendiri sering tidak cocok. Di Indonesia sendiri, antara pemerintah dan ulamanya berbeda,” ungkap Ketua Umum PBNU Dr KH Hasyim Muzadi di di Kediamannya di Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, Ahad (2/4).

Wapres Kalla, usai menjalankan ibadah umroh di Mekkah, Jumat (30/3) lalu, mengatakan, beberapa negara di Timteng yang ditemuinya merespon positif sikap Indonesia yang mendukung resolusi DK PBB nomor 1747 terkait pengayaan uranium Iran. Hal itu, menurut Wapres, sama sekali tak diduga oleh pemerintah Indonesia.

PBNU Sesalkan Pernyataan Wapres Soal Iran (Sumber Gambar : Nu Online)
PBNU Sesalkan Pernyataan Wapres Soal Iran (Sumber Gambar : Nu Online)

PBNU Sesalkan Pernyataan Wapres Soal Iran

Namun demikian, pernyataan itu dibantah oleh Hasyim. Ia menilai ada negara-negara di Timteng yang justru merasa senang dengan sanksi yang dijatuhkan DK PBB terhadap Iran. Hal itu terjadi karena adanya kepentingan, pertimbangan praktis, politis dan ekonomis. “Karena itulah, negara-negara Arab tidak pernah menang,” tandasnya.

Presiden World Conference on Religion for Peace itu menegaskan, akibat dukungan pemerintah RI atas resolusi DK PBB, pihaknya sempat diprotes dari ulama dan tokoh agama di Timur Tengah. Mereka menyesalkan sikap pemerintah, karena Indonesia sebenarnya diharapkan menjadi penengah berbagai konflik, terutama di Timteng.

 

Sang Pencerah Muslim

“Saya tidak mengatakan Indonesia dijauhi negara Timteng, tapi dipertanyakan ulama-ulamanya. Kalau Wapres mendapat dukungan dari Libanon, karena Libanon adalah negara ‘unik multisektarian’ mungkin saja yang ketemu itu tidak suka terhadap Iran,” tutur Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu.

Doktor Kehormatan bidang Peradaban Islam itu hingga kini masih kecewa dengan sikap pemerintah Indonesia soal nuklir Iran. Padahal, NU sebenarnya berharap agar Indonesia mengambil posisi lebih tinggi dari negara-negara di Timur Tengah yang bertikai. ”Harapan saya terhadap Indonesia ternyata terlalu tinggi. Ternyata kita masih kelas masih ‘inlander’,” pungkasnya. (rif)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Olahraga, Ubudiyah, Habib Sang Pencerah Muslim

Jumat, 20 Oktober 2017

Bendung Terorisme, FKPT Galang Dukungan Masyarakat

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Radikalisme dan terorisme merupakan dua hal yang berbeda. Radikalisme adalah satu pemikiran yang radic, mendasar dan mengakar. Berbeda halnya dengan teror yang merupakan satu cara mencapai tujuan untuk menekan pemerintah terkait sejumlah agenda politik dengan cara kekerasan. Baik melalui bom maupun cara-cara lain yang mengandung unsur kekerasan.

Sekretaris Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi DKI Jakarta Agus Riyanto mengatakan hal tersebut kepada Sang Pencerah Muslim di sela-sela sosialisasi hasil penelitian “Radikal-Terorisme pada Tokoh Pemuda Islam dan Remaja Masjid”. Acara tersebut dihelat di gedung serbaguna Menza Jalan Salemba Raya (Komp SMA 68) No 18, Jakarta Pusat, Sabtu (24/1).

Bendung Terorisme, FKPT Galang Dukungan Masyarakat (Sumber Gambar : Nu Online)
Bendung Terorisme, FKPT Galang Dukungan Masyarakat (Sumber Gambar : Nu Online)

Bendung Terorisme, FKPT Galang Dukungan Masyarakat

“Nah, domain kami sebagai pengurus FKPT itu terkait terorisme, yakni pemikiran yang mengajak orang untuk melakukan teror. Dan itu menjadi konsen kami di organisasi ini,” tegasnya.

Sang Pencerah Muslim

Menurut Agus, sebelumnya FKPT melakukan penelitian terhadap lima domain, yakni remaja masjid, pemuda Islam, tokoh Islam, tokoh majlis agama, dan tokoh adat informal. Kegiatan sosialisasi tersebut merupakan bagian dari rangkaian penelitian yang dilakukan selama dua bulan, November-Desember 2014.

Sang Pencerah Muslim

“Kegiatan ini disampaikan kepada masyarakat agar mendapat feed back dari mereka, sehingga hasil penelitian ini lebih baik,” paparnya.

Selain itu, lanjut Agus, kegiatan tersebut sekaligus merupakan upaya menggalang dukungan masyarakat terkait pencegahan terorisme di wilayah Provinsi DKI Jakarta. “Penelitian ini sesungguhnya hendak mengetahui sejauhmana potensi di lingkungan yang diteliti,” ungkapnya.

Acara ini merupakan kerja sama dengan Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) DKI Jakarta. Di tempat terpisah, Ketua Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPP SDM) BKPRMI Jakarta Hamry Gusman Zakaria mengajak para pemuda, khususnya Nahdliyin, untuk aktif di masjid dan majlis ta’lim.

“Kami mengajak genenasi muda Nahdliyin untuk ambil bagian dalam kampanye melawan terorisme. Hal ini kita lakukan untuk membendung radikalisme atas nama agama,” tegasnya.

Acara tersebut diikuti puluhan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Raudlatul Athal (RA), dan Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) dari lima wilayah kotamadya se-DKI Jakarta. (Musthofa Asrori/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 14 Oktober 2017

Santri Al-Tsaqafah Raih Juara I Science Fair Se-Banten dan Jabodetabek

Jakarta, Sang Pencerah Muslim?

Santri MA Al-Tsaqafah Ciganjur Jakarta Selatan menorehkan prestasi membanggakan pada perhelatan Kompetisi MIPA dan Sosial (KOMIPAS) ke-16 tingkat SMA se-Banten dan Jabodetabek yang diselenggarakan oleh SMA Negeri 2 Kota Tangerang. Tim MA Al-Tsaqafah yang diwakili oleh Rifqoh Rofiqotul Munawaroh, Muhammad Hazwan Iftiqar, dan Abdul Muhyi berhasil meraih juara pertama pada kategori "Science Fair".

Santri Al-Tsaqafah Raih Juara I Science Fair Se-Banten dan Jabodetabek (Sumber Gambar : Nu Online)
Santri Al-Tsaqafah Raih Juara I Science Fair Se-Banten dan Jabodetabek (Sumber Gambar : Nu Online)

Santri Al-Tsaqafah Raih Juara I Science Fair Se-Banten dan Jabodetabek

Pada ajang yang berlangsung Sabtu (23/4) lalu itu, mereka mendemonstrasikan hasta karyanya yang diberi nama Lampu Alarm Santri. Menurut Muhyi, siswa Kelas X asal Indramayu, kreasi ini terilhami oleh aktivitas para ustadz yang membangunkan santri-santri setiap pagi untuk menunaikan salat subuh berjamaah. Alat kreasinya terbilang sangat sederhana. Hanya terdiri dari lampu, dinamo, kabel, stop kontak, kenop lampu, bekas botol air mineral, tirisan minyak, dan paku.

"Cara kerjanya juga sama, sangat sederhana. Setelah materi tadi dirangkai dan teraliri setrum listrik, secara otomatis alarm yang terbuat dari rangkaian paku tadi akan menimbulkan bunyi bising sekaligus membuat lampu alarm menyala," terang Rifqoh, siswi kelas X asal Indramayu.

Keberhasilan ini disambut gembira oleh Kepala Sekolah MA sekaligus Kepala Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, H Idris Soleh. "Raihan prestasi ini merupakan bukti bahwa MA Al-Tsaqafah mampu memadukan kurikulum nasional dan kurikulum pondok pesantren dengan baik sehingga dapat saling melengkapi," ujarnya seraya menyampaikan rasa terima kasih secara khuaus kepada para pembimbing ajang tersebut serta para guru secara umum.

"Kami sangat bangga dengan hasil yang kami raih ini. Meskipun kami selalu berkutat dengan kitab kuning, namun itu bukan hambatan untuk mengembangkan diri dalam dunia sains dan teknologi. Semoga karya kami bermanfaat. Dan tak lupa kami akan terus berusaha mengharumkan pesantren dan sekolah pada kesempatan yang lain," tutup Hazwan siswa kelas X asal Riau yang sekaligus menjadi ketua tim sains MA Al-Tsaqafah. (Shofwan/Fathoni)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Olahraga, Habib Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim

Kamis, 12 Oktober 2017

Menko Kesra Resmikan Kawasan Makam Presiden Gus Dur

Jombang, Sang Pencerah Muslim. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono meresmikan kawasan Makam Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid. Pembangunan kawasan makam Gus Dur ini yang menelan biaya sekitar Rp 180 miliar ditargetkan selesai tahun 2013 mendatang.

Agung mengatakan, peresmian fasilitas kawasan makam Gus Dur baru tahap awal, karena beberapa pembangunan seperti museum, tempat parkir belum selesai. “Ini peresmian awal, beberapa pengembangan fasilitas di lingkungan makam yang berada dikomplek PP Tebuireng Jombang yang sudah selesai,” ujarnya, Ahad (10/6).

Menko Kesra Resmikan Kawasan Makam Presiden Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)
Menko Kesra Resmikan Kawasan Makam Presiden Gus Dur (Sumber Gambar : Nu Online)

Menko Kesra Resmikan Kawasan Makam Presiden Gus Dur

Beberapa fasilitas yang telah selesai pembangunannya diantaranya, tempat dzikir peziarah, ruang makan, peginapan, sanitasi serta akses jalan. “Utamanya adalah untuk kepentingan peziarah agar tidak mengganggu aktifitas santri dalam proses belajar dan mengaji,” imbuhnya yang diamini pengasuh PP Tebuireng KH Shalahudin Wahid yag juga adik Gus Dur.

Sang Pencerah Muslim

Menkokesra menambahkan, pembangunan kawasan makam ini dibiayai secara bersama sama antara pemerintah daerah kabupaten Jombang, propinsi Jawa Timur dan pemerintah pusat juga bantuan dari masyarakat. Anggaran yang direncanakan adalah Rp 180 miliar.

”Diantaranya untuk pembangunan museum, tempat parkir, sanitasi dan untuk pembebasan lahan. Sedangkan untuk makam Gus Dur sendiri permintaan keluarga tidak boleh dirubah,” tandas Menteri asal Partai Golkar ini.

Sang Pencerah Muslim

Sementara itu, dari pantauan di lokasi, bangunan anyar yang telah berdiri adalah bangunan memanjang bertingkat berada disebelah timur areal makam, bangunan untuk dzikir ini diperkirakan panjangnya 50 meter, disamping tempat yang telah ada sebelumnya. Disebelah utara makam kini berdiri bangunan bertingkat megah yang rencananya untuk penginapan dan ruang makam peziarah serta sanitasi.?

“Ini yang sudah diselesaikan, tempat ini semuanya untuk peziarah,” tandas Gus Sholah.?

Redaktur ? : Mukafi Niam

Kontributor: Muslim Abdurrahman

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Pahlawan, Nahdlatul Ulama, Habib Sang Pencerah Muslim

Jumat, 15 September 2017

Menjawab Kontroversi Acara Tahlilan

Membicarakan tahlil sama saja membicarakan ketidaksepahaman antara orang NU dan orang-orang yang tidak setuju dengan acara tahlilan. Ada sebagian orang menganggap acara tahlilan itu sesat dan bahkan haram menurut mereka. Tentu mereka memiliki alasan tersendiri menurut apa yang mereka pelajari dan mereka pahami dalam persoalan agama dan tradisi. Tanpa dalil tentu mereka tidak akan berani mengharamkan bahkan mengkafirkan pelakunya (Nahdliyyin) sebagai subjek dari acara tahlilan itu.

Kelompok yang anti tahlil kerap menuduh tahlil sebagai bid’ah karena sebagai warisan tradisi agama pra-Islam di Jawa, yaitu Budha dan Hindu, sehingga praktek tahlil hukumnya haram dilakukan karena menyerupai dengan tradisi agama lain. Tuduhan ini dilakukan sebagaimana ketika mereka mengharamkan perayaan maulid nabi Muhammad Saw. karena menyerupai perayaan kelahiran dalam agama lain, yaitu perayaan Natal (Kristen) (Hal. 15).

Menjawab Kontroversi Acara Tahlilan (Sumber Gambar : Nu Online)
Menjawab Kontroversi Acara Tahlilan (Sumber Gambar : Nu Online)

Menjawab Kontroversi Acara Tahlilan

Pandangan yang serba membuat kesamaan antara tradisi Islam dengan tradisi non-Islam ini beranggapan jika bukan orang Islam yang melakukan pertama kali, berarti itu bid’ah sesat, haram, bahkan kafir jika dilakukan oleh orang Islam. Perlu juga diingat bahwa budaya sarungan itu bukan budaya Islam. Pada masa nabi Muhammad Sawa. tidak ada. Budaya sarungan umat Islam yang cuma di Indonesia. Itu pun juga berangkat dari budaya agama Hindu yang ada di Indonesia. Anggap saja orang Madura yang kentara dengan budaya sarungnya, dan lihat agama nenek moyang orang Madura sebelum Islam datang, tak lain mayoritas menganut Hindu.

Sang Pencerah Muslim

Begitu pula dengan budaya celana yang sudah banyak digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Tempo dulu budaya memakai celana di kalangan Islam Indonesia haram. Hal tersebut dengan suatu dalil dan alasan bahwa orang yang menyerupai suatu, maka mereka merupakan bagian dari mereka. Karena dianggap menyerupai dengan orang Belanda atau Jepang yang beragama non-Islam, maka memakai celana diharamkan. Itu semua merupakan buah dari fanatisme dalam beragama yang mengekang dan mempersulit hidupnya sendiri. Baru ketika mereka sadar bahwa memakai celan itu penting, pengharaman lambat laun menyusut dan rata-rata kiai memakai celana.

Diakui atau tidak, latar belakang tahlil itu memang awalnya merupakan budaya masyarakat Indonesia yang beragama non-Islam sebelum Islam masuk ke Nusantara ini. Namun karena di satu sisi nabi Muhammad Saw. khususnya Islam sendiri yang memiliki sifat menghargai (toleran), maka ekspansi Islam tidak dengan cara merusak dan meniadakan apa yang telah menjadi tradisi masyarakat non-Islam sebelumnya (Hal.10). Namun, upaya ekspansi Islam ini dengan fleksibelitasnya mampu mengislamkan orang Nusantara ini dengan mudah dan tanpa kekerasan apapun. Tentunya kelenturan dan cara beradaptasi baik yang dijadikan senjata ampuh oleh penyebar Islam tempo dulu.

Sang Pencerah Muslim

Secara historis, keberadaan tahlil adalah salah satu wujud keberhasilan islamisasi terhadap tradisi-tradisi masyarakat Indonesia pr-Islam. Tradisi masyarakat Indonesia ketika ada orang meninggal dunia adalah berkumpul di rumah duka pada malam hari untuk berjudi, mabuk-mabukan dan sebagainya. Lambat laun seiring dengan Islam yang mulai menyentuh mereka, acara tersebut diisi dengan nilai-nilai keislaman yang dapat mendatangkan manfaat kepada orang yang meninggal dunia, keluarga duka, serta masyarakat secara umum. Dari sini kemudian tradisi tahlilan berkembang luas di tengah masyarakat seperti yang diamalkan oleh masyarakat saat ini (Hal. v).

Tradisi kumpul-kumpul yang dilakukan oleh masyarakat non-Islam dulu itu tidak dirusak dan tidak disuruh bubar begitu saja oleh penyebar agama Islam dahulu. Jika sebaliknya yang terjadi, maka entah seperti apa lagi Islam di mata masyarakat non-Islam dahulu hingga sekarang. Maka dari itu, masyarakat non-Islam yang berkumpul ketika ada acara kematian itu diubah melalui pendekatan pengaplikasian dengan nilai-nilai keislaman sebagai dakwah yang paling jitu dan tidak harus merusak yang sudah ada. Hingga akhirnya acara itu bernilai sebagaimana yang diamanatkan oleh syariat Islam.

Buku Tahlil Bid’ah Hasanah ini tak lain merupakan rasionalisasi dan penalaran dengan menggunakan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan al-Hadits mengenai acara tahlilan yang sering diharamkan oleh kalangan non-Nahdliyyin. Pemantapan pemahaman mengenai tradisi, kedamaian, dan eksistensi Islam itu sendiri disuguhi dengan beraneka dalil yang cukup jelas. Bagi mereka yang mengerti metode penyebaran Islam, silakan melihat sejarah tentang penyebaran Islam dan bagaimana Islam ketika itu. Tentunya dengan sifatnya yang fleksibel Islam mampu masuk ke Indonesia. Dengan fleksibelitasnya pula penyebaran Islam di Nusantara ini tidak harus banyak menumpahkan darah seperti.

Judul: Tahlil Bidah Hasanah Berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah

Penulis: Muhammad Ma’ruf Khozin

Penerbit: Muara Progresif

Cetakan: I, Juli 2013

Tebal: xviii + 190 hlm. 12 x 17.5 cm

ISBN: 978-602-17206-6-0

Peresensi: Junaidi Khab, santri Pesantren Al-in’am Pajagungan Banjar Timur Gapura Sumenep Madura.?

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote, Habib Sang Pencerah Muslim

Senin, 21 Agustus 2017

Enak Zaman Soeharto atau Jokowi? Jawaban Kakek Ini Bikin Ngakak

Hingga sekarang masyarakat Indonesia masih membanding-bandingkan kualitas hidup dari Presiden satu ke Presiden lain. Poster bergambar Soeharto dengan tulisan “Piye kabare, penak zamanku toh?” (bagaimana kabarnya, enak zamanku kan?) sering ditemukan menempel di dinding publik, baik di tembok hingga bagian belakang truk.

Perbedaan ini dirasakan oleh kakek Lasimin. Suatu ketika kakek berusia 70 tahun yang tinggal di Banyumas, Jawa Tengah ini ditanya oleh seorang pemuda kampung bernama Zaenal.?

Enak Zaman Soeharto atau Jokowi? Jawaban Kakek Ini Bikin Ngakak (Sumber Gambar : Nu Online)
Enak Zaman Soeharto atau Jokowi? Jawaban Kakek Ini Bikin Ngakak (Sumber Gambar : Nu Online)

Enak Zaman Soeharto atau Jokowi? Jawaban Kakek Ini Bikin Ngakak

Zaenal melontarkan sebuah pertanyaan mengenai perbedaan hidup di zaman Presiden Soeharto dengan era Presiden Jokowi saat ini. Obrolan ringan ini berlangsung di sebuah dipan di depan rumah kakek Lasimin yang terlihat begitu sejuk dan rindang karena berada di bawah Pohon Jambu.

“Kek, kalau kakek rasakan, enak zaman siapa sih, Soeharto atau Jokowi,” tanya Zaenal to the point.

“Yo jelas enakan zaman Soeharto toh,” jawab kakek Lasimin sambil menyungging senyum hingga gigi ompongnya terlihat.

“Kenapa kek?”

Sang Pencerah Muslim

“Soalnya di zaman Soeharto, istriku masih muda dan seger.” Geerrrrr....muncul dari mulut Zaenal. (Fathoni Ahmad)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim News, Pertandingan, Habib Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock