Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Direktur Jenderal Industri Tekstil, Kulit, dan Aneka, Kementerian Perindustrian RI Muhdori mengungkapkan tradisi bersarung yang dilakukan warga NU dan pondok pesantren, memiliki potensi dan peluang positif dilihat dari pemberdayaan ekonomi pesantren. ?
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional “Sarung Nusantara” yang digelar Lembaga Takmir Masjid Nahdltaul Ulama (LTMNU) di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Kamis (6/4).
Muhdori menyebut, pada tahun 2015, dari sisi penyerapan tenaga kerja, industri tersebut menyerap tenaga kerja langsung sejumlah 2,69 juta orang. Angka ini setara dengan 17,03 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur yang bersifat padat karya.
Oleh karena itu ia mendorong pesantren memanfaatkan peluang tersebut. “Contohnya bila di Cirebon saja ada 27 pesantren dengan rata-rata 200 santri per pesantren. Lalu koperasi pesantren membeli sarung dengan harga dasar 45 ribu dijual 50 ribu, itu akan ada keuntungan untuk pesantren. Jelas ini upaya pemberdayaan umat lewat sarung,” terangnya.
Ia juga mengatakan pengembangan tekstil tidak terbatas hanya sarung. “Ketika musim haji, kiai dan satri pondok pesantren minimal kalau tidak berangkat haji bisa bertindak sebagai pemandu manasik. Sekaligus ini bisa dipersiapkan dengan mengenalkan produk pendukung ibadah haji dan umrah,” lanjut Muhdori.
Bicara tentang bisnis, kata Muhdori, tidak akan ada habisnya ketika dikaitkan dengan pondok pesantren. “Karena itu pondok pesantren dan NU harus memanfaatkan betul peluang ini, selagi masih terbuka,” tandasnya. (Kendi Setiawan/Fathoni)
Sang Pencerah Muslim Budaya, Santri Sang Pencerah Muslim
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional “Sarung Nusantara” yang digelar Lembaga Takmir Masjid Nahdltaul Ulama (LTMNU) di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Kamis (6/4).
Sarung Miliki Potensi dalam Pemberdayaan Ekonomi Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online) |
Sarung Miliki Potensi dalam Pemberdayaan Ekonomi Pesantren
“Industri tekstil, di dalamnya termasuk industri sarung, menempati urutan ketiga penghasil devisa negara. Nilai ekspor tahun 2016 sebesar US$ 11,78 miliar (8,22 persen ekspor nasional), dengan surplus USD 4,73 miliar; berkontribusi 1,18 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada tahun 2016. Industri tekstil juga merupakan satu dari sepuluh industri prioritas dan industri andalan Indonesia 2015-2035,” urai Muhdori.Muhdori menyebut, pada tahun 2015, dari sisi penyerapan tenaga kerja, industri tersebut menyerap tenaga kerja langsung sejumlah 2,69 juta orang. Angka ini setara dengan 17,03 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur yang bersifat padat karya.
Oleh karena itu ia mendorong pesantren memanfaatkan peluang tersebut. “Contohnya bila di Cirebon saja ada 27 pesantren dengan rata-rata 200 santri per pesantren. Lalu koperasi pesantren membeli sarung dengan harga dasar 45 ribu dijual 50 ribu, itu akan ada keuntungan untuk pesantren. Jelas ini upaya pemberdayaan umat lewat sarung,” terangnya.
Sang Pencerah Muslim
Belum lagi, kata Mudhori bila pesantren bisa memproduksi sarung sendiri, tentu optimalisasi pemberdayaan ekonomi dapat dilakukan.Ia juga mengatakan pengembangan tekstil tidak terbatas hanya sarung. “Ketika musim haji, kiai dan satri pondok pesantren minimal kalau tidak berangkat haji bisa bertindak sebagai pemandu manasik. Sekaligus ini bisa dipersiapkan dengan mengenalkan produk pendukung ibadah haji dan umrah,” lanjut Muhdori.
Bicara tentang bisnis, kata Muhdori, tidak akan ada habisnya ketika dikaitkan dengan pondok pesantren. “Karena itu pondok pesantren dan NU harus memanfaatkan betul peluang ini, selagi masih terbuka,” tandasnya. (Kendi Setiawan/Fathoni)
Sang Pencerah Muslim
Dari Nu Online: nu.or.idSang Pencerah Muslim Budaya, Santri Sang Pencerah Muslim