Tampilkan postingan dengan label Quote. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Quote. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 Februari 2018

PP LAZIS NU Jalin Kerjasama dengan PT Nutrifood Indonesia

Jakarta, Sang Pencerah Muslim

Pengurus Pusat Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS NU) menjalin kerjasama dengan PT Nutrifood Indonesia yang menjadi produsen susu Hilo Soleha. Perseroan terbatas yang beralamat di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta itu bermaksud mengadakan program donasi bertajuk "Penuhi Panggilanmu, Bagilah Sesamamu."

Surat perjanjian kerjasama ditandatangani di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (5/2), oleh Prof Dr KH Fathurrahman Rauf selaku Ketua PP LAZIS NU dan Nina Agustriana yang bertindak sebagai Brand Manager Divisi Tropicana Slim yang selanjutnya disebut Nutrifood.

PP LAZIS NU Jalin Kerjasama dengan PT Nutrifood Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)
PP LAZIS NU Jalin Kerjasama dengan PT Nutrifood Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)

PP LAZIS NU Jalin Kerjasama dengan PT Nutrifood Indonesia

Dalam surat perjanjian disebutkan, Nutrifood berhak menggunakan logo LAZIS untuk keperluan promosi program dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan LAZIS di seluruh Indonesia meliputi kegiatan edukasi, direct selling dan pemberian free sampling.

Sang Pencerah Muslim

Sementara dalam program "Penuhi Panggilanmu, Bagilah Sesamamu" itu LAZIS akan mengelola sumbangan sebesar Rp 500,- dari setiap penjualan 1 dus Hilo Soleha selama periode program.

Sang Pencerah Muslim

Kerjasama itu PP LAZIS NU dengan PT Nutrifood Indonesia itu berlaku efektif mulai 10 Januari hingga 10 April 2008 mendatang.

Ketua PP LAZIS NU Fathurrahman Rauf usai penandatangan mengatakan, kerjasama bisa diteruskan bahkan diperluas untuk produk-produk Tropicana Slim yang lainnya. "Ini akan menjadi kerjasama yang baik untuk kebaikan bersama," katanya. (nam)Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Internasional, Makam, Quote Sang Pencerah Muslim

Pesantren Peninggalan Kiai Siraj Kini Sepi Santri

Solo, Sang Pencerah Muslim. Tak jauh dari kantor PCNU Surakarta di Jalan Panularan Solo, JawaTengah, kira-kira 200 meter ke arah selatan, terdapat sebuah pesantren. Nama pesantren terpampang jelas di tembok berwarna hijau, “Pondok Pesantren As-Siraj”.

Pesantren Peninggalan Kiai Siraj Kini Sepi Santri (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren Peninggalan Kiai Siraj Kini Sepi Santri (Sumber Gambar : Nu Online)

Pesantren Peninggalan Kiai Siraj Kini Sepi Santri

Saat Sang Pencerah Muslim berkunjung ke pesantren yang memiliki bangunan bertingkat empat tersebut belum lama ini, suasana pesantren terlihat sangat sepi. Tak lama seorang kakek menyambut kedatangan kami.

“Pondok ini hampir sudah 4 tahun vakum, sekarang hanya tinggal 4 santri, tapi 2 orang sudah lulus,” ungkap kakek yang bernama Mujab Shoimuri (73) itu.

Sang Pencerah Muslim

Mujab kemudian berkisah tentang riwayat pondok As-Siraj ini. “Pesantren ini dibangun Mbah Siraj (Kiai Ahmad Siraj Umar), kakek saya. Pada awalnya hanya sebuah gedhek. Kemudian setelah Mbah Siraj wafat tahun 1961, pesantren diasuh oleh ayah saya Kiai Shoimuri,” kenangnya.

Sang Pencerah Muslim

Pada zaman dulu, Pesantren As-Siraj sangatlah ramai, begitu pula dengan lingkungan di sekitar pesantren. Sebab, selain karena ketokohan Kiai Siraj, di sekitarnya juga terdapat berbagai lembaga pendidikan terkenal seperti Pesantren Jamsaren, Al-Islam, Mambaul Ulum dan lain sebagainya.

“Sesudah KH Shoimuri wafat, pondok diasuh oleh adik saya, KH Mubin Shoimuri. Saat dipegang Mubin kemudian tempat ini dibangun rumah dan pondok yang bagus. Santri lambat laun juga bertambah banyak, kalau bulan puasa bahkan ada sekitar 200 santri yang ikut mengaji di sini. Semuanya dicukupi mulai dari makan, pakaian dan lain-lain,” terangnya.

Kiai Mubin mengasuh pondok sampai akhirnya dia wafat pada tahun 2007. Sebagai catatan, Kiai Mubin juga pernah mengemban amanah sebagai Ketua Tanfidziyah PCNU Surakarta 2003-2008.

Setelah KH Mubin meninggal, satu persatu santri yang lulus meninggalkan pesantren. Entah bagaimana persoalannya, namun pada akhirnya kondisi pesantren menjadi sepi.

Di akhir pertemuan kami, Mujib masih menyimpan harapan untuk masa depan pesantren ini. “Semoga dapat kembali seperti dulu,” tuturnya singkat. (Ajie Najmuddin/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Kajian Islam, Quote Sang Pencerah Muslim

Rabu, 14 Februari 2018

Jelang Peringatan Hari Santri, Lafadz Allah Terlihat di Halaman MA An-Nawawi Berjan

Purworejo, Sang Pencerah Muslim. Ada penampakan yang tak biasa dari sebuah foto dokumentasi milik Madrasah Aliyyah (MA) An-Nawawi, Berjan, Purworejo, Jawa Tengah. Penampakan itu adalah pola genangan air yang membentuk lafadz Allah dalam bahasa Arab.

Jelang Peringatan Hari Santri, Lafadz Allah Terlihat di Halaman MA An-Nawawi Berjan (Sumber Gambar : Nu Online)
Jelang Peringatan Hari Santri, Lafadz Allah Terlihat di Halaman MA An-Nawawi Berjan (Sumber Gambar : Nu Online)

Jelang Peringatan Hari Santri, Lafadz Allah Terlihat di Halaman MA An-Nawawi Berjan

Dikonfirmasi Sang Pencerah Muslim, Muslikhin Madiani selaku kepala sekolah menuturkan, bahwa penampakan lafadz Allah sama sekali bukan hasil editing atau rekayasa. 

"Fenomena ini benar-benar ada secara alami. 100 persen tak ada rekayasa. Subhanallah," terang pria yang juga Wakil Ketua PCNU Purworejo ini.

Lebih lanjut ia menuturkan, foto itu diambil Selasa (17/10) pagi pada upacara pengukuhan pengurus OSIS periode 2017-2018. Namun penampakan lafadz Allah tersebut baru diketahui pada Rabu (18/10).

Dengan adanya fenomena tak biasa menjelang hari santri ini, Muslikhin berharap menjadi motivasi tersendiri bagi para guru dan siswa-siswi yang mayoritas santri.

Sang Pencerah Muslim

"Walaupun ini (bisa dikatakan) suatu kebetulan, tapi tetap memiliki makna religius. Semoga siswa-siswi semakin dekat kepada Allah SWT," pungkasnya. (Ahmad Naufa/Fathoni)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote, Berita, Tokoh Sang Pencerah Muslim

Jumat, 09 Februari 2018

Tradisi Bermazhab di Masa Sahabat

Oleh Ahmad Nur Kholis



Dalam bidang pengambilan hukum agama, Nahdlatul Ulama sejak awal, bahkan sejak sebelum berdirinya telah memilih model pendekatan bermazhab. Di mana pemahaman terhadap agama Islam dilakukan dengan cara mengikuti apa yang telah dirumuskan para ulama terdahulu yang diyakini memiliki kemampuan untuk menggali sendiri hukum dari Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini adalah dalam rangka menjaga pemahaman Islam relatif sama dengan apa yang dipahami para ulama salaf.

Tradisi Bermazhab di Masa Sahabat (Sumber Gambar : Nu Online)
Tradisi Bermazhab di Masa Sahabat (Sumber Gambar : Nu Online)

Tradisi Bermazhab di Masa Sahabat

Selain itu, pendekatan pemahaman semacam ini didasarkan pula pada realitas masyarakat Islam di masa para sahabat dan bahkan di masa Rasulullah sendiri.

KH M Tholchah Hasan mengutip dari Al-Amidi memaparkan bahwa sejak zaman sahabat dan tabiin, orang-orang awam selalu bertanya masalah hukum agama (Islam) kepada ulama mujtahid waktu itu. Dan para ulama mujtahid tersebut memberikan jawaban (fatwa) kepada orang awam yang bertanya tanpa menyebutkan dalil-dalilnya yang dipakai dasar fatwanya. Ulama-ulama pada waktu itu tidak menentang cara yang demikian. Kenyataan ini dapat dipandang sebagai ijma’ (kesepakatan) mereka, bahwa orang awam boleh mengikuti fatwa ulama meskipun tidak mengetahui dalil-dalil yang dipakainya sebagai dasar fatwa tersebut.

Sang Pencerah Muslim

Realitas kehidupan keagamaan umat Islam di Hijaz pada zaman sahabat juga menunjukkan adanya mazhab yang berbeda-beda. Cukup lama masyarakat Islam Hijaz mengikuti fatwa atau mazhab Ibnu’ Umar radliyallahu ‘anh, sebagaimana halnya masyarakat Islam Irak cukup lama mengikuti mazhab Ibnu Mas’ud.

Demikianlah, alasan mengapa Ahlussunnah wal Jamaah memilih cara bermazhab sebagai pendekatan dalam memahami agama Islam. Pada saat ini, ada 4 (empat) Imam Mujtahid yang mazhabnya diikuti oleh mayoritas umat Islam (Sunni). Keempatnya adalah Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit (Kufah, 80 H - Baghdad 150 H); Imam Malik bin Anas bin Malik (Madinah, 93 H – 179 H); Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i (Ghazah, 150 H -Kairo, 204 H); dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (Baghdad, 163 H – 241 H).

Sang Pencerah Muslim

Keempat mazhab tersebut dianggap yang lebih populer dan lebih mudah karena pendapat-pendapatnya terkodifikasikan dengan baik.

Di sisi lain, KH Achmad Shiddiq memaparkan bahwa dengan bermazhab bukan berarti telah mempertentangkan antara sistem ijtihad dan sistem taqlid melainkan lebih merupakan upaya memadukan keduanya dalam proporsi yang serasi. Masing-masing keduanya adalah sistem yang baik untuk digunakan oleh seorang Muslim dalam beragama. Hanya saja keduanya harus digunakan oleh orang yang tepat. Di satu sisi ijtihad terhadap Al-Qur’an dan Hadits sebagai sebuah upaya memahami Kalam Ilahi dan Sabda Nabi tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. Di sisi lain seseorang tidak bisa malakukan taqlid kecuali mengacu pada pendapat seorang mujtahid.

KH Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman beragama seorang Muslim adalah sebuah keniscayaan. Namun memahami kedua sumber hukum Islam tersebut tanpa meninjau pendapat ulama terdahulu adalah sebuah kelalaian. Hadratussyekh kemudian menyatakan memilih taqlid kepada salah satu Imam Mazhab yang empat (madzahib arba’ah) karena ia mengakui hanya menguasi sekitar 19 (sembilan belas) macam ilmu dari 22 (dua puluh dua) ilmu yang harus dikuasai seorang mujtahid.

Dengan menganalisis pemberian restu Rasulullah terhadap Sahabat Mu’adz bin Jabal untuk berijtihad, maka dapat diambil kesimpulan:

Pertama, bahwa yang berijtihad adalah seorang yang kemampuannya seperti Sahabat Mu’adz bin Jabal. Tidak semua orang seperti beliau. Kedua, perkara yang diijtihadi adalah hal-hal yang tidak ada nash-nya secara sharih dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketiga, hasil ijtihad sahabat Mu’adz ditujukan untuk diikuti masyarakat Yaman. Karena dirinya diutus untuk mengajarkan Islam di sana. Dan bukannya untuk menjadikan masyarakat Yaman sebagai mujtahid semua apalagi dalam waktu singkat.

Dari ketiga hal diatas maka dapat dipastikan bahwa setidaknya untuk beberapa waktu lamanya, sahabat Mu’adz ada di Yaman, beliau menjadi mujtahid sedangkan masyarakatnya menjadi muallid.

Wallahu a’lam

Disarikan dari buku:

Ahlussunnah wal Jamaah dalam Tradisi dan Persepsi NU karya KH Muhammad Tolchah Hasan

Risalah Ahlussunnah wal Jamaah karya KH Muhammad Hasyim Asy’ari

Khittah Nahdliyah karya KH Achmad Shiddiq

NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru karya Martin van Bruinnessen

Penulis adalah warga NU, tinggal di Karangploso, Malang, Jawa Timur.



Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Internasional, Quote Sang Pencerah Muslim

Jumat, 02 Februari 2018

Unusa Lepas 507 Lulusan, Terima 939 Mahasiswa Baru

Surabaya,Sang Pencerah Muslim. Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) akan melepas wisudawan wisudawati ke-2 di Dyandra Convention Center Sabtu, 20 September 2014. Sebanyak 507 mahasiswa dan mahasiswi dinyatakan lulus yaitu Program Ners 73, D3 Kebidanan 229, D3 Keperawatan 125 , S1 Keperawatan 80.

Melalui siaran pers yang dikirim Kahumas Unusa, Jumat (19/9) Yanis Kartini, SKM, Mkep Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan mengatakan, dari jumlah lulusan itu, tidak sedikit mahasiswa yang mampu menyelesaikan kuliah tepat waktu dan mendapat gelar sangat memuaskan (cum laude). Di programnya terdapat 12 peraih cum laude.

Unusa Lepas 507 Lulusan, Terima 939 Mahasiswa Baru (Sumber Gambar : Nu Online)
Unusa Lepas 507 Lulusan, Terima 939 Mahasiswa Baru (Sumber Gambar : Nu Online)

Unusa Lepas 507 Lulusan, Terima 939 Mahasiswa Baru

Wisudawan sangat memuaskan itu adalah D3 Kebidanan, Firda Hikmah (IPK) 3,80, Nurul Uyumul 3,77, Ika Kusdiyanti 3,69. Sedangkan dari D3 Keperawatan Dian Istiayani 3,66, Fitri Robidah 3,65, Septian Risti 3,62, S1 Keperawatan Risky Setyoparwati 3,57, Ernawati 3,57, Ridanau Arisna 3,54.? Lulusan terbaik dari NERS adalaah Rina 3,97, Mimin Sulistiyowati 3,93, dan Andik Mare 3,90.

Sang Pencerah Muslim

Bella Deasy ketua pengukuhan Mahasiswa Baru (MABA) Unusa tahun 2014-2015 mengatakan, tahun ini Unusa menerima maba sebanyak 970. Mereka tersebar di enam Fakultas yakni Kedokteran, keperawatan dan kebidanan, kesehatan, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ekonomi dan Bisnis, serta Fakultas Teknik.

Seperti biasanya ungkap Bella, Unusa untuk program studi (Prodi) Kesehatan menjadi primadona mahasiswa baru seperti S1 Pendidikan Kedokteran, S1 Kesehatan Masyarakat, D4 Analis, S1 Gizi, S1 dan D3 Keperawatan, D3 Kebidanan, dan Program NERS.

Sang Pencerah Muslim

Sedangkan jurusan non kesehatan seperti S1 Sistem Informasi, S1 Akuntansi, S1 Manajemen, S1 PGSD dan PG PAUD, serta S1 Pendidikan Bahasa Inggris, semua rata-rata hanya mendapatkan satu kelas kecuali S1 PG PAUD yang melebihi kuota.

Wakil Rektor III Unusa Ima Nadatien SKM, MKes menambahkan, selain mahasiswa dari Indonesia ada tambahan lagi 20 mahasiswa dari Philipina. Mereka mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah mereka untuk kuliah di Indonesia. Unusa ditunjuk pemerintah sebagai kampus tujuan, karena selain mereka belajar di program studi Keperawatan, Ekonomi Bisnis dan PGSD, mahasiswa Philipina juga akan belajar tentang ASWAJA Nahdlatul Ulama di UNUSA.

Ditambahkan Ima, bulan ini Unusa juga membangun kerjasama internasional untuk program Double Degree dengan University of Northern Philippines (UNP) dari Negara Philipina. Untuk hal ini, mahasiswa akan mendapatkan dua Ijazah dari Indonesia dan Philipina yang bertaraf Internasional. Kerjasama ini akan ditindak lanjuti agar secepatnya terealisasi. Selain itu, Unusa juga melakukan MoU dengan UINSA ( Universitas Islam Negeri Sunan Ampel), UNISMA, Himpaudi dan Paguyuban Bunda PPT (Pos PAUD Terpadu) Surabaya. (Red: Abdullah Alawi)? ? ? ?

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote Sang Pencerah Muslim

Minggu, 28 Januari 2018

Ikrar Islam Wasatiyah, Upaya MUI Perkuat Komitmen Kebangsaan

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis menyatakan, Ikar Islam wasatiyah merupakan upaya untuk memastikan pengurus dan dai MUI dari pusat hingga wilayah memiliki komitmen kebangsaan yang kuat.

“Bahwa di dalam berdakwah itu harus berada dalam koridor NKRI dan Pancasila. Dan itu meneguhkan bahwa Islam dan Pancasila sebagai dasar negara ini sebagai sesuatu yang final,” kata Kiai Cholil usai pembukaan acara Halaqah Dakwah Nasional di Hotel Rivoli Jakarta, Senin (13/11).

Menurut dia, hubungan agama dan negara itu sudah jelas bagi bangsa Indonesia dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Bahkan, keduanya saling membutuhkan. Agama membutuhkan negara untuk merapikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan negara juga membutuhkan agama untuk menerapkan nilai-nilai yang baik dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Ikrar Islam Wasatiyah, Upaya MUI Perkuat Komitmen Kebangsaan (Sumber Gambar : Nu Online)
Ikrar Islam Wasatiyah, Upaya MUI Perkuat Komitmen Kebangsaan (Sumber Gambar : Nu Online)

Ikrar Islam Wasatiyah, Upaya MUI Perkuat Komitmen Kebangsaan

“Oleh karena itu ketika kita berdakwah jangan mengotak-atik sesuatu yang sudah final karena itu kontra produktif,” jelasnya.

Selain itu, Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia itu juga menjelaskan, Ikar Islam wasatiyah bertujuan untuk menciptakan dakwah yang berlandaskan kepada akhlak yang mulia. Namun demikian, ia menyatakan, MUI tegas kepada aliran-aliran yang sesat dan menyimpang. 

Kiai Cholil menyebutkan, jika ada pengurus MUI, khususnya komisi dakwah, yang melanggar Ikar Islam wasatiyah maka akan diserahkan kepada komite dakwah.

Sang Pencerah Muslim

“Yang bisa melakukan tindakan dari mulai peringatan tertulis sampai pemberhentian ketika keluar dari koridor kerangka, komitmen ikrar dakwah yang kita bacakan bersama. Ini akan terus dilanjutkan dengan ikrar dakwah di tingkat (pengurus MUI) kabupaten kota,” urainya.

Berikut Ikar Islam Wasatiyah yang diucapkan oleh Pengurus Komisi Dakwah MUI Pusat dan Wilayah:

    Kami dai dan daiyah Majelis Ulama Indonesia dengan ini berikrar:

Sang Pencerah Muslim

    

    Satu, dakwah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, Undang-





    Undang Dasar Tahun 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika;

    

    Dua, melindungi dan membimbing umat dari ajaran sesat dan menyimpang;

    

    Tiga, berdakwah dengan berpijak pada nilai-nilai akhlaqul karimah dan kearifan lokal

    

    Empat, menjaga dan memupuk ukhuwah islamiyah, ukhuwah insaniyah, dan ukhuwah wathaniyah;

    

    Lima, saling menghargai, menghormati, dan bersinergi dengan seluruh aktivis dakwah;

    

    Enam, menyebarkan dakwah sesuai dengan ilmu yang dimiliki;

    

    Tujuh, senantiasa melestarikan dan menyebarkan aqidah islamiyah ala manhaj Ahlussunnah wal





    Jama’ah. 

     

    Jakarta, 13 November 2017 M / 24 Safar 1439 H

(Muchlishon Rochmat)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Kajian Islam, Quote Sang Pencerah Muslim

Senin, 22 Januari 2018

Panglima TNI: Santri Komponen Terbesar Perlawanan terhadap Penjajah

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Dalam peringatan hari santri yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di pelataran Tugu Proklamasi, Jakarta, Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo menyampaikan pidato sambutan. 

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini karena hari santri mengandung makna penghargaan terhadap perjuangan, khususnya perjuangan para santri sebagai komponen terbesar dalam menghadapi penjajah,” ujar Laksamana Madya TNI Didit Herdiawan membacakan teks pidato Gatot yang berhalangan hadir, Ahad (22/10).

Panglima TNI: Santri Komponen Terbesar Perlawanan terhadap Penjajah (Sumber Gambar : Nu Online)
Panglima TNI: Santri Komponen Terbesar Perlawanan terhadap Penjajah (Sumber Gambar : Nu Online)

Panglima TNI: Santri Komponen Terbesar Perlawanan terhadap Penjajah

Ia merujuk pada peristiwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 oleh Hadratussyekh Hasyim Asy’ari sebagai sejarah penting perlawanan terhadap tentara Sekutu. Seruan perang suci itu dinilai mampu menggerakkan santri, kiai, dan rakyat secara umum untuk berpartisipasi dalam perang heroik yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945.

Gatot juga memaparkan, aksi heroik yang ditunjukkan oleh peristiwa 22 Oktober tersebut merupakan di antara ciri khas orang Indonesia. “Ciri khas orang indonesia ada tiga, yakni mengalir darah ksatria, berjiwa patriot, dan bekerja gotong royong,” ujar Gatot melalui Didit saat menjadi inspektur upacara.

Sang Pencerah Muslim

Cirri-ciri ini juga dibuktikan dengan berbagai senjata tradisional khas suku-suku di berbagai daerah di Indonesia, serta tarian-tarian perang yang masih bisa dijumpai hingga hari ini. Warisan adat ini mencerminkan bahwa bangsa Indonesia berjiwa patiriot, siap membela tanah air mereka bila diusik.

Menurut Gatot, rakyat Indonesia juga tergolong suka menolong mereka yang membutuhkan. Spirit gotong royong di antaranya dijumpai ketika anggota masyarakat menggelar hajatan yang kemudian dibantu warga sekitarnya untuk menyukseskan acaranya itu.

Hadir dalam kesempatan tersebut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, dan sejumlah pejabat tinggi negara. (Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Makam, Quote Sang Pencerah Muslim

Jumat, 19 Januari 2018

Lantik PW Muslimat NTB, Khofifah Ingatkan Peran Strategis Keluarga Melawan Narkoba

Lombok Tengah,? Sang Pencerah Muslim. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU Hj. Khofifah Indar Parawansa melantik Pimpinan Wilayah Muslimat Provinsi Nusa Tenggara Barat Masa Khidmat 2016-2021 di halaman Pesantren Al-Manshuriah Bonder, Lombok Tengah, Sabtu (04/6).

Khofifah yang saat ini menjabat Menteri Sosial mengingatkan peran ibu dan keluarga begitu strategis dalam melindungi generasi bangsa dari penyalahgunaan narkoba, termasuk peran dari organisasi seperti Muslimah NU.

Lantik PW Muslimat NTB, Khofifah Ingatkan Peran Strategis Keluarga Melawan Narkoba (Sumber Gambar : Nu Online)
Lantik PW Muslimat NTB, Khofifah Ingatkan Peran Strategis Keluarga Melawan Narkoba (Sumber Gambar : Nu Online)

Lantik PW Muslimat NTB, Khofifah Ingatkan Peran Strategis Keluarga Melawan Narkoba

"Menyelamatkan generasi bangsa menjadi tugas bersama dan bisa dimulai dari lingkungan keluarga," katanya.

Menurut Khofifah, tugas mewujudkan generasi yang bebas penyalahgunaan obat-obatan terlarang tidak hanya para ibu, melainkan juga tugas dari seorang ayah.

"Para ibu sudah disibukkan dengan urusan rumah tangga. Peran para ayah bisa dioptimalkan mendidik dan menyiapkan generasi bangsa agar terbebas dari penyalahgunaan narkoba. Jadi bukan tugas ibu saja, ayah juga," ucapnya.

Selain narkoba, konten pornografi dan pornoaksi, serta minuman keras (miras) tidak kalah ganas dan merusak generasi bangsa. Sehingga, perlu ikhtiar serius untuk menyelamatkan agar mereka sehat dan selamat.

Sang Pencerah Muslim

"Tiga perusak yang sudah menjadi satu paket, yaitu narkoba, pornografi dan miras. Itulah hasil survei dan kajian yang menyatakan ketiganya bisa jadi pemicu berbagai tindak kejahatan," ujarnya

Hadir dalam kesempatan ini TGH Turmudzi Badaruddin, TGH Munir Mustasyar, TGH Achmad Taqiuddin Mansur, TGH Maarif Makmun dan sejumlah ulama lainnya.

Sang Pencerah Muslim

Sedangkan dari jajaran pemerintah Sekda Propinsi NTB, H Rosyiadi Sayuti, ? Wakil Bupati Lombok Tengah yang juga Ketua PCNU setempat, Fathul Bahri, Kapolres Lombok Tengah, serta PC Muslimat se-NTB ? dan ribauan jamaah nahdliyin.?

Selain acara pelantikan juga digelar penandatanganan Laskar Anti Narkoba Muslimat NU NTB dan Rapat Kerja Wilayah yang dipimpin Sekretaris Umum PP Muslimat NU, Siti Aniroh Selamat Efendy Yusuf. (Hadi/Zunus)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote Sang Pencerah Muslim

Kamis, 18 Januari 2018

Bantu Yatim Berarti Bantu Orang Disayang Nabi

Jember, Sang Pencerah Muslim



Wakil Sekretaris PCNU Jember, Moch Eksan mengatakan, tak bisa dipungkiri, lingkaran hidup sebagian banyak anak yatim hanya berkutat dengan keprihatinan. Sudah kehilangan orang tua, mereka masih menderita hidupnya. Bahkan tak jarang mereka jadi anak terlantar, nestapa. 

Bantu Yatim Berarti Bantu Orang Disayang Nabi (Sumber Gambar : Nu Online)
Bantu Yatim Berarti Bantu Orang Disayang Nabi (Sumber Gambar : Nu Online)

Bantu Yatim Berarti Bantu Orang Disayang Nabi

Karena itu, menurut dia, uluran tangan masyarakat sangat diharapkan untuk membantu mengurangi beban hidup dan derita mereka. 

Menurut Eksan, menyantuni anak yatim, selain bernilai sosial, juga bernilai ibadah. Lebih- lebih Nabi Muhammad disebut sangat dekat dengan anak yatim. Kedekatan antara keduanya, oleh Nabi Muhammad sendiri diibaratkan jari telunjuk dan ibu jari. 

Sang Pencerah Muslim

"Itu artinya apa? Artinya membantu anak yatim, berarti membantu orang yang sangat disayang Nabi," katanya berceramah pada Pengajian dan Santunan Anak Yatim di Dusun Bukol, Desa Pandansari Kecamatan Kedungjajang, Kabupaten Lumajang, Ahad (1/10).

Oleh karena itu, para masyarakat dan para dermawan tidak perlu khawatir hartanya akan hilang begitu saja jika membantu anak yatim. 

Sang Pencerah Muslim

"Harta yang disedekahkan, tidak ada ceritanya itu hilang, apalagi untuk anak yatim. Justru itulah harta yang kekal, harta yang sesungguhnya kita punya," jelasnya.

Penulis beberapa buku itu menambahkan, sesuai dengan UUD 45 pasal 34 (1) disebutkan bahwa anak terlantar dan fakir miskin dibiayai oleh negara. Kendati demikian, masyarakat secara moral juga punya tanggungjawab untuk berperan dalam mengentas mereka dari ketidak berdayaan. 

"Pemerintah wajib dan bertanggung jawab atas kehidupan orang miskin dan terlantar, termasuk anak yatim. Walaupun begitu, kita masyarakat juga wajib bantu mereka," urainya. (Aryudi A. Razaq/Abdullah Alawi)

 

 

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote, Nasional, Pahlawan Sang Pencerah Muslim

Jumat, 12 Januari 2018

Pemenuhan Hak Korban Tanggung Jawab Bersama

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Pertanggungjawaban negara terhadap mereka yang menjadi korban kejahatan terus disuarakan, meski sesungguhnya layanan yang tersedia dianggap sudah cukup memadai. Hanya saja yang menjadi pertanyaan, apakah semua korban kejahatan bisa mengakses semua layanan yang sudah tersedia tersebut. 

Demikian terungkap dalam seminar bertema Integrasi Layanan bagi Korban Kejahatan yang digelar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam rangkaian HUT ke-9, bertempat di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (29/11).

Pemenuhan Hak Korban Tanggung Jawab Bersama (Sumber Gambar : Nu Online)
Pemenuhan Hak Korban Tanggung Jawab Bersama (Sumber Gambar : Nu Online)

Pemenuhan Hak Korban Tanggung Jawab Bersama

Ahli Hukum Pidana yang juga Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo mengingatkan para pemangku kepentingan di lingkungan LPSK untuk aktif membangun komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait demi kepentingan pemenuhan hak korban kejahatan.

Menurut Harkristuti, pengembangan public relation menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan integrasi layanan bagi korban, karena harus diakui, sulit bagi LPSK jika harus bekerja sendiri dalam melaksanakan pemenuhan hak korban kejahatan karena dibutuhkan kerja sama lintas kementerian/lembaga (K/L).

"Harus ada pembagian tugas dari pimpinan (LPSK) untuk rutin menjalin komunikasi dan koordinasi dengan K/L lain. Ini menjadi tugas dari para pimpinan (LPSK) sebagai pembuat kebijakan," ujar dia.

Sang Pencerah Muslim

Narasumber lain, Hesti Armiwulan juga menyoroti sinergi LPSK dengan K/L lain agar dalam pelaksanaan tugas masing-masing tidak saling tumpang tindih.

"Mungkin bisa dijadwalkan pertemuan rutin, semisal di awal tahun untuk mencocokkan program, dilanjutkan pertemuan berkala beberapa bulan sekali, dan di akhir tahun dilakukan evaluasi. Untuk itu, kita memang harus menurunkan ego sektoral," katanya.

Koordinasi seperti yang dicontohkan tersebut, ujar Hesti, saat ini memang seperti mati suri sehingga ada peluang bagi LPSK untuk menginisiasi dan membangkitkannya kembali.

Sang Pencerah Muslim

"LPSK representasi negara bukan pemerintah. Bangun komunikasi dengan banyak pihak, termasuk pihak asing seperti kedutaan besar dan lainnya," imbau Hesti.

Sementara itu, Direktur ICJR Supriyadi menuturkan, banyak layanan yang sudah dipersiapkan negara bagi korban kejahatan, seperti perlindungan fisik, bantuan medis, psikologis, psikososial, pendampingan hukum, restitusi dan kompensasi.

"Berbagai jenis layanan dari negara memadai, namun masih ada gap besar, apakah semua korban mendapatkan layanan tersebut," kata pria yang akrab disapa Supi tersebut.

Dia mengatakan, pihaknya mencoba menyusuri layanan dari LPSK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan paling kuat dalam memberikan layanan bagi korban kejahatan. Karena harus diakui, hingga kini belum ada data secara nasional tentang berapa banyak pemberian layanan, semuanya sangat tergantung tupoksi masing-masing institusi.

Dari data layanan LPSK, pemberian bantuan medis menjadi layanan dengan jumlah tertinggi yang dinikmati para korban dari berbagai tindak pidana, di antaranya pelanggaran HAM berat, perdagangan orang, kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya. Layanan lain yaitu rehabilitasi psikologis. Sedangkan pemenuhan hak prosedural mengalami penurunan.

Kabar menggembirakan, menurut Supi, yakni dikabulkannya tuntutan kompensasi korban terorisme di Samarinda. Ini merupakan kemajuan dan membawa angin segar dalam pemenuhan hak korban.

"Bagaimana dengan korban (kejahatan) lain, mereka juga butuh kompensasi karena restitusi macet," ujarnya.

Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani mengatakan, pemenuhan hak korban sulit jika dilakukan secara parsial melainkan dibutuhkan layanan terintegrasi dari berbagai penyedia layanan dan pihak terkait. Lies mengimbau khususnya penegak hukum tidak ragu apalagi takut memperjuangkan hak korban kejahatan.

"Contoh restitusi, kami harap penuntut umum tidak usah ragu karena itu memiliki dasar hukum yang jelas, baik undang-undang maupun peraturan pemerintahnya," tutur Lies.

Dia juga menggarisbawahi tentang pemberian layanan psikososial. Karena tujuan dari layanan ini adalah bagaimana mengintegrasikan kembali korban ke masyarakat sehingga dibutuhkan peran kementerian/lembaga lain, termasuk pemerintah daerah.

"Akan sulit jika LPSK bekerja sendirian dalam pemenuhan hak psikososial bagi korban," ujarnya. (Red: Kendi Setiawan)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim PonPes, Quote, Pesantren Sang Pencerah Muslim

Senin, 08 Januari 2018

Kemanunggalan Kiai, Santri, dan Pesantren

Oleh Aswab Mahasin

Coba Anda ingat, Kapan terakhir kali Anda mencium tangan Kiai? Kapan terkahir kali Anda menginjakkan kaki di Pesantren? Dan kapan terkahir kali Anda merasa bahwa diri Anda adalah santri? Kiai, Pesantren, dan Santri adalah tiga dimensi yang tidak bisa dipisahkan. Pesantren sebagai rumah peradaban, sedangkan kiai dan santri adalah pengusung peradaban. Hal tersebutmerupakan satu kesatuan yang tunggal (kepaduan yang ideal).

Kemanunggalan Kiai, Santri, dan Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)
Kemanunggalan Kiai, Santri, dan Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)

Kemanunggalan Kiai, Santri, dan Pesantren

“Kemanunggalan” ketiga pranata kebudayaan/agama tersebut mempunyai unsur geneologis, yakni; kiai sebelumnya adalah santri, dan santri ialah orang yang tinggal dan menetap di pesantren. Begitupun kiai, mempunyai santri dan pesantren, dan samahalnya dengan santri, tinggal di pesantren dan diasuh oleh Kiai.

Namun, dalam realitasnya ada kiai tanpa pesantren, disebut “kiai langgar atau kiai masjid” dan ada santri yang tidak mesantren, disebut “santri kalong”. Apakah proses “kemanunggalan” itu masih terjadi? Jawabannya, masih—karena yang diajarkan oleh kiai langgar/masjid adalah pengajaran yang diajarkan di pesantren, tidak ada keterpisahan dari mulai model mengajar, bahan ajar, dan tradisi komunikasi. 

Jika diperluas lagi, maksud dari “kemanunggalan kiai, santri, dan pesantren” adalah seseorang yang selalu memegang prinsip kemandirian, kemanusiaan, kebersamaan, kesatuan, etos kerja, nasionalisme, dan keIslaman. Dengan itu, adanya kesatuan yang menginternal kedalam dirinya, ia mengikuti nasihat kiai dan ia berprilaku seperti santri. Nilai-nilai itulah yang selalu diajarkan oleh kiai, selalu diterima oleh santri, dan selalu hadir dalam lingkungan pesantren.

Sang Pencerah Muslim

Sekarang coba kita lihat bagaimana para ahli menguraikan makna dari kiai, santri, dan pesantren, Secara etimologis, menurut Ahmad Adaby Darban “kiai” berasal dari bahasa jawa kuno “kiya-kiya”, artinya orang yang dihormati. Sedangkan, Menurut Manfred Ziemek,kiai adalah pendiri dan pemimpin sebuah pesantren sebagai “muslim terpelajar” telah membaktikan hidupnya “demi Allah” serta menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan Islam. Dalam pemikiran masyarakat, kiai diidentikan dengan ulama sebagai pewaris para Nabi (al-‘ulama waratsah al-anbiya). (Moch. Eksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchit Muzadi, 2000.Hlm. 2-4)

Santri menurut Nurcholis Madjid ada dua pengertian, pertama, berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu “sastri” berarti orang yang melek huruf, dan kedua, berasal dari bahasa jawa “cantrik” seorang yang mengikuti kiai dimanapun untuk menguasai suatu keahlian sendiri. Berbeda dengan KH. Sahal Mahfudh, santri dimaknai sebagai bahasa Arab, dari kata santaro yang mempunyai jamak (plural) sanaatiir (beberapa santri). Dibalik kata santri tersebut mempunyai 4 huruf arab (sin, nun, ta’, ra’), oleh KH Abdullah Dimyathy dari Pandeglang, Banten mengimplementasikan kata santri dari 4 fungsi manusia. Adapun 4 huruf tersebut, yaitu; Pertama, “Sin” yang artinya “satrul al-aurah” (menutup aurat), Kedua, “Nun” yang berarti “na’ibul ulama” (wakil dari ulama), ketiga, “Ta” yang artinya “tarku al-Ma’shi” (meninggalkan kemaksiatan), dan keempat, “Ra” yang berarti “raisul ummah” (pemimpin umat). (Buku Kumpulan Tanya Jawab dan Diskusi Keagamaan: Hasil Bahtsul Masail dan Tanya Jawab Agama Islam, PISS-KTB, 2013. Hlm. 1626-1628)

Sedangkan Pesantren, menurut pengertian dasar ialah tempat belajar para santri. Sedangkan “pondok” berasal dari bahasa arab “funduq” yang artinya asrama. Secara etimologi pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal santri. (Zamakhsyari Dhofir: 1982: 18)

Dari berbagai paparan tersebut, menggambarkan, kuatnya keterikatan antara Kiai, Santri, dan Pesantren.Pesantren didirikan kiai sebagai transmisi nilai-nilai keIslaman. Dalam perkembangannya,proses transmisi keIslaman di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran kemanunggalan itu.

Pesantren dan transmisi nilai keislaman Indonesia

Sang Pencerah Muslim

Menjadi penting terlebih dulu mengetahui keterikatan sejarah antara kajian Islam di Indonesia dengan ulama Timur Tengah, seperti Mekah, Madinah, dan Kairo. Martin van Bruinessen menuliskan, “Teks yang paling populer diseluruh Nusantara adalah karya yang dikenal sebagai Barzanji di tulis oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji. Dinamakan “barzanji” karena merujuk pada nama desa pengarangnya yang terletak di Barzanjiyah kawasan Akrad (kurdistan). Selain itu teks-teks arab yang paling banyak dijual di toko buku adalah Tanwirul al-Qulub, ditulis oleh Muhammad Amin Al-Kurdi.”

Hal tersebut menggambarkan ada proses transmisi epistimologi. Proses itu sebenarnya tidak hanya melalui produk intelektualitas, melainkan banyak juga ulama-ulama Nusantara pergi ke sana untuk menuntut ilmu, seperti ‘Abd al-Rauf Singkel menghabiskan tidak kurang dari 19 tahun waktunya di Makkah dan Madinah, ada juga Syekh Yusuf Makasar, begitupun dengan KH Muhammad Hasyim Asy’ari. 

Walaupun Indonesia memiliki kedekatakan hubungan intelektual dengan tradisi keagamaan di Arab, terutama Mekkah dan Madinah. Tidak serta-merta Islam di Indonesia lantas dianggap sebagai replika Islam Arab. Proses masuknya Islam di Indonesia sangat dinamis, unik, dan kompleks, menyesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya yang berkembang saat itu. 

Peristiwa tersebut menjadi sejarah tidak mandek, khususnya di pesantren—hingga sekarang terusmengkaji karya-karya ulama Timur Tengah, kajian yang diusung tentu tidak berafiliasi dengan kitab-kitab yang telah direduksi atau ditambahkan isinya olehkelompok tertentu, melainkan kitab-kitab yang tidak bertentangan dengan ide-ide ahlussunnah wal jamaah (Aswaja).

Dengan demikian, karakter Islam di Indonesia yang berkembang sekarang, tidak lepas dari matriks kiai, santri dan pesantren, sebagai penerjemah dan wadah wacana keIslaman. Proses transmisi keIslaman ini berlangsung di pesantren yang tampil dengan model paradigma pengajaran yang unik. Melalui kajian kitab kuning, didukung dengan model penulisan “arab jawa pegon” sebagai sarana untuk memahami teks-teks kitab kuning yang berbahasa Arab. Hal ini tidak ditemukan dalam tradisi Islam di Timur Tengah. Tradisi keIslaman di Indonesia berkembang melalui karakternya sendiri dengan tidak meninggalkan identitas Islam yang terlahir dengan “huruf Arab”.

Selain itu, disemua pesantren yang berbasis klasik ataupun modern, selalu ada pengajaran Nahwu dan Shorof (untuk memahami teks Arab). Dan pesantren menganggap belajar kaidah-kadaiah bahasa Arab tersebut sebagai alat untuk memahami teks-teks Arab, dengan tujuan agar para santri mampu mempelajari wacana keIslaman yang begitu luas.

Seiring dengan proses transformasi dan modernisasi di pesantren, dari mulai masa kolonial, sampai terlahirnya Madrasah Diniah, dan kemudian masuk dalam dunia global. Pada gilirannya pesantren tetap menjadi standar wajah keIslaman Indonesia, karena pesantren turut membentuk tradisi kajian Islam di Indonesia secara keseluruhan.

 

Pembentukan tersebut oleh pesantren melalui jalur pendidikan, yang terus menerus dilakukan pesantren, dari dulu sebelum nama Indonesia ada sampai sekarang. Ahmad Baso dalam Pesantren Studies 2a: Buku II: Kosmopolitanisme Peradaban Kaum Santri di Masa Kolonial berkomentar, “pendidikan pesantren adalah pendidikan seumur hidup, seumur dengan kehidupan tradisi keagamaan Aswaja dan juga sepanjang usia kehidupan nusa-bangsa ini. 

Oleh karena itu, orientasinya adalah untuk menjaga keselamatan dan kesinambungan kehidupan berbangsa itu sendiri. Dengan kata lain, seberapa panjang usia kehidupan kebagsaan ini, demikian pula usia tradisi keulamaan Aswaja. Dan pendidikan pesantren adalah bentangan garis lurus yang menjangkau dan menghubungkan kedua sisi kehidupan tersebut hingga penghujung akhir hayatnya.”

Cuplikan dari Ahmad Baso tersebut menjelaskan bahwa kemanungggalan hakikatnya tidak hanya ada pada kiai, santri, dan pesantren saja, melainkan bangsa ini sudah menjadi satu kesatuan (termanunggalkan) bersama pendidikan pesantren dan tradisi pesantren itu sendiri.

Indonesia tidak akan bisa melepaskan diri dari pesantren, dari masa ke masa dan dari presiden pertama sampai presiden sekarang, pesantren selalu mengiringi sejarah Indonesia. Entah itu dikebiri pada saat zaman Orba, di mana para kiai hanya mendapatkan jatah doa, dan pada masa Gus Dur, seorang kiai menjadi presiden, dan di era sekarang, pesantren, kiai dan santri menjadi “rebutan” aktivitas politik praktis, dengan tujuan mendapatkan legitimasi dukungan seorang kiai.

Pesantren dan kemanunggalan produktif

Beranjak dari itu semua, (saya akan meloncat ke dalam kajian yang lebih kompleks dan nyata)setelah tadi kita berlama-lamaan memetakan pesantren dan membincangkan pesantren sebagai transmisi nilai-nilai keIslaman Indonesia, sesunggugnya belum lengkap jika kita tidak mengkaji objek dari nilai keIsalaman itu sendiri, yaitu realitas yang menanti di depan mata para santi.

Dengan demikian, yang wajib kita kaji sekarang ini, poinnya adalah kemanunggalan terkesan belum sempurna pada pendidikan pesantren—di mana tidak sedikit pesantren menutup diri dari masyarakat dan menutup diri dari realitas kehidupan. Pesantren menurut Gus Dur awalnya bukan hanya lembaga pendidikan agama semata, tapi lembaga pendidikan yang bercakrawala dari berbagai penjuru pengetahuan, teoritis maupun praksis. Kesan sekarang adalah pesantren seakan-akan difungsikan sebagai pabrik “ulama”. Padahal pesantren spektrumnya lebih dari itu. Jika demikian, akan terjadi penyempitan dari fungsi pesantren itu sendiri. 

Menurut Gus Dur, terjadi penyempitan kriterium dengan sendirinya bergerak menuju lapangan bagi orang yang akan dikirim ke pesantren yaitu orang-orang yang merasa dirinya santri dan memiliki komitmen kepada Islam sebagai ideologi. Dengan mempertahankan kriterium semacam ini maka bisa dilihat bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan di mana tingkat droup-out cukup besar. (Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, 1999. hlm. 111-116). Kemanunggalan ini oleh lembaga pendidikan pesantren seharusnya dibarengi juga dengan produktifitas santri. 

Menurut Gus Dur dalam tulisannya yang bertajuk Pesantren, Penddikan Elitis atau Populis?, menuliskan, “Pesantren dulu sebagai pembanding dari sekolah keraton yang hanya menampung golongan elitis saja, sekarang nampaknya pesantren telah berubah, ketika berbicara pesantren kesan yang muncul adalah sebagai lembaga keagamaan. Dulunya, pesantren menampung semua lapisan masyarakat (kemanunggalan dengan semua orang) yang tidak ditampung dalam lembaga pendidikan keraton. Karena itu dimasa awalnya pesantren sebagai lembaga pendidikan adalah sebuah lembaga pendidikan umum; di dalamnya tidak hanya diajarkan agama. Dalam perkembangannya, akhir-akhir ini tampak kecenderungan untuk menciptkan pesantren sebagai lembaga pencetakan para ulama.” (Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, 1999. Hlm. 111-116)

Saya sepakat, bukannya hal yang buruk, dalam pesantren membuat spesialisasi yang tidak hanya fokus pada bidang keagamaan. Fakta dilapangan harus kita akui, tidak semua santri ahli dalam ilmu agama, tidak semua santri jadi pendakwah, dan tidak semua santri jadi ulama. Kalau saja pesantren hanya menutut santrinya memiliki kecerdasan dan kepintaran dalam pengetahuan keagamaan, tidak ada bedanya pesantren dengan pendidikan umum lainnya, hanya mengedepankan sisi kognitif belaka, bedanya hanya dalam ranah kajian keagamaan semata.

Menurut Gus Dur, “sudah hebat sekali dari total 10.000 santri jika lulusannya 50% ahli agama.” Dalam realitasnya itu susah dilakukan, kalau kita lihat lebih jauh lagi alumni pesantren, tidak sedikit mereka yang kebingungan setelah keluar dari pesantren, tidak sedikit yang berprofesi serabutan, tidak sedikit yang berprofesi sebagai tukang ojek, dan sejenisnya. Kalaupun diantara alumni pesantrentersebut ada yang sukses menjadi pengusaha, pejabat, atau pun pemikir, jumlahnya lebih sedikit dari yang biasa-biasa saja itu. 

“Kemangunggalan” pesantren seharusnya dimaknai sebagai institusi yang terbuka, menerima segala hal, tidak ada yang keliru jika pesantren dalam salah satu kajiannya menekankan pendidikan kewirausahaan, menekankan pendidikan pertanian, menekankan pendidikan arsitektur, menekanakan pendidikan peternakan, dan sebagainya. Kata Gus Dur, dalam hal ini bukanlah pelajaran agama yang diberikan di sana, tetapi ilmu untuk menyadari pentingnya arti agama.

Di sini pesantren harus membangun kerangka yang ideal. Tidak bisa dipungkiri juga, sekarang sudah ada beberapa pesantren mencoba merubah dirinya, siap memberikan terobosan-terobosan untukmenjawabcita-cita santri dan masyarakat. Dengan ini, makna “kemanunggalan/kepaduan” akan menjadi utuh dan produktif, tanpa tabir yang menghalangi santri dan pesantren berkembang.

Penulis adalah Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Darussa’adah Kebumen, Jawa Tengah.

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote, IMNU, PonPes Sang Pencerah Muslim

Jumat, 29 Desember 2017

NU Minta Wilayah dan Cabang Shalat Ghoib dan Tahlil untuk KH Ali Mustafa

Jakarta, Sang Pencerah Muslim - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) turut berduka cita yang sangat mendalam atas wafatnya Rais Syuriyah NU periode 2010-2015 KH Ali Mustafa Yakub, Kamis (28/4) pagi. Untuk itu pihak PBNU menginstruksikan pengurus seluruh wilayah dan cabangnya untuk melaksanakan shalat ghaib dan menggelar tahlilan untuk almarhum Kiai Ali Mustafa.

“Kami juga mengharapkan pengurus wilayah dan cabang untuk meneruskan instruksi ini kepada pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) di mana pun berada,” kata Rais Aam NU KH Maruf Amin di Jakarta, Kamis (28/4) siang.

NU Minta Wilayah dan Cabang Shalat Ghoib dan Tahlil untuk KH Ali Mustafa (Sumber Gambar : Nu Online)
NU Minta Wilayah dan Cabang Shalat Ghoib dan Tahlil untuk KH Ali Mustafa (Sumber Gambar : Nu Online)

NU Minta Wilayah dan Cabang Shalat Ghoib dan Tahlil untuk KH Ali Mustafa

Ucapan belasungkawa berdatangan dari pelbagai pengurus wilayah dan cabang NU di Indonesia. Salah satunya pengurus NU Serang. Mereka berdoa semoga Allah menerima amal baik almarhum KH Ali Mustafa Yakub dan mengampuni segala dosa serta kesalahannya.

Almarhum Kiai Ali Mustafa dikenal sebagai kiai yang gigih melanjutkan pendidikan hadits yang menjadi fokus gurunya Hadlratus Syekh KHM Hasyim Asyari di tengah masyarakat. Kiai Ali Mustafa mengabdikan dirinya untuk pengembangan agama Islam takhassus hadits, salah satu kajian langka di Indonesia.

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim

Almarhum yang juga alumnus Pesantren Tebuireng Jombang ini kemudian mendirikan Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darussunnah di Pisangan Barat, Ciputat, Tangerang Selatan yang menjadi pusat kajian hadits di Indonesia. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote, Warta, Humor Islam Sang Pencerah Muslim

Minggu, 24 Desember 2017

JQH NU Berharap Muncul Ahli Al-Quran di Kraksan

Probolonggo, Sang Pencerah Muslim. Pimpinan Cabang Jam’iyyatul Qurra’ wal-Huffazh NU (JQH NU) Probolinggo, Jawa Timur, berharap munculnya ahl-ahli Al-Quran di kabupaten tersebut.

Menurut Ketua PC JQH NU Probolinggo, KH Abdul Qodir Shomad, harapan tersebut merupakan amanah dari diselenggarakannya program “Menyapa warga dengan Al-Quran” yang digelar Pimpinan Pusat JQHNU di di masjid Agung Kraksan, Probolinggo, Ahad, (28/10).

JQH NU Berharap Muncul Ahli Al-Quran di Kraksan (Sumber Gambar : Nu Online)
JQH NU Berharap Muncul Ahli Al-Quran di Kraksan (Sumber Gambar : Nu Online)

JQH NU Berharap Muncul Ahli Al-Quran di Kraksan

“Program tersebut merupakan amanah agar dari warga Kraksaan lahir juara-juara nasional dan internasional pada masa depan, baik di bidang qurra maupun di bidang huffazh,” katanya.

Sang Pencerah Muslim

Abdul Qodir menambahkan, untuk mencapai harapan tersebut, harus dimulai dengan pendidikan baca Al-Qur an yang benar sejak anak-anak yang ditunjang dengan dukungan orang tua dan fasilitas dari daripemerintah Kraksaan

Hadir pada kesempatan itu Rais Majelis Ilmi JQHNU DR KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA, Sekretaris Umum Ahmad Ari Masyhuri, SQ. MA. Juga Ketua PW JQHNU Jawa Timur KH Zainul Arifin, M.H.I, juga para qori internasional seperti H. FahrudinSarumpaet, MA, H. Masrur Ichwan, SQ, MA danHj. Rahmawati Hunawa, MA.

Sang Pencerah Muslim

Program “Menyapa warga dengan Al-Quran” akan digelar pula di Makassar, Sulawesi Selatan, pada akhir bulan November; dan di Medan, Sumatera Utara, pada akhir Desember.

Redaktur: A. Khoirul Anam

Penulis   : Abdullah Alawi

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Hadits, Quote Sang Pencerah Muslim

Jumat, 22 Desember 2017

Gusdurian Temanggung Luncurkan Film Antiteror

Temanggung, Sang Pencerah Muslim. Komunitas Gusdurian Temanggung, Jawa Tengah meluncurkan film dokumenter tentang kekerasan atas nama agama. Film dengan judul Kota Teror yang berdurasi 20.54 menit diluncurkan di jejaring sosial Youtube.com.

Gusdurian Temanggung Luncurkan Film Antiteror (Sumber Gambar : Nu Online)
Gusdurian Temanggung Luncurkan Film Antiteror (Sumber Gambar : Nu Online)

Gusdurian Temanggung Luncurkan Film Antiteror

“Film ini menggambarkan konflik bernuansa agama yang terjadi di Temanggung. Selanjutnya kami bandingkan dengan keadaan masyarakat Temanggung aslinya. Ini menarik karena menggambarkan dua hal yang bertolak belakang,” kata produser Emilianto Nugroho.

Untuk melengkapi gambaran itu, ia secara khusus meminta komentar dari Guru Besar Studi Agama dan Resolusi Konflik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta H Amin Abdullah dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD.

Sang Pencerah Muslim

Keduanya dimintakan keterangan selain warga sekitar, tambah Emilianto Nugroho.

Sang Pencerah Muslim

Pembuatan film ini membutuhkan waktu sekitar dua bulan. Pengambilan gambar dengan menunggu momen yang tepat dinilai paling penting. Sebab, dalam membuat film dokumenter faktor akting sama sekali diabaikan. Semua yang kami gambarkan dalam film ini adalah nyata, tanpa settingan sedikitpun, terangnya.

Dalam film ini, ia menggambarkan bahwa kabupaten Temanggung sebenarnya merupakan kota yang aman dan nyaman untuk toleransi beragama. Hanya saja, kota ini kemudian dimainkan orang yang tidak bertanggungjawab sebagai lahan konflik.

Sasaran akhirnya, orang mengetahui bahwa Temanggung adalah kota damai dan aman. Di sini tidak ada potensi konflik beradasarkan agama kecuali permainan orang yang tidak bertanggungjawab.

“Kami ingin citra kota kami kembali seperti dulu; Temanggung yang aman dan harmonis,” tandas aktivis videography asal Temanggung ini, Jum‘at (22/11). (Abaz Zahrotien/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Pertandingan, Anti Hoax, Quote Sang Pencerah Muslim

Selasa, 19 Desember 2017

STAINU Temanggung Kembangkan Pembangunan Desa Berbasis Riset

Temanggung, Sang Pencerah Muslim 



STAINU Temanggung melalui Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) akan mengembangkan riset untuk pembangunan desa. Karenanya saat ini LP3M tengah membangun kerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA). 

Hal itu terungkap pada kunjungan BAPPEDA Temanggung di kampus STAINU Temanggung, Rabu (4/10) yang diwakili Adi Setya Nugraha dan disambut Syafii perwakilan LP3M dan Fadloli dosen STAINU Temanggung.

STAINU Temanggung Kembangkan Pembangunan Desa Berbasis Riset (Sumber Gambar : Nu Online)
STAINU Temanggung Kembangkan Pembangunan Desa Berbasis Riset (Sumber Gambar : Nu Online)

STAINU Temanggung Kembangkan Pembangunan Desa Berbasis Riset

 

Dalam kunjungan itu, bagian Litbang BAPPEDA Temanggung Adi Setya Nugraha menjelaskan banyak hal. Salah satunya potensi riset di Temanggung yang hasilnya bisa menjadi rujukan untuk implementasi program dan pembangunan di wilayah Temanggung.

 

Sang Pencerah Muslim

Misalnya penelitian dan pengkajian terhadap perencanaan pembangunan desa di Kabupaten Temanggung. Kerja sama ini diharapkan menghasilkan pola kajian dan penelitian perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa berdasarkan basis riset.

Sang Pencerah Muslim

 

Dari kerja sama ini STAINU Temanggung sebagai perguruan tinggi berbasis sosial keagamaan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dan hasil penelitian pada wilayah perencanaan pembangunan aspek sosial keagamaan desa yang luput dari perhatian pemerintah desa maupun daerah.

 

Hasil dari kajian dan penelitian tersebut akan menjadi salah satu bahan pertimbangan perencanaan dan pembangunan tingkat daerah di BAPPEDA.

 

"Harapan saya, pertama dengan kerjasama ini STAINU mampu menjadi mitra yang terpercaya bagi pemerintah daerah dalam membangun kapasitas masyarakat Temanggung berbasis riset," beber Syafii.

 

Kedua, lanjut dia, dengan kerja sama ini STAINU sebagai kalangan akademisi mampu berperan aktif dalam mengawal kebijakan pemerintah daerah meupun desa baik melaui wacana, opini maupun penelitian. (Ibda/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote Sang Pencerah Muslim

Minggu, 17 Desember 2017

Ketika Habib Luthfi dan Kiai Said Menunduk Bersamaan saat Salaman

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Akhlak mulia tak pernah putus ditunjukkan oleh para ulama di kalangan NU. Mereka terus menjadi oase di tengah maraknya ujaran kebencian dan prasangka buruk yang disajikan oleh sejumlah kelompok.

Ketika Habib Luthfi dan Kiai Said Menunduk Bersamaan saat Salaman (Sumber Gambar : Nu Online)
Ketika Habib Luthfi dan Kiai Said Menunduk Bersamaan saat Salaman (Sumber Gambar : Nu Online)

Ketika Habib Luthfi dan Kiai Said Menunduk Bersamaan saat Salaman

Pemandangan menyejukkan tersebut terjadi ketika diselenggaraknnya Haul Agung ke-514 H Kanjeng Sultan Raden Abdul Fattah Al-Akbar Sayyidin Panotogomo, Sabtu (11/3) malam di Demak, Jawa Tengah.

Rais Aam Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) Habib Luthfi bin Yahya dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saling merendahkan badan dan menunduk ketika bersalaman di panggung utama haul.

Momen tersebut diabadikan oleh video singkat yang diunggah Kiai Said di akun twitter resmi pribadinya, @saidaqil. Saat itu, Kiai Said dan undangan lain yang telah hadir seketika berdiri ketika Habib Luthfi datang. Ulama asal Pekalongan tersebut langsung menyalami tamu di panggung satu per satu.

Sang Pencerah Muslim

Tibalah saatnya Kiai Said bergiliran menyalami ulama yang dikenal getol menyerukan persatuan dalam berbangsa ini. Setelah tangan Kiai Said meraih tangan Habib Luthfi, kedua tokoh nasional yang cukup mendunia ini secara bersamaan merendahkan badan mereka dan menunduk.

“Alhamdulillah...Berkesempatan hadir di Haul Agung ke-514 H Raden Fattah, Demak. Hadir pula dalam kesempatan ini Habib Lutfhi bin Yahya,” tulis Kiai Said dalam caption video berdurasi 19 detik itu.

Dalam pemandangan tersebut, Kiai Said terlihat kuat ingin meraih tangan Habib Luthfi untuk kemudian diciumnya. Pengasuh Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur Jakarta Selatan ini akhirnya berhasil mencium tangan Habib Luthfi yang nampak berusaha menarik tangannya.



Sang Pencerah Muslim

Dalam Haul yang dihadiri oleh ribuan jamaah ini, baik Kiai Said maupun Habib Luhtfi memberikan taushiyah. Mereka menekankan akan pentingnya selalu menghormati para leluhur melalui tradisi haul dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Sinergi antara ulama dan umaro (pemerintah) dari dulu hingga sekarang terbukti mewujudkan bangsa yang kuat. Sebab itu dalam sejumlah kesempatan, Habib Luhtfi dan Kiai Said pun tak pernah putus untuk menjalin tali yang kokoh dengan pemerintah di tengah radikalisme global yang mempunyai kecenderaungan memecah belah bangsa. (Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Quote, Daerah Sang Pencerah Muslim

Kamis, 07 Desember 2017

NU Care-LAZISNU Targetkan Capaian Zakat 20 Triliun di Tahun 2020

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. NU Care-LAZISNU menargetkan di akhir kepengurusannya nanti memiliki saldo hasil penggalangan dana dari zakat, infaq, dan sedekah minimal 20 triliun rupiah. Hal ini disampaikan oleh Ketua NU Care-LAZISNU Syamsul Huda dalam kegiatan Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) NU Care-LAZISNU yang digelar di Grand Cempaka Hotel Jakarta, Kamis (26/5).

NU Care-LAZISNU Targetkan Capaian Zakat 20 Triliun di Tahun 2020 (Sumber Gambar : Nu Online)
NU Care-LAZISNU Targetkan Capaian Zakat 20 Triliun di Tahun 2020 (Sumber Gambar : Nu Online)

NU Care-LAZISNU Targetkan Capaian Zakat 20 Triliun di Tahun 2020

"Saya mengharapkan pada muktamar 2020 nanti laporan keuangan NU paling tidak saldonya adalah 20 triliun rupiah," jelas Syamsul di hadapan para pengurus LAZISNU se-Indonesia.

Untuk merealisasikan target tersebut, tambah dia, NU Care-LAZISNU sudah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk bangun sistem tata kelola yang profesional, baik dan juga modern, salah satu program tersebut adalah dengan menjaring zakat, infaq dan sedekah melalui jaringan seluler.

"Bagi yang pakai Telkomsel, coba ketik *888*1926#, disitu kita bisa melakukan penggalangan dana (fundraising)," tambahnya.

Dikatakannya, untuk sementara program tersebut masih terbatas pada pengguna Telkomsel saja, untuk pengguna Indosat dan XL masih dalam proses komunikasi antara NU Cara-LAZISNU dengan pihak perusahaan.

Sang Pencerah Muslim

"Kita juga menjalin kerjasama dengan BRI yang punya program Laku Pandai, BRI ini cocok dengan karakter NU, karena nasabahnya mampu menyentuh kalangan menengah ke bawah, selain BRI NU Care juga menjalin kerjasama dengan Ipaymu dan Coconut," katanya.

Ditambahkannya, selama ini permasalahan pokok yang ada dalam tubuh LAZISNU bersumber pada tiga hal, yaitu belum terciptanya jamaah dalam berzakat, belum punya sistem manajemen yang baik dan belum lahirnya ruhul jihad dalam mental para pengurus.

"Dan tantangan bagi NU Care-LAZISNU adalah bagaimana caranya agar ketiga persoalan tersebut dapat terselesaikan," tambahnya.

Sang Pencerah Muslim

Untuk itu, kata dia, sampai saat ini NU Care-LAZISNU terus melakukan pembenahan sistem diantaranya dengan belajar kepada lembaga amil zakat yang sudah sukses seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat dan juga Lazisnu daerah seperti Lazisnu Jepara dan Sukabumi.

Namun demikian, tambah dia, tentu saja nantinya akan ada inovasi dan penyesuaian agar ada kesamaan dengan karakter warga NU.

Adapun teknis penyaluran dana kepada mustahiq, LAZISNU akan menggandeng lembaga dan banom NU seperti Lembaga Kesehatan NU untuk membiayai kesehatan warga miskin dan IPNU untuk beasiswa pelajar miskin dan berprestasi, namun demikian secara keseluruhan alokasi penyalurannya akan dibagi 60 persen untuk dana produktif dan 40 persen untuk dana konsumtif. (Aiz Luthfi/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote Sang Pencerah Muslim

Minggu, 03 Desember 2017

Muslimat NU Bina 36 Desa Tingkatkan Pemberdayaan Perempuan

Pangkep, Sang Pencerah Muslim. Program Pembelajaran Pelayanan Sosial Dasar yang digelar Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU) di Biring Ere, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan pada Jumat-Ahad (25-27/8) lalu. Kegiatan ini masih menggandeng Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Ketua II PP Muslimat NU Hj Nurhayati Said Aqil Siroj mengatakan, Muslimat NU mulai menjalin kerja sama dengan Kemendes PDTT sejak tahun 2007. Tim PDT Muslimat NU telah membina 36 desa di seluruh Indonesia dalam meningkatkan kualitas masyarakat khususnya pemberdayaan perempuan desa.

Muslimat NU Bina 36 Desa Tingkatkan Pemberdayaan Perempuan (Sumber Gambar : Nu Online)
Muslimat NU Bina 36 Desa Tingkatkan Pemberdayaan Perempuan (Sumber Gambar : Nu Online)

Muslimat NU Bina 36 Desa Tingkatkan Pemberdayaan Perempuan

“Tahun 2012 Muslimat NU sudah membina perempuan desa dengan berbagai keterampilan mulai dari menjahit, kecantikan, tata boga sampai dengan bengkel,” jelas istri Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj ini.

Di Biring Ere ini, kata Nurhayati, dana yang diturunkan oleh Kemendes PDTT berupa peningkatan kualitas dan kapasitas perempuan desa melalui pelatihan-pelatihan. Untuk Biring Ere sekarang pelatihannya mencakup 4 bidang yaitu; kelembagaan, kesehatan,pendidikan (PAUD), dan ekonomi melalui kewirausahaan.

Sang Pencerah Muslim

Ia mengungkapkan, Muslimat sudah hadir di 34 provinsi, dan 500 kabupaten/kota hingga ke luar negeri. Yang terakhir di bentuk kepengurusan di Hongkong.?

Nurhayati menekankan bahwa organisai perempuan terbesar dengan jumlah anggota mencapai 22 juta ini memiliki identitas sendiri yaitu Muslimat NU dengan Aswaja. “Jangan terkecoh dengan organisasi lain yang hampir mirip namanya dengan Muslimat,” ucapnya.

Sang Pencerah Muslim

Dalam keaswajaan, imbuhnya, Muslimat NU memiliki ciri sendiri dengan tradisi-tradisi keagamaan yang sudah dibangun oleh para pendiri NU sejak sebelum kemerdekaan.

“Dengan keterlibatan dalam Muslimat NU, ibu-ibu mendapat kebaikan positif yaitu dengan mengikuti majelis ta’lim secara teratur selain itu juga dapat bersilahturahmi dengan ibu-ibu lainnya,” papar Nurhayati.

Ia menandaskan, sebagai suatu organisasi yang resmi, Muslimat NU memiliki visi dan misi yang berfokus pada peningktan kualitas perempuan dan keluarga Indonesia di masa depan.?

Hadir dalam kesempatan ini Anggota DPR RI Andi Jamaro Dulung dan Kepala Desa Biring Ere, Alam serta para kader Muslimat NU setempat. (Red: Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Hikmah, Quote Sang Pencerah Muslim

Rabu, 29 November 2017

Ansor Tangerang Dorong Perda Pondok Pesantren

Tangerang, Sang Pencerah Muslim. Keberadaan Pondok Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan yang sudah eksis jauh sebelum berdirinya lembaga-lembaga pendidikan formal sampai hari ini belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.

Ansor Tangerang Dorong Perda Pondok Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)
Ansor Tangerang Dorong Perda Pondok Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)

Ansor Tangerang Dorong Perda Pondok Pesantren

Demikian dikatakan Khoirun Huda, ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Tangerang, di sela-sela acara Peringatan Hari Santri Nasional yang digelar di Sekretariat GP Ansor di Tangerang, Banten, Rabu (21/10).

Menurutnya, momentum Hari Santri Nasional yang secara resmi ditetapkan Presiden merupakan bentuk pengakuan negara terhadap peran? dan eksistensi santri yang telah memberikan andil besar dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sang Pencerah Muslim

Pesantren juga dinilai berkontribusi besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. “Jutaan anak bangsa terlahir dari kobong-kobong pesantren, tidak sedikit dari mereka yang kemudian menjadi tokoh-tokoh besar negeri ini,” tutur Huda.

Untuk itu Huda menyampaikan bahwa Hari Santri Nasional tidak boleh hanya menjadi seremoni belaka. Ini dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk lebih serius dan fokus memberikan perhatian bagi santri dan Pondok-pondok Pesantren. “Selama ini? perhatian pemerintah terhadap pondok pesantren? dirasa sangat kurang.? Pemerintah biasanya berdalih tidak adanya payung hukum yang jelas terhadap Pondok Pesantren? yang membuat mereka kesulitan memberikan bantuan” tuturnya .

Sang Pencerah Muslim

Maka dari itu, pihaknya akan mendorong kepada pihak eksekutif maupun legislatif Kabupaten Tangerang untuk membuat regulasi daerah guna mengakomodasi dan memberikan payung hukum yang jelas bagi pondok pesantren.

“Kami berharap perda ini nantinya dapat menjadi solusi dalam mengatasi berbagai persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pondok pesantren, sekaligus menjadi payung hukum pemerintah daerah untuk membuat kebijakan-kebijakan terkait pondok pesantren,’’ paparnya.

Hal senanda juga disampaikan oleh KH. Ahmad Imron selaku Pengasuh Pondok Pesantren Darul Falahiyah Cisoka. Dia menyampaikan bahwa sejarah telah membuktikan bahwa santri dan pesantren senantiasa hadir dalam menjaga keutuhan dan tegaknya NKRI. “Sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian bagi santri dan pesantren,” terangnya.

Acara peringatan menyambut Hari Santri Nasional tersebut? dirangkai dengan kegiatan Istighosah dan Haul Akbar Muassis NU, Refleksi Resolusi Jihad NU, dan ditutup dengan pemutaran film Sang Kiai. Tidak kurang dari oleh 500 jamaah turut? hadir dalam acara tersebut diantaranya dari jajaran pengurus Ansor , Banser, NU, santri dan pengasuh pondok pesantren serta tokoh masyarakat Kabupaten Tangerang. (Red: Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Quote Sang Pencerah Muslim

Jumat, 17 November 2017

Kiai Masdar: Khotbah Jum‘at Jangan Lama

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F Mas‘udi mengingatkan para khotib untuk memerhatikan rambu-rambu khotbah. Kiai Masdar menyayangkan para khotib di sejumlah masjid yang terlalu lama menyampaikan materi taushiyah di atas mimbar.

“Padahal adab Rasulullah SAW dan salafus saleh selalu mempersingkat khotbah dan memanjangkan sembahyang,” kata Kiai Masdar kepada Sang Pencerah Muslim di ruang Syuriyah PBNU, Jakarta, Rabu (21/1) sore.

Kiai Masdar: Khotbah Jum‘at Jangan Lama (Sumber Gambar : Nu Online)
Kiai Masdar: Khotbah Jum‘at Jangan Lama (Sumber Gambar : Nu Online)

Kiai Masdar: Khotbah Jum‘at Jangan Lama

Pengurus masjid dalam hal ini memiliki peran penting mengatur durasi khotbah. Mereka berhak mengingatkan khotib untuk membatasi durasi khotbah.

Sang Pencerah Muslim

“Pesan ini harus diulang-ulang pengurus masjid kepada para khotib. Pasalnya, khotbah kelamaan ini menjadi bagian dari ukuran adab khotib.”

Sang Pencerah Muslim

Mereka juga berhak meminta khotib untuk menyampaikan materi tertentu sesuai kebutuhan umat. Terutama sekali, para khotib tidak boleh menyampaikan isu-isu yang menyinggung atau menyindir pihak manapun, pungkas Kiai Masdar. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Anti Hoax, Quote Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock