Tampilkan postingan dengan label Khutbah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khutbah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 Februari 2018

Kemnaker Intensifkan Kemitraan Strategis dengan Dunia Industri

Bekasi, Sang Pencerah Muslim. Salah satu upaya pemerintah untuk menanggulangi pengangguran adalah dengan mengintensifkan kegiatan pelatihan kerja bagi para pencari kerja melalui pelatihan berbasis kompetensi.

Sejalan dengan hal tersebut, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bekasi menggelar forum komunikasi dengan dunia industri untuk mengidentifikasi kebutuhan riil tenaga kerja yang disesuaikan pasar kerja.

Forum komunikasi jejaring industri ini dihadiri perwakilan manajemen dari  144  perusahaan/Industri yang berada di kawasan Bekasi  dan sekitarnya.

Kemnaker Intensifkan Kemitraan Strategis dengan Dunia Industri (Sumber Gambar : Nu Online)
Kemnaker Intensifkan Kemitraan Strategis dengan Dunia Industri (Sumber Gambar : Nu Online)

Kemnaker Intensifkan Kemitraan Strategis dengan Dunia Industri

"Melalui kegiatan Forum Komunikasi Jejaring Industri ini, saya harap dapat terjalin hubungan kemitraan strategis antara BBPLK Bekasi dengan dunia industri," kata Dudung Heryadi, Direktur Bina Kelembagaan Pelatihan Ditjen Binalattas Kementerian Ketenagakerjaan dalam sambutannya, Selasa (15/8).

Dudung menambahkan, dalam kegiatan ini akan ada komunikasi dua arah dan sinergitas terkait kebutuhan riil SDM di lapangan serta potensi kerjasama yang dapat dibangun antara BBPLK Bekasi dengan dunia industri.

Sang Pencerah Muslim

"Artinya bahwa selepas kegiatan forum ini, kita akan mampu melakukan identifikasi kebutuhan riil tenaga kerja, mampu memetakan rencana penempatan dan On The Job Training (OJT) bagi lulusan pelatihan di BBPLK Bekasi," jelasnya. 

Sedangkan menurut Kepala BBPLK Bekasi,  Helmiaty Basri, selama ini hasil dari lembaga pelatihan dengan kebutuhan tenaga kerja seringkali unlink dan mismatch.

Sang Pencerah Muslim

"Dengan forum ini, kita akan mensinergikan antara kebutuhan dunia industri dengan pelatihan yang kita gagas sehingga peserta pelatihan yang kita bina dapat terserap langsung," ungkap Helmiaty. (Red-Zunus)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 03 Februari 2018

Hasyim: Khilafah Islamiyah bukan Gerakan Agama, tapi Gerakan Politik

Jakarta, Sang Pencerah Muslim

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi meminta warga nahdliyyin (sebutan untuk warga NU) dan umat Islam pada umumnya untuk waspada atas munculnya wacana Khilafah Islamiyah yang kerap dihembuskan oleh kelompok-kelompok Islam radikal. Menurutnya, wacana tersebut pada dasarnya tidak lebih dari sekedar gerakan politik, bukannya gerakan keagamaan.

“Khilafah Islamiyah itu sebenarnya gerakan politik, bukan gerakan agama. Karena di situ lebih kental aspek politiknya daripada aspek agama, ibadah, ubudiyah-nya. Yang difokuskan itu kan sistem kenegaraan, bukan bagaimana membuat madrasah, masjid, menciptakan kesejahteraan umat, dan sebagainya,” ungkap Hasyim saat bersilaturrahim dengan para petinggi Pimpinan Pusat (PP) Lembaga Dakwah (LD) NU di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (5/9).

Hasyim: Khilafah Islamiyah bukan Gerakan Agama, tapi Gerakan Politik (Sumber Gambar : Nu Online)
Hasyim: Khilafah Islamiyah bukan Gerakan Agama, tapi Gerakan Politik (Sumber Gambar : Nu Online)

Hasyim: Khilafah Islamiyah bukan Gerakan Agama, tapi Gerakan Politik

Ditegaskan Hasyim, begitu panggilan akrab Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu, sistem ketatanegaraan berikut sistem kepemimpinannya, sebagaimana tertuang dalam konsep Khilafah Islamiyah, cukuplah mengacu pada sistem yang berlaku di negara masing-masing. “Siapapun yang jadi kepala negara, yang telah diproses secara sah, baik menurut ukuran agama maupun negara, ya dia itu kholifah (pemimpin, red). Nggak usah cari model-model yang lain,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Hasyim juga mencermati tumbuh-suburnya kelompok-kelompok Islam radikal berikut gerakannya di Indonesia. Padahal, katanya, hampir di sebagian besar negara-negara di Eropa dan Timur Tengah, kelompok-kelompok Islam garis keras itu tidak menemukan tempat, bahkan dilarang hidup. “Di Eropa, Timur Tengah, seperti Yordania dan Syria, mereka (kelompok Islam radikal, red) nggak punya tempat. Tapi di Indonesia, mereka bisa hidup leluasa dan semakin merajalela,” tuturnya.

Kepada para pimpinan LDNU, mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur ini mengingatkan, persoalan yang cukup mengkhawatirkan itu harus segera mendapat sikap dari NU. LDNU, katanya, sebagai sebuah wadah yang memiliki tugas mendakwahkan serta menyosoialisasikan paham Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) ala NU, dituntut tanggungjawabnya. Jika tidak, maka NU akan terikut ke dalam arus gerakan kelompok Islam radikal itu.

Sang Pencerah Muslim

Tak Mampu Bikin Masjid Sendiri

Pengamatan Hasyim juga tak luput dari fenomena diambilalihnya sejumlah masjid milik warga nahdliyyin oleh kelompok Islam ekstrim “kanan”. Menurutnya, hal itu dilakukan karena kelompok yang kerap dengan mudah mem-bid’ah-kan bahkan mengkafirkan warga nahdliyyin itu tak mampu membangun masjid sendiri. Sehingga kemudian mengambilalih masjid-masjid yang selama ini dibangun dan dikelola oleh warga nahdliyyin berikut takmir masjid dan tradisi ritual peribadatannya.

Sang Pencerah Muslim

“Karena mereka tidak mampu membuat masjid sendiri, kemudian mengambilalih masjid milik orang lain (masjid milik warga nahdliyyin, red), terus dipidatoin di situ untuk politisasi. Kan maksudnya begitu. Yang dirugikan akhirnya kan NU,” terang Hasyim. (rif)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Aswaja Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 27 Januari 2018

IPNU Jateng Tindaklanjuti Keputusan Muktamar soal Pembatasan Usia

Klaten, Sang Pencerah Muslim . Salah satu hasil putusan Sidang Komisi Organisasi dalam Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung di Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang, beberapa waktu lalu, adalah tentang pembatasan syarat usia maksimal menjadi anggota IPNU-IPPNU, yakni 27 tahun.

Menanggapi hal ini, pengurus Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Tengah segera mengadakan tindak lanjut, seperti yang telah diterangkan ketua IPNU Jateng Amir Mustofa Zuhdi, saat menyampaikan pidato sambutan pada acara pelantikan pengurus PC IPNU-IPPNU Klaten di Gedung Pendopo Pemerintah Kabupaten Klaten.

IPNU Jateng Tindaklanjuti Keputusan Muktamar soal Pembatasan Usia (Sumber Gambar : Nu Online)
IPNU Jateng Tindaklanjuti Keputusan Muktamar soal Pembatasan Usia (Sumber Gambar : Nu Online)

IPNU Jateng Tindaklanjuti Keputusan Muktamar soal Pembatasan Usia

Amir mengatakan pihaknya telah memberikan instruksi kepada pengurus yang di bawahnya, untuk dapat merapikan kriteria pengurus sesuai batasan usia dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, serta menjalankan proses kaderisasi yang berjenjang dan rapi.

Sang Pencerah Muslim

“Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti hasil dari Muktamar NU yang membatasi umur maksimal 27 tahun. Dan ini sudah dilakukan oleh Klaten, Soloraya dan Jawa Tengah pada umumnya,” terang Amir, Ahad (8/8).

Sementara itu, pada acara yang sama, Sekretaris Jenderal PP IPNU, Muhammad Nahdhy menyatakan bahwa pembatasan usia kader ini, memungkinkan para kader IPNU-IPPNU untuk semakin memperluas “ladang dakwah”, tidak hanya khusus di lingkup NU.

Sang Pencerah Muslim

“IPNU-IPPNU diharapkan menggarap kader dari berbagai kalangan, tidak peduli baik itu dari Muhammadiyah, MTA, LDII dan lain sebagainya. Jangan sampai IPNU-IPPNU cuma disibukkan mencari kader-kader dari NU saja. Karena kita semua bertekad bisa meng-NU-kan mereka-mereka yang belum NU,” tegas pria yang akrab Gus Nahdi itu. (Ajie Najmuddin/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, AlaNu, Doa Sang Pencerah Muslim

Jumat, 26 Januari 2018

Kang Said Pastikan NU Steril dari Intervensi Politik

Jombang, Sang Pencerah Muslim. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (Kang Said) di depan pers menyatakan bahwa kepengurusan NU yang baru diisi dari pelbagai unsur. Ia menerangkan, kepengurusan NU tidak dimonopoli oleh aktivis partai tertentu. ia sendiri tidak terlalu mempermasalahkan masuknya sejumlah politikus di dalam kepengurusan NU.

Kang Said Pastikan NU Steril dari Intervensi Politik (Sumber Gambar : Nu Online)
Kang Said Pastikan NU Steril dari Intervensi Politik (Sumber Gambar : Nu Online)

Kang Said Pastikan NU Steril dari Intervensi Politik

Demikian disampaikan Kang Said kepada sejumlah wartawan usai melakukan pertemuan dengan Bupati dan Wakil Bupati Jombang di pendopo, Selasa (25/8).

"Justru saya akan mengendalikan agar jangan sampai mereka mengendalikan dan membawa NU ke dalam politik," ungkapnya. Namun demikian, keberadaan mereka sebagai hak bagi warga NU untuk berkhidmat. 

Sang Pencerah Muslim

Ia menjamin bahwa tidak akan ada tarik menarik pada kepengurusan NU mendatang. "NU tidak akan digunakan untuk mendukung salah satu partai politik," tegasnya. Tapi kalau ada pengurus dari partai, itu adalah hak warga bangsa untuk berpolitik, lanjutnya.

Sang Pencerah Muslim

Kendati demikian, Kang Said menjamin bahwa NU mendatang akan steril dari intervensi partai politik. "Saya yang menjamin dan akan mengendalikan NU dari intervensi politik," tegasnya. 

Pada kesempatan tersebut, Kang Said juga menegaskan bahwa di kepengurusan PBNU sekarang ada beberapa kader partai politik. "Dalam kepengurusan NU ada unsur Golkar, PPP, Gerindra, tidak hanya PKB," ungkapnya.

Pada kesempatan ini, ia menjelaskan bahwa kedatangannya ke Jombang ialah untuk menyampaikan terima kasih sebenar-besarnya kepada Pemkab Jombang, “Terutama Bapak Bupati yang banyak berjasa sehingga muktamar sukses dan berjalan lancar.”

Fokus program PBNU periode 2015-2020 adalah kerja dan kerja. "Tanggal 28 (Agustus) kami akan melaksanakan rapat kerja pertama dengan pengurus PBNU," terangnya. Sedangkan pada 5 September mendatang adalah pengukuhan pengurus di Masjid Istiqlal.

"Dan minggu depan, akan diterima Bapak Presiden, insya Allah," lanjutnya. (Syaifullah/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Pondok Pesantren Sang Pencerah Muslim

Minggu, 21 Januari 2018

Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah

Tingkat keimanan manusia terhadap Allah SWT beragam. Ada keimanan seseorang yang dirangsang oleh sesuatu (ibarat, isyarat, rumuz) di luar dirinya. Tetapi ada juga yang tidak. Ada orang yang beriman setelah melihat mukjizat rasul atau khariqul adat (kejadian luar biasa) seperti umat-umat kafir zaman para nabi terdahulu.

Ada juga orang yang takjub pada keajaiban dunia seperti lafal “Allah” pada cangkang telur atau pada gumpalan awan sebagai kuasa Allah dalam bentuk tulisan, gambar, video yang dishare orang-orang via media sosial baik fesbuk, instagram, twitter, whatsapp, line, dan lain sebagainya.

Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah (Sumber Gambar : Nu Online)
Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah (Sumber Gambar : Nu Online)

Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah

Mereka yang merasa dekat dengan Allah karena keajaiban dunia dan kuasa Allah lainnya bukan masuk kategori al-arif billah yang sempurna karena keimanannya masih dirangsang oleh fenomena selain Allah.

Sang Pencerah Muslim

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Sang Pencerah Muslim

Artinya, “Al-Arif billah itu bukan orang yang terima isyarat lalu merasakan Allah lebih dekat dengannya karena isyarat itu. Al-Arif billah itu orang yang tak perlu isyarat karena lenyap pada wujudnya dan tersembunyi pada penyaksiannya.”

Petunjuk atas Allah yang dikenal para ulama terdiri atas tiga jenis yang memiliki tingkat berbeda. Ibarat adalah petunjuk kasar. Sementara isyarat lebih halus dibandingkan ibarat. Simbol atau rumuz adalah penanda paling halus atas Allah.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Bagi saya, isyarat itu lebih tipis dan lebih halus dibanding ibarat. Simbol lebih halus dibanding isyarat. Jadi semua penanda ini ada tiga, yaitu ibarat, isyarat, dan simbol. Setiap satu dari semua itu lebih halus dibanding tanda sebelumnya. Tugas ibarat adalah memperjelas. Isyarat memberi petunjuk. Sedangkan tugas simbol itu menyenangkan, maksudnya menyenangkan hati atas sambutan Allah SWT,” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam, Beirut, Darul Fikr, tanpa catatan tahun, juz I, halaman 118).

Isyarat merupakan medium petunjuk atas Allah yang menampung makna yang tak terwadahi pada ibarat. Isyarat ini sangat dibutuhkan bagi pesuluk sebagai penanda dan petunjuk atas Allah. Tetapi isyarat ini masih juga membawa serta sesuatu yang menandai keberadaan Allah sehingga mereka masih juga memandang yang lain selain Allah.

? ? ? ? ? ? ?  ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Menurut saya, isyarat adalah gudang makna sangat halus yang tak tertampung dalam ibarat. (Al-Arif billah yang kamil itu bukan orang yang memberikan isyarat bagi mereka yang meminta petunjuk, lalu ia merasakan Allah lebih dekat dengannya karena isyarat itu), terlebih lagi bagi Al-Arif billah yang kamil itu sehingga mereka merasakan Allah dekat karenanya atau di sisinya mengingat kekayaan kandungan isyarat itu yang menghendaki pemberi isyarat, isyarat, dan yang diisyaratkan. Al-Arif billah yang kamil itu adalah orang yang tidak memerlukan isyarat sama sekali karena ia telah melebur di dalam wujud Allah dan tersembunyi pada penyaksiannya sehingga makhluk itu lenyap (di matanya). Hal ini terjadi bisa karena ia menjadi ‘baqa’ sebab Allah, cahaya-Nya, dan pendaran cahaya itu dalam martabat pancarannya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Aqshara’i As-Syadzili, Ihkamul Hikam, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2008 M/1429 H, halaman 69).

Isyarat menandai adanya jarak dan antara. Isyarat kerapkali disertai dengan alasan, bukti, atau argmentasi. Ada orang beriman kepada Allah setelah mengetahui alasan, bukti, atau argmentasi sebagai isyarat atas Allah. Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa semakin banyak alasan, bukti, atau argumentasi yang diperlukan untuk beriman, tanda seseorang jauh dari Allah.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Abu Ali Ar-Raudzabari ketika ditanya perihal isyarat menjawab, isyarat tidak lain merupakan ungkapan dari dalam hati yang menjelaskan sesuatu yang ditunjuk. Sejatinya isyarat diiringi dengan illat (alasan, bukti, atau argumentasi). Illat itu jauh dari zat hakikat. As-Syibli mengatakan, setiap isyarat atas Allah yang ditunjukkan oleh makhluk-Nya hakikatnya tertolak sehingga mereka memberi isyarat atas Allah dengan Allah itu sendiri dan mereka tidak punya jalan untuk itu. Abu Yazid berkata, mereka yang paling jauh dari Allah adalah mereka yang paling banyak isyarat atas-Nya,” (Lihat Syekh Ibnu Abbad, Syarhul Hikam, Semarang, Maktabah Al-Munawwir, tanpa catatan tahun, juz I, halaman 63).

Untuk seorang al-arif billah yang kamil, isyarat tidak diperlukan karena mereka tidak berjarak dengan Allah. Isyarat dibutuhkan oleh para pejalan atau pesuluk. Isyarat itu sangat membantu mereka untuk dekat dengan Allah SWT.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ... ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Redaksi Syekh Ibnu Athaillah ‘Al-Arif billah itu bukan...’ maksudnya adalah al-arif billah yang tidak kamil, belum mendalam dan mantap. Sedangkan mereka yang sedang berjalan tetap membutuhkan isyarat dan merasakan Allah lebih dekat dengannya karena atau bersama isyarat itu. isyarat itu membantu mereka dan menjadi makanan pokok bagi mereka layaknya ibarat bagi mereka yang mengarahkan pandangan kepada Allah sebagai akan dijelaskan di depan, ‘Ibarat adalah makanan pokok bagi mereka yang butuh mendengarkan. Dan kau akan mendapatkan sesuai apa yang kau ‘makan’.’ Redaksi penulis, ‘ketika memberi isyarat’, maksudnya adalah diberikan atau menerima isyarat. Sedangkan ‘Al-Arif billah itu orang yang tak perlu isyarat,’ maksudnya ia tak membutuhkan isyarat untuk dirinya, tetai untuk memberikan isyarat untuk orang lain. Ia sendiri tak memerlukan isyarat karena isyarat dan ibarat makanan orang yang lapar. Sementara ia sudah kenyang dan cukup. Kita bisa mengatakan bahwa isyarat itu mengandaikan jarak dan perpisahan. Sementara ia tetap bersatu dalam perpisahannya... Al-arif billah yang kamil menafikan jalan/isyarat karena sudah merasa cukup dengan Allah sehingga tak membutuhkan isyarat dan pemberi petunjuk. Wallahu a‘lam,” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam, Beirut, Darul Fikr, tanpa catatan tahun, juz I, halaman 120-121).

Pertanyaannya kemudian adalah apakah yang disebut arifin yang kamil itu mereka yang selalu menggenggam tasbih, menggelar sajadah, atau membenahi letak sorban? Apakah mereka hidup soliter menyepi? Semua itu mungkin saja, bukan pasti. Tetapi yang  pasti mereka tetap bergaul dengan manusia lain. Mereka tetap manusiawi. Mereka bisa jadi buruh tani, pekerja kasar, guru, buruh pabrik, kuli angkut di pasar, pegawai rendahan, penunggu kafe, penunggu lahan parkir liar, atau guru agama di sekitar kita. Semua itu sangat mungkin sebagai dijelaskan Syekh Said Ramadhan Al-Buthi berikut ini.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ?.

Artinya, “Al-Arif billah adalah orang yang dengan tauhid, kepercayaan, tawakal, dan kepasarahannya kepada Allah mencapai derajat di mana kehendak-kehendaknya fana dalam kehendak/iradah-Nya, sebab-sebab atau alasan lenyap di bawah kuasa-Nya, dan semua yang tampak meleleh pada cahaya terang penyaksian-Nya. Tetapi pengertiannya tidak seperti yang kita sangka selama ini di mana al-arif billah terputus dari dunia, lalu menjalin dengan alam lain. Al-arif billah tetap berhubungan dengan dunia berinteraksi makhluk-Nya sebagaimana manusia lainnya. Ia tetap berhubungan dengan mereka seperti sebelumnya. Tetapi ketika berinteraksi dengan dunia dan sebab-sebab duniawi, ia tak melihat dirinya selain bersama dengan Allah. Ketika menangani masalahnya dengan orang lain dan beraktivitas di tengah publik dalam soal kemasyarakatan dan masalah lainnya, ia hanya menyadari bahwa ia berinteraksi bersama Allah. Al-arif billah itu seperti yang dikatakan para sufi, ‘Arasy dan bumiku ada pada satu waktu. Arasyku bersama Allah dalam perasaan dan batin. Tetapi bumiku bersama manusia dalam muamalah dan lahiriyah.’ Hal ini diungkapkan sangat baik oleh atsar dari Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq perihal dirinya sendiri, ‘Tiada sesuatu yang kulihat selain kulihat Allah bersamanya, sebelum, dan sesudahnya.’ Kondisi ini juga diungkapkan oleh Imam Fakhruddin Ar-Razi, ‘Hendaklah kamu bersama mereka secara lahiriyah, tetapi batinmu bersama Allah.’ Inilah maqam suluk tertinggi kepada Allah setelah maqam kenabian,” (Lihat M Said Ramadhan Al-Buthi, Al-Hikam Al-Athaiyyah, Syarhun wa Tahlilun, Beirut, Darul Fikr Al-Muashir, cetak ulang 2003 M/1424 H, juz II, halaman 471-472).

Menurut kami, penjelasan Syekh Said Ramadhan Al-Buthi cukup klir bahwa makrifatullah yang kamil itu bukan soal pakaian atau profesi, tetapi lebih pada cara pandang. Cara pandang makrifatullah ini dapat hadir pada siapapun dan mereka yang berprofesi apapun sesuatu dengan anugerah yang Allah berikan kepada mereka. Mereka dapat merasakan kehadiran Allah tanpa harus dirangsang oleh ibarat atau isyarat tertentu. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sunnah, Humor Islam, Khutbah Sang Pencerah Muslim

Kamis, 11 Januari 2018

Terjun di Masyarakat, Alumni Pesantren Harus ‘Berperang’

Cirebon, Sang Pencerah Muslim. Kembali ke tengah masyarakat, alumni pesantren harus memiliki tekad dan kemauan untuk berperang. Artinya mereka hadir bukan sekadar sebagai penonton atau umat pinggiran. Tetapi mereka berkontribusi secara aktif sesuai kebutuhan warga.

Demikian ditegaskan KH Said Aqil Siroj saat menyampaikan tausiyah dalam rangka Peringatan Haul ke-24 KH Aqil Siroj dan Khotmil Alquran serta Alfiyah Ibnu Malik di Majlis Tarbiyatul Mubtadi’ien (MTM) Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (14/12).

Terjun di Masyarakat, Alumni Pesantren Harus ‘Berperang’ (Sumber Gambar : Nu Online)
Terjun di Masyarakat, Alumni Pesantren Harus ‘Berperang’ (Sumber Gambar : Nu Online)

Terjun di Masyarakat, Alumni Pesantren Harus ‘Berperang’

Kalimat ummatan wasathan dalam Al-Quran bisa diarahkan ke dalam makna terjun ke tengah- masyarakat, bukan hanya di pinggir, atau sekedar menjadi penonton, tegas Kiai Said.

Sang Pencerah Muslim

Perang yang dimaksud, sambung Kiai Said, adalah peperangan moral dan budaya, peperangan pendidikan, serta perang untuk membangun masyarakat dan kemanusiaan. Karenanya, alumni pesantren harus bisa bergerak di tengah masyarakat untuk menjaga akhlak, moral, dan tradisi budaya sebagai identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kiai Said menyimpulkan, kekuatan mempetahankan kesatuan Indonesia terletak pada niat dan tekad masyarakat untuk mempertahankan tradisi dan budaya warisan secara turun-temurun. Peringatan haul, tahlil, marhabanan dan lain sebagainya, tradisi yang patut dipertahankan.

Sang Pencerah Muslim

“Bertahannya budaya menunjukkan bahwa kita wujud dan ada. Jika sudah ada, maka kita mudah melawan segala jenis ancaman pemecah belah kesatuan bangsa,” pungkas Kiai Said di hadapan ribuan jamaah yang menghadiri malam puncak peringatan haul KH Aqil Siroj.

Mereka terdiri dari alumni, tokoh pesantren Cirebon, pejabat pemerintahan, dan warga umum.

Sementara KH Aqil Siroj merupakan tokoh pendiri MTM. Ia orang tua KH Said Aqil Siroj. Kiai Aqil dilahirkan pada 1917 dan wafat pada 1990. Selain haul Kiai Aqil, perhelatan ini digelar untuk memperingati wafatnya KH Nashir Abu Bakar dan Nyai Afifah Harun, ibu Kiai Said. (Sobih Adnan/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah Sang Pencerah Muslim

Jumat, 05 Januari 2018

Jangan Gunakan Politik Khawarij, Vonis Kafir Kelompok Lain!

Tangerang, Sang Pencerah Muslim

Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Binamadani KH Suaidi mengajak agar masyarakat, khususnya para mahasiswa tidak mudah diadu domba dengan isu politik yang dibalut agama.

Jangan Gunakan Politik Khawarij, Vonis Kafir Kelompok Lain! (Sumber Gambar : Nu Online)
Jangan Gunakan Politik Khawarij, Vonis Kafir Kelompok Lain! (Sumber Gambar : Nu Online)

Jangan Gunakan Politik Khawarij, Vonis Kafir Kelompok Lain!

"Manusia itu makhluk berbudaya. Apalagi Islam mengajarkan persatuan dan kesatuan. Jangan sampai terkecoh," pesan Suaidi saat menjadi pembicara pada Diskusi Politik Islam, Sabtu (14/1) siang, di Aula STAI Binamadani, Tangerang.

Pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah as-Suaidiyah Kebon Kopi ini menjelaskan, manusia dalam bahasa Arab disebut al-insan. Secara gramatikal Arab, kata al-insan berasal dari tiga akar kata, yakni anas, anisa, dan nasiya. Kata itu memiliki banyak arti antara lain damai, berilmu, dan beradab.

Sang Pencerah Muslim

"Dari situ, kita mesti menjaga kedamaian. Apalagi sebagai umat Islam. Ketum PBNU sering menjelaskan Islam bukan sekadar agama akidah dan syariat. Islam itu juga agama budaya, agama peradaban," jelasnya.

Menurutnya, Rasulullah telah mencontohkan berpolitik yang santun. Suaidi lalu bercerita tentang Kaab bin Huzair, seorang penyair yang syair-syairnya mencela Nabi. Para sahabat pun geram dengan apa yang dilakukan Kaab. Singkat cerita, ia menjadi buruan sahabat yang ingin menangkap dan membunuhnya atas tindakannya menghina Rasulullah.

Sang Pencerah Muslim

"Berita itu pun tersiar secara cepat di masyarakat, hingga Kaab pun mengetahuinya. Setelah mendengar berita yang beredar, Kaab merasa takut dan mencari perlindungan," jelasnya.

Sebelum ditangkap, lanjutnya, Kaab datang menemui Rasulullah. Melihat Kaab datang, sebagian Sahabat berteriak, bunuh Kaab. Di tengah suasan itu, Rasulullah menenangkan dengan bersabda, Biarkan Kaab datang, dia ingin bertobat dan meninggalkan masa lalunya.

"Mendengar tutur kata Nabi yang santun, Kaab pun mendapat hidayah untuk masuk Islam. Setelah masuk Islam, Kaab membuat sair-sair yang isinya memuji dan memuliakan Nabi," paparnya.

Dari kisah itu, Nabi sudah memberikan tauladan dalam menyikapi orang-orang yang menghina beliau. Menurut Suaidi, umat Islam mestinya meneladani kearifan Rasulullah. Demikian juga, saat Nabi membangun kota Madinah.

"Madinah sebagai kota mulia. Di madinah umat Islam hidup berdampingan dengan non-Muslim. Makanya di masa itu Nabi membuat pembagian orang kafir, dzimmi dan harbi. Jika orang Muslim membunuh kafir dzimmi dia mendapatkan qisas (hukum yang berlaku di Madinah). Kita jangan menggunakan politik Khawarij. Mereka menganggap orang yang berbeda dengan golongannya dianggap kafir," pesannya.

Turut hadir dalam acara itu jajaran STAI Binamadani dan Ketua Yayasan Binamadani Group H Patwan Siahaan. Ada sekitar seratus mahasiswa dari STAI Binamadani dan STIH Painan mengikuti diskusi bertajuk “Menjaga Umat: Tanggapan Atas Fatwa MUI tentang Penistaan Agama” tersebut. (Suhendra/Mahbib)



Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Kajian, Hadits Sang Pencerah Muslim

Minggu, 17 Desember 2017

Ketika Habib Luthfi dan Kiai Said Menunduk Bersamaan saat Salaman

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Akhlak mulia tak pernah putus ditunjukkan oleh para ulama di kalangan NU. Mereka terus menjadi oase di tengah maraknya ujaran kebencian dan prasangka buruk yang disajikan oleh sejumlah kelompok.

Ketika Habib Luthfi dan Kiai Said Menunduk Bersamaan saat Salaman (Sumber Gambar : Nu Online)
Ketika Habib Luthfi dan Kiai Said Menunduk Bersamaan saat Salaman (Sumber Gambar : Nu Online)

Ketika Habib Luthfi dan Kiai Said Menunduk Bersamaan saat Salaman

Pemandangan menyejukkan tersebut terjadi ketika diselenggaraknnya Haul Agung ke-514 H Kanjeng Sultan Raden Abdul Fattah Al-Akbar Sayyidin Panotogomo, Sabtu (11/3) malam di Demak, Jawa Tengah.

Rais Aam Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) Habib Luthfi bin Yahya dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saling merendahkan badan dan menunduk ketika bersalaman di panggung utama haul.

Momen tersebut diabadikan oleh video singkat yang diunggah Kiai Said di akun twitter resmi pribadinya, @saidaqil. Saat itu, Kiai Said dan undangan lain yang telah hadir seketika berdiri ketika Habib Luthfi datang. Ulama asal Pekalongan tersebut langsung menyalami tamu di panggung satu per satu.

Sang Pencerah Muslim

Tibalah saatnya Kiai Said bergiliran menyalami ulama yang dikenal getol menyerukan persatuan dalam berbangsa ini. Setelah tangan Kiai Said meraih tangan Habib Luthfi, kedua tokoh nasional yang cukup mendunia ini secara bersamaan merendahkan badan mereka dan menunduk.

“Alhamdulillah...Berkesempatan hadir di Haul Agung ke-514 H Raden Fattah, Demak. Hadir pula dalam kesempatan ini Habib Lutfhi bin Yahya,” tulis Kiai Said dalam caption video berdurasi 19 detik itu.

Dalam pemandangan tersebut, Kiai Said terlihat kuat ingin meraih tangan Habib Luthfi untuk kemudian diciumnya. Pengasuh Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur Jakarta Selatan ini akhirnya berhasil mencium tangan Habib Luthfi yang nampak berusaha menarik tangannya.



Sang Pencerah Muslim

Dalam Haul yang dihadiri oleh ribuan jamaah ini, baik Kiai Said maupun Habib Luhtfi memberikan taushiyah. Mereka menekankan akan pentingnya selalu menghormati para leluhur melalui tradisi haul dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Sinergi antara ulama dan umaro (pemerintah) dari dulu hingga sekarang terbukti mewujudkan bangsa yang kuat. Sebab itu dalam sejumlah kesempatan, Habib Luhtfi dan Kiai Said pun tak pernah putus untuk menjalin tali yang kokoh dengan pemerintah di tengah radikalisme global yang mempunyai kecenderaungan memecah belah bangsa. (Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Quote, Daerah Sang Pencerah Muslim

Kamis, 23 November 2017

LTNNU Sumedang Cetak Wartawan untuk Penuhi Undangan Liputan

Sumedang, Sang Pencerah Muslim. Ketua Lembaga Talif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Kabupaten Sumedang Ayi Abdul Kohar mengatakan, kegiatan NU di Sumedang dari tingkat ranting sampai tingkat cabang, akhir-akhir ini sangat banyak. Hal itu belum terhitung  kegiatan lembaga dan banom NU yang sering berbarengan.

“Semua panitia kegiatan tersebut suka minta kepada pengurus LTNNU Sumedang untuk diliput dan dibuatkan berita kegiatannya supaya masuk website PCNU Sumedang dan media-media lokal,” katanya pada pembukaan Pelatihan Jurnalistik di aula PCNU pada Kamis (11/5) yang diikuti 20 anak muda NU.  

LTNNU Sumedang Cetak Wartawan untuk Penuhi Undangan Liputan (Sumber Gambar : Nu Online)
LTNNU Sumedang Cetak Wartawan untuk Penuhi Undangan Liputan (Sumber Gambar : Nu Online)

LTNNU Sumedang Cetak Wartawan untuk Penuhi Undangan Liputan

LTNNU Sumedang, kata dia, mempunyai tugas mengelola website PCNU, sering kerepotan memenuhi undangan liputan tersebut. Karena wartawannya masih sedikit.

Sang Pencerah Muslim

“Mengingat hal tersebut, LTNNU Sumedang merasa sangat perlu mencetak kader yang bisa menulis berita,” lanjutnya.  

Sang Pencerah Muslim

Atas dasar pertimbangan itulah, lanjut Ayi, LTNNU Sumedang melaksanakan pelaatihan jurnalistik selama dua hari Kamis-Jumat (11-12/5) dengan menghadirkan salah seorang Sang Pencerah Muslim, untuk berlatih bersama anak muda NU.

Sementara itu, Wakil Ketua PCNU Sumedang Cucu Suhayat berharap pelatihan itu bisa  menghasilkan output yang luarbisa dalam peningkatan kapasitas SDM para jurnalis di PCNU Sumedang.

“Ke depannya tidak hanya berita kegiatan NU saja yang ditulis, tapi pemikiran-pemikiran ulama NU Sumedang bisa ditulis juga,” pintanya.  (Red: Abdullah Alawi)

 

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Sholawat Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 18 November 2017

MWCNU Mojogedang Bahas Sikap Politik Tingkat Ranting

Karanganyar, Sang Pencerah Muslim. Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC) Kecamatan Mojogedang Kab. Karanganyar mengadakan pertemuan ranting, Ahad (12/1) di kediaman Kiai Asrofi, syuriah MWCNU Mojogedang. Acara tersebut diadakan guna membahas sikap politik menjelang pemilu raya pada bulan 9 April 2014 nanti.

MWCNU Mojogedang Bahas Sikap Politik Tingkat Ranting (Sumber Gambar : Nu Online)
MWCNU Mojogedang Bahas Sikap Politik Tingkat Ranting (Sumber Gambar : Nu Online)

MWCNU Mojogedang Bahas Sikap Politik Tingkat Ranting

“Pertemuan ini merupakan momen penting karena masalah yang dibahas pun juga masalah penting yang menyangkut orang banyak terutama jamaah NU. Jangan sampai pecah hanya gara-gara beda pendapat tentang sikap politik,” ujar Kiai Muqorrobin ketua MWC NU Mojogedang.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh delapan pengurus ranting dan ketua PCNU Karanganyar tersebut masing-masing ranting diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapat mengenai sikap politiknya.

Sang Pencerah Muslim

Ada beberapa pengurus yang menyatakan untuk mendukung dan mengajak jamaahnya memilih salah salah satu parpol tertentu, namun ada pula yang menolak untuk mendukung partai tertentu.

Sang Pencerah Muslim

“Masalah politik adalah masalah pribadi masing-masing orang, boleh saja kita mengutarakan sikap politik kita untuk mendukung salah satu parpol tertentu, namun sekali lagi jangan berbicara atas nama NU,” ujar Sukidi salah satu perwakilan ranting Ngadirejo.

Senada dengan pernyataan tersebut, perwakilan dari ranting Pereng juga mengungkapkan bahwa sebagi tokoh agama di desanya. Ia menolak membawa nama tertentu untuk dipilih, karena akan merusak nama baik dan citra sebagai tokoh agama. (Ahmad Rosyidi/Anam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Amalan, Hikmah Sang Pencerah Muslim

Selasa, 14 November 2017

Perkawinan, Seks, dan Cinta dalam Islam

Oleh Muhammad Ishom

Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an, Surah Ar-Rum, Ayat 21:

Perkawinan, Seks, dan Cinta dalam Islam (Sumber Gambar : Nu Online)
Perkawinan, Seks, dan Cinta dalam Islam (Sumber Gambar : Nu Online)

Perkawinan, Seks, dan Cinta dalam Islam

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

? ? ? ? ? ?

Sang Pencerah Muslim

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian semua istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Ayat di atas cukup populer dan sering dibacakan oleh para qari’ dalam acara resepsi perkawinan. Demikian pula para kiai atau ustadz juga sering mengutip ayat itu untuk memberikan wejangan atau taushiyah kepada pengantin baru yang sedang melaksanakan walimatul ‘ursy.

Tulisan ini saya maksudkan sebagai sebuah refleksi dari perkawinan kami yang pada tanggal 28 September lalu merupakan ultah perkawinan kami yang ke-25, atau sering disebut ultah perkawinan perak. Refleksi ini juga saya maksudkan sebagai sharing pembelajaran tentang hidup berumah tangga kepada para pemuda yang belum atau akan menikah; sekaligus mengingatkan kembali komitmen para pasutri (pasangan suami istri) dalam membangun rumah tangga.

Sebagaimana saya nyatakan di atas bahwa 25 tahun lalu kami memulai hidup baru. Tetapi pernikahan kami tidak melalui proses berurutan sebagaimana lazimnya di zaman sekarang, yakni: cinta – perkawinan – seks. Terus terang hubungan kami berawal dari perkawinan, seks, lalu cinta. Jadi kami menikah dulu tanpa pacaran dan langsung menjadi suami istri.

Pertanyaannya adalah proses atau pola urutan manakah yang lebih sesuai dengan tuntunan Islam dalam membangun rumah tangga? Apakah seperti yang lazim di masyarakat di zaman sekarang, yakni cinta - perkawinan – seks, ataukah seperti pengalaman kami yang itu sering terjadi di zaman dulu, yakni perkawinan - seks - cinta?

Sang Pencerah Muslim

Untuk menjawab pertanyaan di atas, marilah kita kembali pada ayat yang di awal telah saya sebutkan. Ayat tersebut akan saya uraikan sesuai dengan kandungan maknanya. Secara sederhana dapat saya uraikan bahwa ayat di atas memiliki sedikitnya 3 (tiga) makna penting sebagai berikut:

1. ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah menciptakan istri-istri untuk kamu semua dari jenismu sendiri.”

Salah satu makna terpenting dalam penggalan ayat ini adalah bahwa sebuah rumah tangga diawali dengan perkawinan. Tidak boleh sebuah rumah tangga diawali dengan seks tanpa perkawinan, karena inilah yang disebut kumpul kebo. Kumpul kebo itu sendiri seringkali barawal dari cinta. Oleh karena itu kita patut berhati-hati dengan cinta yang datangnya sebelum perkawinan karena ia bisa menjerumuskan jika tidak dikelola dengan baik.

Sudah banyak terjadi apa yang sering disebut dengan “kecelakaan” di mana seorang perempuan mengalami kehamilan, atau seorang laki-laki menghamilinya sebelum perkawinan. Ini artinya mereka telah menempatkan seks sebelum perkawinan. Jelas hal ini tidak sesuai dengan penggalan ayat di atas yang menegaskan bahwa hubungan laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan keluarga atau rumah tangga dimulai dari perkawinan.

Melalui perkawinan, seorang laki-laki dan seorang perempuan melakukan akad nikah dengan syarat dan rukun tertentu. Sekali lagi prosesi perkawinan merupakan awal terbentuknya rumah tangga di mana hubungan mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan kemudian menjadi hubungan suami istri secara sah. Hubungan ini penting karena memberikan legitimasi terbentuknya sebuah rumah tangga sebagai tempat berlabuh untuk mencapai ketentraman hidup atau yang disebut dengan kehidupan yang sakinah.

2. ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya: “Allah menciptakan istri-istri untuk kamu semua dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.”

Penggalan ayat di atas mengandung makna bahwa tempat berlabuh berupa rumah tangga dimaksudkan oleh Allah agar manusia dapat mencapai ketenteraman hidup atau kehidupan yang sakinah. Kita semua tahu bahwa manusia dianugerahi Allah SWT dengan syahwat atau hawa nafsu sebagaimana dinyatakan dalam penggalan ayat 14 dalam Surah Ali Imran berikut ini:

? ? ? ? ? ? ? ....

Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak...”

Penggalan ayat di atas menegaskan bahwa dalam hidup ini manusia dibekali dengan nafsu tertentu, seperti laki-laki memiliki kecenderungan untuk menyukai perempuan dan sebaliknya perempuan memiliki kecenderungan menyukai laki-laki. Mereka juga cenderung menyukai anak-anak sebagai darah dagingnya sendiri. Untuk itulah maka manusia dibekali dengan nafsu seks untuk mendapatkan keturunan. Nafsu seks seperti itu harus mendapatkan tempat penyaluran yang benar, yakni dengan memiliki pasangan hidup yang disebut istri atau suami melalui perkawinan.

3. ? ? ? ?

Artinya: “Dan dijadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.”

Dengan adanya tempat berlabuh yang jelas melalui perkawinan yang sah, maka di situlah nafsu seks yang kemudian berkembang menjadi rasa kasih atau cinta birahi menemukan salurannya secara benar. Cinta birahi (mawaddah) adalah rasa kasih yang pengungkapannya melalui seks. Sebagaimana diuraikan di atas, seks itu sendiri hanya boleh disalurkan setelah perkawinan. perkawinan tanpa seks sulit untuk mencapai cinta, dan seks tanpa perkawinan adalah perzinahan dan tidak akan menghasilkan cinta sejati yang dalam bagian ayat itu disebut sayang (rahmah). Sayang atau cinta sejati atau rahmah menjadi puncak dari perkawinan dan seks.

Dengan demikian berdasarkan pada Surah Ar-Rum, ayat 21, saya berkesimpulan proses atau pola urutan membangun rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan Islam adalah perkawinan – seks – cinta.

Apa yang saya uraiakan di atas secara tidak langsung menegaskan bahwa dalam Islam tidak dikenal pacaran dimana laki-laki dan perempuan menjalin hubungan dengan dorongan cinta. Sebagaimana saya uraikan di atas cinta yang tumbuh dan berkembang sebelum perkawinan bisa menjerumuskan ke dalam kemaksiatan apabila tidak dikendalikan atau dikelola dengan baik. Namun demikian, Islam membolehkan ta’aruf, yakni perkenalan antara laki-laki dan perempuan sebatas pada hal-hal mendasar, seperti identitas diri dan asal usul keturunan masing-masing.

Pertanyaannya kemudian, bisakah perkawinan atau pembentukan rumah tangga tanpa ada cinta sebelumnya?

Jawabnya adalah seseorang bisa membangun rumah tangga meski tanpa didasari cinta. Dalam Islam, niat beribadah kepada Allah sesungguhnya merupakan pondasi yang lebih mendasar dan kokoh bagi sebuah perkawinan dari pada sekedar cinta yang sewaktu-waktu bisa meredup di tengah jalan, atau hanya menggebu-gebu di awal, atau bahkan berubah menjadi kebencian yang mendalam. Sebetulnya tidak menjadi masalah ada cinta sebelum perkawinan selama cinta itu dapat dikelola dengan baik, tetapi janganlah cinta itu menjadi hal satu-satunya yang mendasari perkawinan karena sekali lagi ada hal yang lebih luhur dan mulia dari pada sekitar cinta, yakni niat beribadah kepada Allah SWT.

Perkawinan yang didasari ibadah akan menghasilkan cinta sejati yang bersumber dari cinta ilahi. Maka seyogianya ibadah itu menjadi dasar perkawinan dan cinta sejati menjadi puncaknya. Cinta yang tumbuh dan berkembang setelah perkawinan dan seks memang memiliki karakter yang sangat berbeda dengan cinta yang tumbuh sebelum kedua hal itu. Dalam perkawinan terdapat rahmat Tuhan. Di sana berkah-Nya dilimpahkan kepada suami dan istri karena perkawinan adalah sunnah Rasulullah SAW. Melalui perkawinan terjadilah sebuah revolusi. seks yang sebelumnya diharamkan serta merta dihalalkan dan bernilai idadah karena diperintahkan setelah berlangsung perkawinan. Dengan seks yang diberkati Tuhan, suami dan istri saling membahagiakan untuk mencapai ridha-Nya. Di titik itu cinta insani dan cinta ilahi bertemu, lalu menyatu menjadi cinta seutuhnya – cinta manunggal.?

Semoga apa yang saya sampaikan di atas dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua khususnya dalam kaitannya dengan perkawinan. Kita diingatkan bahwa puncak dari perkawinan adalah cinta. Maka cinta harus selalu ada dan hidup dalam rumah tangga kita karena itu merupakan rahmah atau cinta sejati yang bersumber dari Allah SWT. Jika akhir-akhir ini kita sering mendengar akronim samara, yang merupakan kependekan dari sakinah, mawaddah wa rahmah, maka implementasinya adalah melalui perkawinan – seks – cinta sebagaimana dijelaskan dalam Surah Ar-Rum, ayat 21 di atas.

Penulis adalah dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah Sang Pencerah Muslim

Minggu, 12 November 2017

Nasbi Putra Sahdil Pimpin PC PMII Padangpariaman

Padangpariaman, Sang Pencerah Muslim. Nasbi Putra Sahdil terpilih sebagai Ketua PC PMII Kabupaten Padangpariaman pada Konferensi Cabang (Konfercab) ke-5. Tiga kandidat yang bertarung, Nasbi meraih 6 suara, Balnis Wilmalis 3 suara, dan Maya Perwita mengundurkan diri.

Nasbi Putra Sahdil Pimpin PC PMII Padangpariaman (Sumber Gambar : Nu Online)
Nasbi Putra Sahdil Pimpin PC PMII Padangpariaman (Sumber Gambar : Nu Online)

Nasbi Putra Sahdil Pimpin PC PMII Padangpariaman

Konfercab berlangsung di sekretariat PMII Padangpariaman di jalan Pauhkambar-Pakandangan, Sabtu (13/6). Konfercab dibuka Sekretaris PKC PMII Sumbar, Idris dan dihadiri Ketua PMII Padangpariaman Rodi Indra Saputra, Bendahara PMII Kota Pariaman Syafrizal, kader PMII Komisariat STKIP YDB Lubuk Alung dan STKIP Nasional Pauhkambar.

Idris menyebutkan, dengan pelaksanaan Konfercab ke-5 ini, PMII Padangpariaman sudah mulai tumbuh. Ibarat anak-anak yang tumbuh dan organ tubuhnya sudah lengkap, harus lebih mampu berbuat. Apalagi kader PMII Padangpariaman sudah banyak yang mengikuti Pelatihan Kader Dasar (PKD) dan Pelatihan Kader Lanjutan (PKL).

Sang Pencerah Muslim

"Dengan potensi kader yang sudah mengikuti PKD dan PKL, tentu PMII Padangpariaman harus lebih bisa berbuat banyak dalam pengembangan PMII ke depan. Struktur PMII di tingkat cabang dan komisariat harus lebih bisa ditata dan digerakkan," kata Idris mantan Ketua PC PMII Kota Pariaman ini.

Sang Pencerah Muslim

Sementara itu, Ketua terpilih Nasbi Putra yang sebelumnya Ketua Pengurus Komisari PMII STKIP Nasional mengatakan, tugas yang mendesak dilakukan adalah konsolidasi organisasi. PMII yang terkesan sudah mulai vakum beberapa waktu belakangan ini, akan lebih digiatkan dengan berbagai kegiatan.

Mengingat perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Padangpariaman adalah perguruan tinggi umum, lanjut dia, maka kadernya harus ditingkatkan pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah-nya.?

“Apalagi Padangpariaman daerah yang kental dengan tradisi lokalnya perlu dikawal dari serangan kelompok Islam radikal yang selalu menyerang berbagai tradisi umat Islam di Padangpariaman," kata Nasbi.

Selain itu, imbuh Nasbi, masih ada perguruan tinggi di Padangpariaman yang belum ada ? PMII di sana. Untuk itu, tambahnya, pengurus PMII Padangpariaman periode 2016-2017 ini berupaya mendirikan komisariat PMII di beberapa perguruan tinggi. (Armaidi Tanjung/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah Sang Pencerah Muslim

Jumat, 10 November 2017

Kala Anak Kolong Menceritakan Pengalamannya

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Praktisi lingkungan hidup, Rusdian Lubis meluncurkan bukunya Anak Kolong di Kaki Gunung Slamet, Ahad (15/10) di Omah Btari Sri, Ampera Raya, Jakarta Selatan.

“Buku ini saya maksudkan sebagai tribute atau kenangan kepada Eyang, Ibu dan Ayah serta anak-anak kolong,” kata Yan, panggilan akrabnya.

Buku yang mengacu pada kejadian nyata yang dialami Yan—dan anak-anak kolong lainnya—ditulis dengan gaya humor. Ia mengaku tertarik dengan pola atau genre humor yang saat ini sangat jarang ditulis.

Kala Anak Kolong Menceritakan Pengalamannya (Sumber Gambar : Nu Online)
Kala Anak Kolong Menceritakan Pengalamannya (Sumber Gambar : Nu Online)

Kala Anak Kolong Menceritakan Pengalamannya

“Dulu ada Suman Djaya, Aman Datuk Modjoindo,” kata Yan.

Yan dalam buku tersebut tidak hanya menceritakan kenangan-kenangan baik, tetapi ada semacam ‘kenakalan’ masa remaja yang dilakukannya.

“Saya ingin menceritakan kepada anak saya apa yang saya alami semasa kecil. Kenakalan-kenakalan saya yang mungkin anak-anak saya tidak tahu,” tambah Yan.

Sang Pencerah Muslim

Anak kolong sendiri mengacu pada putra-putri tentara. Ayah Rusdian adalah seorang tentara yang ditugaskan di beberapa daerah di Banyumas. Sebutan kolong populer di kalangan anak-anak tentara. Tinggal di rumah dinas yang sempit, sehingga mereka harus berdesakan saat tidur, bahkan sering tidur di kolong. 

Sang Pencerah Muslim

Sastrawan Ahmad Tohari yang hadir sebagai pembicara dalam peluncuran tersebut mengatakan saat membaca draftnya langsung merasa mantap. 

“Ini yang sudah lama saya tunggu,” kata Tohari.

Tohari selama ini khawatir karena sedikit sastra realisme. 

“Penulis muda memilih yang nggak nggak. Padahal kita harus tetap yakin sastra beraliran realisme, karena keadaban tetap perlu,” tambah Tohari.

Tohari juga mengapresiasi Yan yang berhasil membuat karya sastra padahal usianya sudah tidak muda lagi dan saat ini sudah pensiun.

Acara peluncuran dihadiri sejumlah tokoh perbukuan, jurnalis, aktivis, para sahabat, dan mantan anak kolong. (Kendi Setiawan)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Aswaja, Khutbah Sang Pencerah Muslim

Senin, 06 November 2017

MWCNU Sawit Targetkan 200 Peserta PKD Pekan Depan

Boyolali, Sang Pencerah Muslim. Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Sawit kabupaten Boyolali, Jawa Tengah sedang menjaring peserta Pendidikan Kader Dasar (PKD) dari ranting NU yang ada di kecamatan Sawit. MWCNU Sawit menargetkan jumlah peserta sedikitnya  200 orang.

PKD rencananya digelar di Gedung Balai Desa Bendosari Sawit, Sabtu-Ahad (21-22/12) mendatang. Pangaderan ini merupakan kali kedua setelah sebelumnya diadakan pada 2011.

MWCNU Sawit Targetkan 200 Peserta PKD Pekan Depan (Sumber Gambar : Nu Online)
MWCNU Sawit Targetkan 200 Peserta PKD Pekan Depan (Sumber Gambar : Nu Online)

MWCNU Sawit Targetkan 200 Peserta PKD Pekan Depan

Ketua LDNU Sawit Munshorif menerangkan, penyelenggaraan PKD kali ini menargetkan sebanyak 200 peserta. “Peserta bukan lain pengurus NU se-Sawit beserta banom. Tiap ranting NU akan kami undang untuk mengirim 15 orang,” ujar Munshorif, Jumat (6/12).

Sang Pencerah Muslim

MWCNU Sawit, sambung Munshorif, telah menyiapkan para pengisi materi. Materi Keaswajaan diisi pengurus LBMNU Boyolali Habib Idrus. Materi terkait kebijakan PCNU Boyolali diisi Ketua PCNU Boyolali sendiri H Masruri.

Sedangkan materi Pemberdayaan Ekonomi Warga NU rencananya dibawakan LAZISNU Harmanto. Untuk sejarah perkembangan NU, MWCNU Sawit menunjuk KH Ali Imron.

Sang Pencerah Muslim

Tujuan PKD ini, tambah Munshorif, diniatkan untuk menguatkan pemahaman kader. Karenanya, pengurus MWCNU Sawit mengambil tema “Menguatkan Pemahaman dan Pengamalan Umat terhadap Aswaja An-Nahdliyah. (Ajie Najmuddin/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Berita, IMNU Sang Pencerah Muslim

Rabu, 01 November 2017

PCNU Nias Selatan Gelar Konferensi Cabang Ke-2

Nias Selatan, Sang Pencerah Muslim

PCNU Kabupaten Nias Selatan Sumatera Utara menggelar Konferensi Cabang yang ke-2 di Madrasah Ibditaiyah Negeri MIN Telukdalam (27/3). Pembukaan diawali dengan pembacaan Al-Quran, Shalawat Badriyah, lagu kebangsaan Indonesia Raya.

PCNU Nias Selatan Gelar Konferensi Cabang Ke-2 (Sumber Gambar : Nu Online)
PCNU Nias Selatan Gelar Konferensi Cabang Ke-2 (Sumber Gambar : Nu Online)

PCNU Nias Selatan Gelar Konferensi Cabang Ke-2

Wakil Rais Syuriah PCNU Nias Selatan Muhammad Fahmi, dalam pidato iftitahnya mengatakan bahwa NU adalah organisasi terbesar di Indonesia yang dibutuhkan.

Menurut dia, NU lahir dari para ulama Ahlusunnah wal-Jama’ah yang memiliki nilai-nilai kebangsaan, cinta tanah air Indonesia sehingga mereka rela berkorban untuk kemerdekaan Indonesia.

Sang Pencerah Muslim

Selain memiliki jiwa kebangsaan yang kuat, ulama NU tentu saja mumpuni dalam bidang agama, tidak hanya mampu membaca, mengartikan, lalu mengajarkan, akan tetapi mampu memahami kandungan Al-Qur’an ataupun Hadits.

“Tentu segala amalan-amalan Jam’iyah Nahdlatul Ulama ini terlebih dahulu mereka kaji dan pahami kandungan sumber-sumbernya. Berbeda dengan sekarang, banyak yang hanya tamatan S-1 sudah berani-berani mengkritik bahkan membid’ahkan serta mensyirikkan amalan-amalan terdahulu. Jadi kepada seluruh warga NU untuk yakin melaksanakan amalan-amalan para ulama atau kiai terdahulu,” jelasnya.

Sang Pencerah Muslim

Pada acara pembukaan konfercab ini, Wakil Rais PCNU Ust. Muhammad Fahmi dan Ketua PCNU Mustapid mengajak Jama’ah untuk menghadiahkan suratul Fatihah kepada para pendiri NU baik secara nasional maupun di Nias Selatan. (Red: Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Berita, Meme Islam, Khutbah Sang Pencerah Muslim

Minggu, 29 Oktober 2017

Bacaan Al-Fatihah Imam yang Aneh

Assalamualaikum Wr. Wb.

Bagaimana hukum membaca surat Al-Faatihah pada shalat fardlu dengan bacaan yang tidak lazim sebagaimana para ulama Nahdliyin pada umumnya. Di daerah kami ada salah seseorang menjadi imam besar salah satu masjid agung dengan bacaan “ghoiril maghdluba” bukan “ghairil maghdlubi” sebagaimana yang dibaca Imam-imam shalat pada umumnya.

Sepengetahuan kami bacaan “ghoril maghdluba” hanya diperbolehkan di luar shalat menurut qaidah ilmu nahwu-shorof. Bagaimanakah hukum shalat dengan bacaan tersebut di atas? Apakah makmum wajib melakukan iadah setelah mengetahui akan bacaan tersebut di atas ? Wassalamualaikum Wr. Wb. (Fakhri Herdiansyah)

Bacaan Al-Fatihah Imam yang Aneh (Sumber Gambar : Nu Online)
Bacaan Al-Fatihah Imam yang Aneh (Sumber Gambar : Nu Online)

Bacaan Al-Fatihah Imam yang Aneh

 

? ? ? ? ?

Bapak Fakhri Herdiansyah yang kami hormati. Al-Fatihah adalah surat yang menjadi rukun dalam shalat dan selalu ada di setiap rakaat. Bacaan Al-Fatihah di dalam shalat haruslah sesuai dengan kaidah tajwid. Haruslah jelas panjang, pendek, syiddah dan lain-lain.

Sang Pencerah Muslim

Dalam bacaan Al-Fatihah tidak boleh ada perubahan kata yang bisa merubah makna seperti An’amta dirubah menjadi An’amtu. Adapun perubahan kata yang tidak berpengaruh pada perubahan makna maka sebagian ulama memperbolehkan. Ini dapat kita lihat dalam kitab I’anatuth Tholibin hal. 140 sebagai berikut:

?: ? ?) ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

 ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? 

Artinya: (Yang mengubah makna) maksudnya adalah mengubah kata yang menyebabkan perubahan dari makna yang satu ke makna yang lain, seperti membaca dhommah atau kasroh pada ta yang terdapat pada kata "an’amta", atau mengganti kata dengan kata yang tidak memiliki makna seperti "alladiina" menggunakan dal sebagai ganti dari dzal.

 Adapun perubahan yang tidak berpengaruh pada perubahan makna seperti “‘Aalamuun” sebagai ganti dari “‘Aalamiin”, Alhamdulillaahu dengan dhommah pada ha lafadh jalalah, dan “na’budu” menjadi “nibida” dengan “dal” fathah serta kasroh pada “nun” dan “ba’”, “Ash-shirooth” menjadi “Ash-shurooth” dengan dhommah pada “shod”, maka hal yang demikiaan tidak membatalkan sholat walaupun musholli (orang yang shalat)  sebenarnya mampu, tahu dan hal itu disengaja.

Sang Pencerah Muslim

Dengan demikian, bacaan sebagaimana yang disebutkan dalam pertanyaan di atas tidak menyebabkan sholat itu batal. Kemudian, shalat makmum tentunya tidak batal dan tidak perlu iadah(mengulang shalat).

Namun demikian, kami tetap menyarankan kepada imam terutama jika memimpin jamaah yang diikuti banyak orang dari berbagai tempat agar membaca surat Al-Fatihah atau ayat-ayat yang dibaca setelahnya dengan bacaan atau dengan cara membaca yang umum, agar tidak membingungkan para makmum atau menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat.

Demikian jawaban kami, semoga memberi pencerahan bagi kita semua. Aamiin…

 

? ? ? ? ? ? ? ?

Ihya Ulumuddin  

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Aswaja, Khutbah, Bahtsul Masail Sang Pencerah Muslim

Jumat, 01 September 2017

NU Pringsewu Latih Pengurus Ukur Arah Qiblat

Pringsewu, Sang Pencerah Muslim. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pringsewu membuka kelas falakiyah untuk pengurus cabang, wakil cabang, hingga ranting di Gedung PCNU, Ahad (6/12). Dalam pelatihan ini mereka mempelajari penghitungan arah qiblat dan teknik pengukurannya.

Ketua Lembaga Falakiyah PWNU Lampung Said Jamhari mengatakan, pelatihan ini sangat penting. karena menghadap qiblat adalah salah satu syarat sah sholat. Umat Islam yang berada di Masjidil Haram atau sekitarnya tidak menemukan kesulitan untuk menghadap Kabah.

NU Pringsewu Latih Pengurus Ukur Arah Qiblat (Sumber Gambar : Nu Online)
NU Pringsewu Latih Pengurus Ukur Arah Qiblat (Sumber Gambar : Nu Online)

NU Pringsewu Latih Pengurus Ukur Arah Qiblat

“Namun mereka yang berada jauh di luar kota Makkah khususnya umat Islam Indonesia menghadapi banyak kendala yang harus dicarikan solusinya. Menghadap qiblat tentunya memerlukan ijtihad agar sesuai dengan syarat sehingga ibadah dapat diterima,” kata Said di depan peserta pelatihan Hisab Arah Qiblat dan Teknik Pengukurannya.

Sang Pencerah Muslim

Kegiatan ini direspon positif oleh Katib Syuriyah PCNU Pringsewu Ustadz Munawir ketika ditemui di sela sela kegiatan. "Saya berharap kegiatan ini dapat memberikan pencerahan kepada seluruh warga NU akan pentingnya memerhatikan syarat sah ibadah sehingga ibadah tidak akan sia-sia," ungkap Munawir.

Karena itu Munawir berharap seluruh peserta yang sudah mengikuti kegiatan ini akan menjadi pioner untuk menyampaikan teori dan praktik yang sudah didapat dari pelatihan tersebut kepada seluruh warga. (Muhammad Faizin/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Khutbah Sang Pencerah Muslim

Rabu, 09 Agustus 2017

Resolusi Jihad, Kulminasi Kebangsaan Santri

Oleh Muhammad Afiq Zahara

Dalam tulisan ini, saya akan menggunakan istilah kebangsaan, atau dalam bahasa Arab wathaniyyah sebagai mitra dari istilah ‘tanah air’. Wathaniyyah (kebangsaan) berbeda dengan qaumiyyah (kesukuan). Kebangsaan disatukan oleh tempat yang ditinggali (tanah air), terlepas dari agama, suku, bahasa dan budaya. Sedangkan kesukuan bersifat menyekat dan memisah, sangat eksklusif dan tidak terbuka. Untuk memahami keterkaitan kebangsaan dan resolusi jihad NU lebih dalam, mari kita bicarakan!

Resolusi Jihad, Kulminasi Kebangsaan Santri (Sumber Gambar : Nu Online)
Resolusi Jihad, Kulminasi Kebangsaan Santri (Sumber Gambar : Nu Online)

Resolusi Jihad, Kulminasi Kebangsaan Santri

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia secara fikih dipandang sebagai pendirian negara baru. Sebelumnya di Muktamar Banjarmasin tahun 1935, berdasarkan hukum fikih, NU mendukung pemerintah kolonial Belanda jika terjadi agresi militer oleh Jepang. Para kiai menempatkan pemerintah Belanda, meskipun Kristen, dalam bingkai Dar al-Sulh, yaitu negara yang menjaga relasi damai dengan orang-orang Islam, yang mana Belanda memberikan kebebasan penuh terhadap umat Islam dalam menjalankan agamanya. (Benyamin Fleming, Public Religion and The Pancasila-Based State of Indonesia: An Ethical and Sociological Analysis, New York: Peter Lang, 2008, hlm 113).

Setelah berdirinya Republik Indonesia (17 Agustus 1945), membela negara atau tanah air, dalam sudut pandang etis, menjadi kewajiban seluruh elemen bangsa. Sebagai salah satu elemen bangsa, KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa bahwa ‘membela tanah air hukumnya wajib (fardlu ‘ain)’. Fatwa itu keluar sebelum NU mengeluarkan resolusi jihad. Ini tidak sembarangan. Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah proklamasi 17 Agustus 1945, menurut KH. Hasyim Asy’ari adalah negara yang sah. Pandangan ini tidak hanya berdasarkan fikih semata, tapi juga jiwa kebangsaan yang menyala.

Hal inilah yang membedakan antara Muktamar Banjarmasin 1935 dengan fatwa Mbah Hasyim atau resolusi jihad NU. Meski keputusan Muktamar Banjarmasin mendukung Belanda, dukungan itu tidak benar-benar terealisasi secara nyata. Hampir tidak ada pergerakan lapangan maupun seruan untuk mengangkat senjata. Berbeda ketika NKRI telah berdiri sebagai negara. Mbah Hasyim memfatwakan jihad membela negara hukumnya wajib, kemudian disusul oleh pertemuan alim ulama se-Jawa-Madura yang menghasilkan resolusi jihad Nahdlatul Ulama. Disinilah cara pandang fikih bertemu dengan jiwa ketanah-airan dan kebangsaan kaum santri (kiai dan murid-muridnya).

Selain bentuk pengakuan legitimasi pemerintah yang sah, resolusi jihad juga merupakan kritik implisit NU terhadap pemerintah republik yang pasif. Sebab, pada akhir September tentara Inggris atas nama NICA (Netherlands Indies Civil Administration) berhasil menduduki ibukota. Pada pertengahan Oktober, tentara Jepang merebut kembali beberapa kota di Jawa dan menyerahkannya kepada Inggris. Sebelum pertemuan ulama se-Jawa-Madura, 22 Oktober 1945, Semarang dan Bandung telah jatuh.Sasaran berikutnya adalah Surabaya.(Martin van Bruinassen, NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, terj. Farid Wajidi,Yogyakarta: LkiS, hlm 59-60)

Sang Pencerah Muslim

NU juga mengkritik pemerintah karena menandatangani Perjanjian Linggarjati dan Renville. Orang-orang NU memilih pendekatan anti kompromistis dalam menghadapi penjajah. Bagi mereka, Republik Indonesia adalah pemerintahan yang sah, yang harus diperjuangkan dan dibela mati-matian. (Martin van Bruinessen,1999, hlm 59-60). Dengan kata lain, Resolusi jihad NU meminta pemerintah untuk mendeklarasikan perang suci, melakukan perlawanan untuk mempertahankan kedaulatan bangsa, sesuai dengan perintah agama dan rasa cinta tanah air yang tinggi.

Landasan teologisnya adalah (Q.S. al-Hajj [22]: 39-40), “udzina li alladzîna yuqâtalûna bi annahum dzulimû—telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka telah dizalimi” dan “allazîna uhrijû min diyârihim bi ghair al-haq—yaitu orang-orang yang telah diusir dari tanah air mereka tanpa alasan yang benar.” 

Lafad diyâr merupakan jamak dari dâr yang artinya al-manzil al-maskûn (tempat tinggal) dan al-balad (negara). (Shawqi Daif, dkk, Mu’jam al-Wasith, Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyyah, 2004, hlm 303). Jika ditelaah, al-manzil al-maskûn bisa ditempatkan sebagai bentuk individu (per-orangan) dan al-balad sebagai komunitas dari banyak individu. Artinya, al-dâr atu al-diyâr dalam al-Qur’an bermakna kesatuan individu dalam komunitas yang bertempat tinggal sama.

Hal ini telah dicontohkan penerapannya oleh Nabi Muhammad sendiri, melalui Piagam Madinah yang mengakomodir semua kelompok individu dan komunitas dalam satu kesepakatan bersama. Kesepakatan yang memberikan mereka kedudukan dan tugas yang sama dalam menjaga negara.

Sang Pencerah Muslim

Ketika terjadi serangan, semua kelompok harus turut serta dalam menghadapi ancaman itu, baik secara ekonomi maupun militer. Apa yang terjadi pada Bani Quraidhah, Nadhir dan Qainuqa’ bukan karena mereka beragama Yahudi, tetapi karena mereka mengkhianati kesepakatan tersebut, bahkan berbuat makar. Karena itu, yang dihukum hanya tiga bani tersebut. Orang Yahudi lainnya tidak terkena imbas atas pengkhianatan tiga bani tersebut.

Atas dasar itu, jika ada kekuatan asing yang hendak menyerang Indonesia sebagai negara berdaulat, ayat al-Hajj 39-40 harus diaktifkan. Karenanya tidak berlebihan menyebutresolusi jihad sebagai kulminasi kebangsaan kaum santri, atau respon nyata kaum santri (kiai dan murid-muridnya) terhadap krisis yang akan terjadi. Respon yang lahir dari perjumpaan landasan teologis (hukum Islam)dan jiwa kebangsaan, hingga KH. Wahab Chasbullah menciptakan lagu Hubb al-Wathan (Cinta Tanah Air), yang kemudian menjadi jargon para santri, hubb al-wathan min al-îmân—cinta tanah air sebagian dari iman.”

Sangat disayangkan, resolusi jihad NU tidak mendapatkan perhatian yang layak dari para sejarahwan. Tidak dapat dipungkiri, resolusi jihad memiliki dampak besar di Jawa Timur. Pasukan non-reguler banyak dibentuk sebagai respon langsung terhadap resolusi ini. Pada 10 November 1945, dua minggu setelah pasukan Inggris tiba di Surabaya, pembrontakan massal pecah. Banyak santri dan simpatisan NU yang terlibat dalam pembrontakan itu. Salah satunya Bung Tomo, meski tidak pernah menjadi santri, Ia sering datang ke Tebuireng untuk meminta nasihat kepada Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. (Martin van Bruinassen, 1999, hlm 60). Dengan kata lain, Bung Tomo adalah santri dalam arti yang lebih luas.

Dalam suasana hari santri ini, semoga saja ingatan kita terhadap sejarah besar ini tidak hilang terbawa usia. Peringatan jangan dimaknai sekedar peringatan, harus ada kilas balik sejarah yang membuat kita belajar dari masa lalu untuk memperbaiki masa depan. Sejarah harus membuat kita melihat ke depan, bukan menengok ke belakang dan hanya mengaguminya. Yang saya maksud adalah, jangan sekedar menjadi pewaris sejarah tapi juga orang yang mewariskan sejarah, tentu saja sejarah yang baik. Agar generasi kita selanjutnya bisa menengok ke belakang, mengambil manfaat dan terinspirasi olehnya, kemudian mengantarkan mereka menjadi manusia sejarah yang berkualitas.

Selamat hari santri, semoga amal ibadah para pejuang kita diterima oleh Allah SWT. Amin.

Penulis adalah Alumnus Pondok Pesantren al-Islah, Kaliketing, Doro, Pekalongan dan Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen.

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Ahlussunnah Sang Pencerah Muslim

Kamis, 27 Juli 2017

Pengurus SI Hijaz Termuda

Di balik setiap peristiwa-peristiwa penting sejarah, tentu terdapat nama-nama yang melambung. Nama-nama yang kemudian menjadi terkenal dan menjadikan figur-figur tertentu sebagai idola dan panutan di kemudian hari. Nama-nama inilah yang kemudian disebut sebagai tokoh. Beberapa di antaranya bahkan melegenda dan bertahan hingga beberapa generasi.

Namun tentu saja, tidak semua nama-nama yang terlibat dalam setiap peristiwa penting, kemudian ikut menjadi nama penting yang selalu disebut-sebut khayalak setelahnya. Di balik berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), terdapat nama-nama besar yang kemudian melegenda dan dikenang hingga beberapa generasi. Namun tentu saja ada nama-nama yang juga sangat berperan dalam proses kelahiran NU sembari tetap menjadi nama-nama yang bersahaja dan merakyat. Tetap menjadi nama yang tidak menimbulkan rasa menjauh dari dunia kelahirannya. Salah satu di antara nama-nama yang tetap menjadi dekat dengan rakyat, tetap menjadi nama rakyat adalah KH Abdul Chalim bin Kedung, Leuwimunding Majalengka.

Pengurus SI Hijaz Termuda (Sumber Gambar : Nu Online)
Pengurus SI Hijaz Termuda (Sumber Gambar : Nu Online)

Pengurus SI Hijaz Termuda

Ulama kelahiran tahun 1898 ini merupakan bagian sejarah besar. Namun tidak serta-merta menjadikan dirinya melambung manjauh dari rakyat kebanyakan. Meski namanya tercatat dalam berbagai peristiwa penting, namun KH Abdul Chalim tetap dikenal sebagai bagian dari rakyat kebanyakan.

Sang Pencerah Muslim

Pentingnya Solidaritas Sosial dan Moderat . Hal ini dikarenakan KH Abdul Chalim menerapkan prinsip-prinsip solidaritas sosial sepanjang hidupnya. Solidaritas (ashobiyyah) inilah yang juga dididikkan kepada setiap santrinya. Solidaritas yang dianaut oleh KH Abdul Chalim ini berlaku dalam kelompok kecil maupun komunitas yang besar. Menurut KH Abdul Chalim, Solidaritas sangatlah penting dalam mempererat jalinan hubungan di antara komunitas-komunitas agama maupun politik. Tujuan gerakan keagamaan tidak akan tercapai tanpa adanya solidaritas politik.

Sang Pencerah Muslim

Prinsip solidaritas juga perlu diterapkan sepanjang masa karena solidaritas merupakan salah satu barometer keseimbangan ibadah. Di mana ibadah yang dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan syara’ dapat mendekatkan diri kepada Allah. Namun agar tidak terjebak dalam pengertian ibadah yang sempit, yakni ritual semta. Maka perlu dilakukan sebuah penyeimbangan. Nah menurut KH Abdul Chalim, penyeimbangan ini dapat dilaksanakan dengan terus menumbuhkan solidaritas dalam setiap sendi umat Islam.

Solidaritas ini sendiri, dapat berupa solidaritas politik maupun solidaritas sosial. Solidaritas politik artinya solidaritas bersama umat Islam untuk mencapai tujuan-tujuan kenegaraan dan kebangsaaan. Sedangkan solidaritas kemasyarakatan adalah? kebersamaan umat Islam dalam menciptakan harmonisasi kehidupan sehari-hari. Sehingga kehidupan umat Islam tidak monoton, memandang nilai ibadah bukan hanya dari sisi ibadah ritual mahdah saja. Namun keseluruhan kehendak dan usaha untuk mewujudkan kehidupan yang selaras dengan prinsip-prinsip syariah juga merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Dalam pandangan KH Abdul Chalim, kepasrahan total dan tawakkal kepada Allah SWT adalah hal yang senantiasa diri dan seluruh keluarga serta murid-muridnya. Namun demikian, KH Abdul Chalim juga sangat mengedepankan kompromi dalam mencapai kesepakatan-kesepakatan melalui musyawarah.

Sifat terbuka yang dimiliki oleh KH Abdul Chalim ini tidak lepas dari pengaruh yang ditorehkan oleh guru tercintanya, KH Wahab Hasbullah Jombang. Selama berguru kepada KH Wahab Hasbullah, Abdul Chalim telah mendarmabhaktikan hidupnya demi perkembangan ilmu di kalangan para santri. Di mana Nahdlatul Wathan merupakan tempat yang sangat baik bagi Abdul Chalim dalam berguru dan menularkan kemempuan ilmiahnya.

Pendekatan ilmiah terhadap masyarakat dengan interaksi sosial keagamaan dalam Nahdlatul Wathan merupakan salah satu sumbangsih KH Abdul Chalim. Bagi KH Abdul Chalim pendekatan sosial kepada masyarakat untuk menerapkan kaidah-kaidah keilmuan syariat bagi kehidupan masyarakat menupakan sebuah terobosan yang sangat urgen dalam menyebarkan konsep-konsep keislaman yang membumi.

Kondisi perjuangan fisik kala itu menjadikan konsep-konsep yang ditawarkan oleh KH Abdul Chalim dapat diterima oleh rekan-rekannya di Nahdlatul Wathan. Konsep-konsep yang dimaksudkan sebagai pendekatan sosial adalah membuat perbandingan-perbandingan kiasan antara kondisi-kondisi yang digambarkan dalam kitab-kitab kuning dengan kenyataan hidup yang dialami oleh masyarakat Nusantara saat itu. Yakni merealisasikan berdirinya sebuah negara merdeka yang dapat menaungi seluruh penduduknya dalam sebuah aturan yang disepakati bersama.

Dengan demikian, dalam pandangan KH Abdul Chalim, solidaritas warga tetap dapat dipertahankan setelah penjajahan berhasil dienyahkan dari Nusantara kelak. Pendapat-pendapatnya mengenai solidaritas masyarakat Muslim, khususnya di tanah jajahan Hindia Belanda ini didapatkannya dari pengalamannya selama berguru kepada para ulama. Sejak dari daerah sekitar tanah kelahirannya ketika kecil hingga ke darah-dararah lain di Jawa Barat maupun Jawa Timur. Di mana Pesantren Trajaya di Majalengka, Pesantren Kedungwuni di kadipaten dan Pesantren Kempek di Cirebon adalah tempat Abdul Chalim menimba ilmu semasa kecilnya.

Mendamaikan Sengketa para Senior

Pada tahun 1914 ketika usianya baru menginjak enam belas tahun, Abdul Chalim berkesempatan untuk menuntut menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu ke tanah Hijaz. Di sanalah Abdul Chalim sempat menimba ilmu secara langsung dari Abu Abdul Mu’thi, Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani yang lebih tersohor dengan sebutan Imam nawawi al-Bantani.

Ketika menuntut ilmu di Hijaz inilah KH Abdul Chalim bertemu dengan berbagai ulama Nusantara dari daerah-daerah lainnya. Dari sinilah beberapa ulama ini kemudian menjadi teman sekaligus gurunya. Salah satu di antara ulama yang paling akrab sebagai teman sekaligus gurrunya ini adalah KH Wahab Hasbullah Jombang. Saat itu Abdul Chalim adalah anggota sekaligus pengurus Sarekat Islam (SI), termuda di Hijaz. Di mana SI adalah organisasi para ulama Nusantara yang berkonsentrasi untuk menentang kebijakan-kebijakan pemerintah penjajahan Hindia Belanda di Nusaantara. Melalui SI, kebijakan-kebijakan pemerintah jajahan yang tidak sesuai dengan syariat Islam dan sangat merugikan rakyat, ditentang secara konstitusional. Hingga pada gilirannya, para ulama pengurus SI kemudian menggabungkan diri ke NU setelah organisasi yang terakhir ini didirikan pada tahun 1926.

Selama menuntut ilmu di Mekkah inilah sifat moderat dan kompromi sebagi ulama yang berjiwa besar ditunjukkan oleh Abdul Chalim. KH Abdul Chalim-lah yang mendamaikan KH Wahab Hasbullah Jombang dan KHR Asnawi Kudus ketika keduanya terlibat sebuah persengketaan di Hijaz. Pada waktu itu kedua ulama yang sedang bersengketa ini merupakan senior sekaligus guru dari KH Abdul Chalim. Sementara itu Abdul Chalim juga patuh ketika KH Wahab Hasbullah menegurnya karena sering memperdengarkan kidung bergaya Pasundan ketika mereka sedang mengulang-ulang pelajaran.

Kelahirannya sebagai putra tunggal seorang kuwu di Majalengka menjadikan KH Abdul Chalim tidak cangung lagi ketika dilibatkan dalam berbagai kepengurusan di SI Hijaz. Demikian pun ketika ia kembali ke Tanah Air pada tahun 1917.

Sepulangnya dari tanah Suci, KH Abdul Chalim membantu orang tuanya di kampung untuk meringankan penderitaan rakyatnya akibat penjajahan belanda yang kian hari kian kejam saja.

Abdul Chalim terhitung menikahi empat orang wanita. Pada usia 21 tahun Abdul Chalim menikahi gadis Petalangan, Kuningan sebagai isteri pertama. Tiga tahun kemudian, Abdul Chalim menikahi Siti Noor, gadis asal Pasir Muncang Majalengka. Dalam perjalanan untuk mencari penghidupan ke daerah Jakarta sebagai pelayan toko dan kuli panggul di stasiun kereta api –meski dirinya adalah anak seorang kuwu, Abdul Chalim menyempatkan diri untuk mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak di daerah Kramat Jati Jakarta. Ketika bekerja dan membuka pengajian di Kramat jati ini Abdul Chalim di dampingi oleh Istri keduanya, Siti Noor asal Majalengka.

Sedangkan isteri keempatnya dinikahi di tengah-tengah perjuangannya mengusir penjajahan Belanda seputar berkecamuknya pertempuran Surabaya ketika Resolusi Jihad dikumandangkan. Istrei ketiganya adalah Ny. Sidik Shindanghaji dari Leuwimunding. Sebelumnya, KH Abdul Chalim telah lebih dahulu menikahi Ny. Konaah sebagai isteri ketiga.

Tahun 1921 karena ayahnya meninggal dunia, maka KH Abdul Chalim kembali ke Majalengka dan memboyong istri pertamanya yang di Petalangan ke Leuwimunding. Sementara istri keduanya telah bercerai darinya. Namun karena situasi yang semakin tidak menentu, maka Abdul Chalim memulangkan kembali isterinya ini ke Petalangan demi alasan keamanan. Sementara Abdul Chalim sendiri kemudian mengabdikan diri sepenuhnya pada dunia pergerakan dan pendidikan.



Kenalkan Aswaja Hingga Level Terbawah
. Abdul Chalim kemudian mengembara ke Surabaya untuk bergabung dengan teman-teman seperjuangannya. Di Surabaya, atas jasa Kyai Amin Peraban, Abdul Chalim bertemu kembali dengan KH Wahab Hasbullah senior sekaligus gurunya selama di Hijaz. Karena hubungan baiknnya, KH Abdul Chalim kemudian dipercaya sebagai pengajar di Nahdlatul Wathan di kampong Kawatan VI Surabaya. Selain mengajar KH Abdul Chalim juga dipercaya sebagai pengatur administrasi dan inisiator kegiatan belajar mengajar seta pembukaan forum-forum diskusi.

Sebagai seorang santri Pasundan yang pandai berkidung dan menguasai ilmu Balaghoh (sastra Arab kuno) maka KH Abdul Chalim kemudian banyak sekali menciptakan syair-syair berbahasa Arab untuk memompa semangat perjuangan santri-santri yang tergabung di dalam Nahdlatul Wathan.

Kedekatan KH Abdul Chalim dengan KH Wahab Hasbullah menjadikan yang pertama sebagai pengikut setia sekaligus semacam asisten bagi nama kedua. Melalui aktivitasnya di Nahdlatul Wathan inilah KH Abdul Chalim menerapkan gagasan-gagasan keagamannya tentang interaksi sosial dan solidaritas politik dan kebangsaan dalam masyarakat. Selain nahdlatul Wathan, KH Abdul Chalim juga tercatat sebagai pengajar di Tashwirul Afkar Surabaya.

Selama mengabdi di Surabaya, berkali-kali KH Abdul Chalim pulang ke Majalengka untuk menyampaikan kabar-kabar terbaru dari Surabaya yang kala itu merupakan pusat perjuangan kaum santri dalam membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan dan kebodohan umat. Setiap pulang ke Majalengka, KH Abdul Chalim selalu mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mengajarkan dan memperkenalkan faham Ahlussunnah Waljamaah. KH Abdul Chalim selalu membagi-bagikan gambar-gambar dan surat kabar Swara Nahdlatoel Oelama kepada masyarakat di daerah Majalengka dan sekitarnya.

Tahun 1942 ketika ormas-ormas Islam dibekukan oleh pemerintah penjajahan Jepang, KH Abdul Chalim mendapat dua tantangan besar di daerahnya. Intervensi Jepang kepada para pemuda untuk bergabung dalam pasukan militer Jepang dan kebanggan para pemuda untuk menjadi komunis merupakan dilema yang sangat sulit dihadapi.

Dalam situasi inilah KH Abdul Chalim membentuk Hizbullah cabang majalengka bersama KH Abbas Buntet Cirebon. Hizbullah Majalengka kemudian bahu membahu bersama dengan kelompok-kelompok pejuang lainnya, baik dari laskar-laskar santri maupun laskar-laskar pemuda lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada tahun 1955 KH Abdul Chalim menjadi anggota DPR dari partai NU dari perwakilan Jawa Barat. Sejak saat ini perjuangan KH Abdul Chalim lebih dititikberatkan pada pemberdayaan warga NU Jawa Barat dengan membentuk berbagai wadah pemberdayaan masyarakat seperti PERTANU (Perkumpulan Petani NU), PERGUNU (Perkumpulan Guru NU) dan pendirian lembaga-lembaga pendidikan NU di Jawa Barat lainnya.

Pada suatu hari tanggal 11 April 1972 M., selepas menunaikan ibadah sholat KH Abdul Chalim menghadap Ilahi dengan tenang dan dimakamkan di kompleks pesantren Sabilul Chalim Leuwimunding, Majalengka. (Syaifullah Amin, Disarikan dari buku "KH Abdul Chalim Kenapa Harus Dilupakan?" karya J. Fikri Mubarok)Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Ulama Sang Pencerah Muslim

Selasa, 25 Juli 2017

Kerendahan Hati Syekh Nawawi Banten Patut Diteladani

Indramayu, Sang Pencerah Muslim. Katib Syuriyah PBNU KH Musthofa Aqil mengajak warga NU untuk meneladani kerendahan hati Syekh Nawawi Banten sebagai orang alim. Menurutnya, kendati menguasai 73 disiplin ilmu, Syekh Nawawi menyatakan rasa syukurnya ketika mendengar ulama Timur Tengah berencana membedah karyanya, Tafsir Munir.

Kerendahan Hati Syekh Nawawi Banten Patut Diteladani (Sumber Gambar : Nu Online)
Kerendahan Hati Syekh Nawawi Banten Patut Diteladani (Sumber Gambar : Nu Online)

Kerendahan Hati Syekh Nawawi Banten Patut Diteladani

Pada puncak acara Wisuda Khatmil Quran ke-5 sekaligus peringatan Isra Miraj Majelis Al-Quran Naswa-Nasyatul Wardiyah, desa Kertanegara kecamatan Haurgeulis, Indramayu, Kiai Musthofa menirukan ucapan ‘Alhamdulillah’ dari Syekh Nawawi Banten.

“Berarti, kesalahan dalam tafsir saya akan diketahui dan diperbaiki,” kata Kiai Musthofa yang lazim Gus Mu mengutip ucapan Syekh Nawawi, Sabtu (31/5).

Sang Pencerah Muslim

Dalam forum yang dihadiri sejumlah majelis taklim itu, Gus Mu menyayangkan sikap sejumlah orang yang yakin telah memahami agama belakangan ini. “Tidak seperti sekarang, baru bisa terjemah Al-Quran saja sudah pandai menyalahkan dan mengkafirkan orang lain.”

Sang Pencerah Muslim

Syekh Nawawi, lanjut pengasuh pesantren Kempek Cirebon ini, mendapat gelar ‘Sayidu Ulama Hijaz’. Padahal Syekh Nawawi orang Indonesia. Meskipun kealimannya sangat disegani, Syekh Nawawi tetap tawadlu. (Red: Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Ulama, Pesantren Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock