Tampilkan postingan dengan label Aswaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aswaja. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Maret 2018

Potret Keluarga Demokratis

Oleh M. Husnaini*

Judul Buku: Sama Tapi Berbeda (Potret Keluarga Besar KH A Wahid Hasyim)

Penulis: Ali Yahya

Potret Keluarga Demokratis (Sumber Gambar : Nu Online)
Potret Keluarga Demokratis (Sumber Gambar : Nu Online)

Potret Keluarga Demokratis

Penerbit: Yayasan KH A Wahid Hasyim Jombang

Cetakan: I, Mei 2007

Tebal: xxxviii + 411 halaman


Sang Pencerah Muslim

Siapa yang tak kenal KH A Wahid Hasyim. Hampir setiap orang tahu dan mengenalnya. Dia adalah putra pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari. Perjalanan hidupnya singkat, karena Allah telah memanggilnya ketika usianya belum lagi genap 39 tahun. Meski di usianya yang relatif muda, ia telah menjadi figur penting dan memiliki pengaruh yang luar biasa di berbagai kalangan. Kiprahnya sungguh “mencengangkan”.

Menariknya, enam putra-putri mantan Menteri Agama di era Presiden Soekarno ini memiliki sifat, profesi, dan politik yang berbeda. Semua itu, tentu saja tak terlepas dari sikap sang ayah yang selalu menanamkan ruh demokrasi dalam lingkungan keluarga. Setiap perbedaan yang ada tidak pernah menjadi momok yang mematikan. Namun justru menghasilkan variasi yang unik dalam keluarga yang penuh warna ini.

“Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama”. Salah seorang pendiri negara Republik Indonesia ini meninggalkan lima putra-putri—yang ketika itu masih kecil-kecil—dan jabang bayi yang masih di dalam kandungan ibunya. Dia adalah Solichah Wahid Hasyim.

Sang Pencerah Muslim

Putra-putri KH A Wahid Hasyim kemudian tumbuh dan berkembang menjadi tokoh dan panutan pada waktu, tempat, dan lingkungan yang berbeda-beda. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah salah satu mantan presiden RI yang ke-4. Sosoknya penuh kontrovesi. Aisyah Hamid Baidlowi menjadi politisi Partai Golkar, Salahuddin Wahid (Gus Solah) penjelajah lintas disiplin ilmu, Dr Umar Wahid seorang profesional murni, Lily Chodidjah Wahid pembangkang yang taat, serta Hasyim Wahid (Gus Im) dikenal sebagai pemberontak yang unik. Sedangkan dari generasi cucu, setidaknya telah muncul dua nama. Mereka adalah Yenny Wahid (putri Gus Dur) dan Ipang Wahid (putra Gus Solah).

Potret keluarga besar KH A Wahid Hasyim ini diuraikan secara gamblang dalam buku ini. “Sama Tapi Berbeda” karya Ali Yahya, alumnus Psikologi Universitas Indonesia ini mengupas lebih mendalam sisi-sisi lain keluarga besar KH A Wahid Hasyim mulai A sampai Z. Gaya bahasanya pun renyah, lugas dan mudah dicerna. Ahmad Syafi’i Ma’arif (mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah)—dalam pengantarnya—mengatakan, gaya penulisan buku ini adalah tuturan yang mengalir.

Meski demikian, Ali Yahya tidak larut dalam nuansa kekagumannya terhadap sang tokoh. Meski kekagumannya terhadap keluarga ini sungguh luar biasa, namun dirinya tetap berusaha obyektif dalam memotret keluarga besar KH A Wahid Hasyim yang cukup fenomenal, tidak hanya di kalangan NU, tetapi juga di lingkungan masyarakat umum di seluruh Indonesia.

KH A Wahid Hasyim dan ayahnya, KH Hasyim Asy’ari adalah dua tokoh bangsa yang sering jadi perbincangan berbagai kalangan dalam berbagai kepentingan, terutama untuk riset mengenai masalah-masalah ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.

Dalam konteks ini, apa yang telah diwariskan KH A Wahid Hasyim adalah mencegah timbulnya penafsiran-penafsiran keagamaan yang dapat memicu radikalisme dan konflik kekerasan. Aspek pluralisme dan toleransi yang terbingkai dalam gagasan demokratisasi ini kiranya yang menjadi landasan perjuangan sang putra, KH Abdurrahman Wahid. Adanya berbagai macam golongan dan kelompok; besar dan kecil, berbeda suku, ras, agama, keyakinan, kelompok kepentingan serta pengelompokan dengan dasar lainnya, berhak untuk dipertimbangkan aspirasinya dalam mengambil keputusan politik.

Sikap inilah yang menjadi ciri khas Gus Dur. Implikasi dari komitmen terhadap asas pluralisme dan kesetaraan ini adalah penolakannya terhadap ide pembentukan negara Islam sebagai tujuan politik umat Islam di Indonesia. Menurutnya, Islam harus difungsikan sebagai pandangan hidup yang mengutamakan kesejahteran masyarakat, apa pun corak, ragam, dan bentuk masyarakat tersebut.

Tak ada yang membantah, memang, di antara putra-putri KH A Wahid Hasyim yang paling menonjol adalah Gus Dur. Sekitar dua dekade terakhir, dia adalah tokoh NU—bahkan Islam secara umum—yang paling banyak menyita perhatian berbagai kalangan. Ketokohannya pun banyak mendapat sorotan. Mulai pengamat nasional hingga internasional.

Ternyata popularitas generasi ini tak hanya diwakili Gus Dur seorang. Pelan namun pasti, sosok Salahuddin Wahid merangkak naik ke permukaan. Tokoh ini mulai mendapat perhatian publik sejak mendapat amanat menjadi salah seorang Ketua PBNU tahun 1999. Ia makin ‘naik daun’ ketika dipercaya sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sekaligus Wakil Ketua komisi ini. Dan puncaknya, pada pemilu 2004, ia tampil sebagai calon wakil presiden mendampingi Wiranto. Popularitasnya pun semakin berkibar. Jika sebelumnya orang lebih mengenalnya sebagai adik Gus Dur, kini ia menjadi Gus Solah sebagai pribadi, lepas dari bayang-bayang siapa pun, termasuk sang kakak.

Di luar itu, kita juga mengenal Aisyah Hamid Baidlowi sebagai anak KH A Wahid Hasyim yang aktif di percaturan politik nasional. Hingga kini, ia telah tiga periode menjadi anggota DPR. Uniknya, ia lebih suka bernaung di bawah “pohon beringin” ketimbang masuk ke “kandang-kandang sendiri”. Bagi sebagian orang, fakta ini cukup mengherankan. Tetapi, bagi mereka yang mengenal serta cukup tahu bagaimana kemandirian dan demokratisasi yang sejak lama terbangun di lingkungan keluarga, kenyataan ini tidaklah mengejutkan.

Di samping ketiganya, putra-putri KH A Wahid Hasyim yang lain pun cukup dikenal di komunitasnya masing-masing dengan aktifitas dan independensinya sendiri-sendiri. Umar Wahid misalnya, dia adalah dokter spesialis paru yang sempat dikenal publik ketika menjadi Ketua Tim Dokter Kepresidenan di era Gus Dur. Selain itu, dia juga menjadi anggota DPR RI. Dua saudara yang lain, Lily Chodidjah Wahid dan Hasyim Wahid, meski belum teralu dikenal, namun namanya tidak asing lagi di kalangan-kalangan tertentu.

Mengamati peri kehidupan anak-anak dan cucu-cucu KH A Wahid Hasyim dalam buku ini, sungguh akan kita dapatkan keunikan tersendiri. Setidaknya terlihat sejauh mana kesamaan dan perbedaan di antara mereka masing-masing. Dari sini juga kita dapat mengamati betapa peran orangtua sangat menentukan arah perjalanan sang anak. Dalam hal ini adalah penanaman nuansa demokratis sejak dalam keluarga.

Dalam banyak hal, anggota keluarga KH A Wahid Hasyim memang memiliki kesamaan satu sama lain. Tetapi perbedaan di antara mereka—baik antar maupun inter generasi—pun ternyata tidak sedikit. Hal inilah yang mungkin belum banyak diketahui orang. Semua itu membentuk ritme irama tersendiri dalam keluarga. Mereka memang sama tapi berbeda.

*Peresensi adalah Penikmat Buku, Kontributor Jaringan Islam Kultural

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Aswaja, Kyai, Ahlussunnah Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 17 Februari 2018

1926 ISHARI Baca Shalawat Ingin Muktamar Sukses

Jombang, Sang Pencerah Muslim. Sebanyak 1926 Ikatan Seni Hadrah Indonesia membaca shalawat di Alun-alun Jombang, Senin sore (3/8). Mereka ingin Muktamar ke-33 NU yang dibuka Presiden Joko Wisdodo pada Sabtu malam (1/8) ini berjalan dengan sukses.

1926 ISHARI Baca Shalawat Ingin Muktamar Sukses (Sumber Gambar : Nu Online)
1926 ISHARI Baca Shalawat Ingin Muktamar Sukses (Sumber Gambar : Nu Online)

1926 ISHARI Baca Shalawat Ingin Muktamar Sukses

Melalui pengeras suara, pemimpin mereka mengucapkan terima kasih atas diundangnya ISHARI tampil di Muktamar NU ini. “ISHARI adalah satu-satunya organisasi seni hadrah NU didirikan tahun 1959. Kami ingin ISHARI kembali menjadi banom NU,” katanya.

Ia menjelaskan, jumlah 1926 adalah sesuai dengan kelahiran NU pada tahun 1926 oleh para kiai pesantren di Surabaya, Jawa Timur. ?

Sang Pencerah Muslim

Ribuan anggota ISHARI tersebut berasal dari berbagai daerah seperti Mojokerto, Pasuruan, Jmeber, dan Jombang sendiri.

ISHARI adalah organisasi seni? pembacaan? salawat? yang diiringi dengan terbang (rebana) dan gerakan tarian. Gerak? penari? itu memang bolak-balik dalam? menggerakan tangan,? badan serta anggota tubuh lainnya. (Abdullah Alawi)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Aswaja Sang Pencerah Muslim

Selasa, 13 Februari 2018

NU Online Terima Kunjungan Perkumpulan Muslim Inggris

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Redakasi Sang Pencerah Muslim menerima kunjungan Perkumpulan Muslim Inggris, The Association of Muslims British dan Upstanding Neighborhood, di lantai lima Gedung PBNU Jakarta, Rabu (24/8) sore

NU Online Terima Kunjungan Perkumpulan Muslim Inggris (Sumber Gambar : Nu Online)
NU Online Terima Kunjungan Perkumpulan Muslim Inggris (Sumber Gambar : Nu Online)

NU Online Terima Kunjungan Perkumpulan Muslim Inggris

Kashan Amar Koordinator Upstanding Neighborhood menjelaskan, menolak segala jenis kekerasan yang mengatasnamakan Islam. Ia prihatin dengan semakin maraknya kampanye-kampanye radikal yang berseliweran di media sosial.

“Maka dari itu, kita buat ini (Upstanding Neighborhood),” kata Kashan.

Namun, jelas Kashan, Upstanding Neihgborhood bukanlah sebuah organisasi yang memiliki badan struktur. Ini adalah sebuah jaringan virtual yang mengampanyekan Islam damai lewat media sosial dan melawan setiap kampanye radikal.?

Seiring dengan berjalannya waktu, ia mengembangkan diri dengan membentuk beberapa channel sosial media, mulai dari video, artikel, dan meme tentang Islam damai. Ia juga mengampanyekan situs-situs dan media sosial yang menebarkan propaganda ekstremisme.

Sang Pencerah Muslim

“Kegiatan kita adalah pelatihan-pelatihan, kampanye, dan mentoring untuk menebarkan Islam yang penuh dengan kedamaian di beberapa media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan youtube,” jelasnya.

Sementara itu, Koordinator The Association of Muslims British (AoMB) Mohammed Abbasi menuturkan, Islam masuk ke daratan Inggris sudah sejak abad ke-8 masehi. Pada saat Offa menjadi raja Mercia, ia membuat mata uang koin yang bertuliskan lafal syahadah sebagai salinan dari uang koin yang sudah dikeluarkan oleh Khalifah Abbasiyah Al-Mansyur.

Perkumpulan British Muslims, lanjut Abbasi, adalah organisasi Islam tertua di daratan Inggris dan didirikan oleh Syaikhul Islam Abdullah Quilliam Bey pada 1989.

Salah satu tujuan AoBM didirikan adalah untuk meyakinkan orang-orang Inggris dalam memahami ajaran Islam yang benar dan membantu sesama Muslim di Inggris serta Eropa baik secara fisik maupun finansial.

Sang Pencerah Muslim

Ada beberapa faktor yang menjadi permasalahan muslim di Inggris, seperti membesar-besarkan kekerasan, tidak bangga menjadi warga Inggris, komunitas yang rapuh, kemiskinan, sekolah Islam yang terpencil, rasisme dan Islamphobia, isu kebijakan luar negeri, dan merasa dibenci oleh masyarakat.?

Di Inggris, Islam menjadi agama mayoritas kedua dengan jumlah 2,4 juta pemeluk atau 4 persen dari total penduduk Inggris Raya. (Ahmad Muchlishon Rochmat/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Tegal, Aswaja, Kajian Sang Pencerah Muslim

Rabu, 07 Februari 2018

Komponen yang Harus Dipenuhi dalam Niat

Dalam terminologi fiqih (madzhab Syafi’i), niat adalah menyengaja melaksanakan satu hal dengan disertai menjalankan sebuah kegiatan yang ia maksud. Jika dinisbatkan pada wudhu, niat dilakukan sejak melakukan rukun fi’li yang pertama kalinya yaitu membasuh muka. Apabila untuk shalat, niat berarti harus dijalankan saat mulai takbiratul ihram.

Posisi niat berada di dalam hati. Sedangkan hukum melafalkannya melalui lisan yang berfungsi menolong hati supaya lebih ringan dan mudah terkoneksi merupakan kesunnahan. (Lihat: Syekh Burhanuddin Ibrahim al-Bajuri, Hâsyiyah Ibrahim al-Bajûrî, vol: 1, hlm. 145)

Komponen yang Harus Dipenuhi dalam Niat (Sumber Gambar : Nu Online)
Komponen yang Harus Dipenuhi dalam Niat (Sumber Gambar : Nu Online)

Komponen yang Harus Dipenuhi dalam Niat

(Baca: Melafalkan Niat dalam Shalat)

Berkaitan dengan derajat niat, shalat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pertama adalah shalat fardlu seperti shalat dzuhur, asar, maghrib, dan seterusnya. Kedua, shalat sunnah yang mempunyai waktu seperti shalat sunnah qabliyah dzuhur, tarawih, dluha. Dan ketiga, shalat sunnah yang tidak mempunyai ikatan waktu khusus, yakni berupa shalat sunnah mutlak.

Bagi orang yang ingin melakukan shalat fardlu, setidaknya ada tiga komponen niat yang harus terpenuhi dalam hati, berupa: 

Sang Pencerah Muslim

1. Menyengaja menjalankan kegiatan (? ?

Bagi orang yang menjalankan shalat, dalam niat, ia harus menyertakan kalimat ? (saya shalat) dalam hati. Ini untuk menegaskan bahwa ia sekarang sedang menjalankan ibadah shalat, bukan yang lain.

2. Menjelaskan klasifikasi ibadah yang ia jalankan (?

Ta’yin atau klasifikasi ini merupakan pembeda antara shalat satu dengan yang lain. Misal, dhuhur, asar, maghrib, dan seterusnya. 

3. Menjalankan fardlu

Sang Pencerah Muslim

Khusus untuk ibadah shalat fardlu, komponen shalat yang tak bisa ditinggal adalah menjelaskan bahwa mushalli (orang yang menjalankan shalat) benar-benar dalam rangka melaksanakan fardlu. Sehingga ia wajib menyebut kalimat fardlu (?)

Apabila diilustrasikan secara keseluruhan, di hati orang yang menjalankan shalat fardlu, minimal memuat untaian kalimat berikut (contoh niat shalat dhuhur):

? ? ?

“Saya shalat fardlu dzuhur.” 

Adapun melengkapi niat shalat seperti yang banyak dipakai seperti berikut ini hukumnya adalah sunnah

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? 

Artinya: Saya shalat fardlu dzuhur empat rakaat dengan menghadap kiblat, adâ’ karena Allah Ta’ala.

Berikutnya adalah shalat sunnah yang mempunyai waktu seperti shalat sunnah qabliyah isya’, shalat dluha dan sebagainya. Komponen niat minimal yang wajib dipenuhi pada shalat ini adalah:

1. Menyengaja menjalankan kegiatan (? ?

2. Menjelaskan klasifikasi ibadah yang ia jalankan (?

Jadi, orang yang shalat qabliyah dzuhur atau tarawih, misalnya, minimal terbersit di hatinya susunan kalimat:

? ? ? ? ?

“Aku shalat qabliyah dzuhur”, “Aku shalat tarawih.”

Kembali perlu diketahui, ini adalah batasan standar minimal. Artinya, jika orang yang shalat menggerakkan hati dengan susunan yang lebih lengkap sebagaimana dalam contoh yang panjang di atas, tentu lebih baik. Karena hal tersebut akan mendapatkan kesunnahan yang berlipat. 

Yang terakhir, shalat sunnah mutlak, yaitu shalat sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Maka, dalam niat hanya perlu menyebut penyengajaan melaksanakan shalat saja (? ?). Sehingga, apabila ada orang ingin shalat sunnah mutlak, andai saja hatinya bergerak membaca ushalli saja, tanpa tambahan kalimat apa pun, sudah sah. 

? ? ? : ? ? ? ? ? ? ? ? ?.  ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ?. ?: ? ?: ? ? ? ?: ?

“Niat itu mempunyai tiga tingkatan. Apabila shalat fardlu, harus menyengaja menjalankan sebuah kegiatan, ta’yin (penegasan tentang klasifikasi ibadah yang sedang dikerjakan), dan fardliyyah (penjelasan bahwa itu shalat fardlu). Apabila shalat sunnah yang mempunyai standar waktu, seperti shalat sunnah rawatib atau shalat yang mempunyai sebab, wajib menyengaja dan ta’yin. Dan kalau shalat sunnah mutlak, hanya wajib menyertakan kalimat menyengaja pelaksanaanya saja. Al-fi’lu: ushallî; at-ta’yin: dzuhur, asar; al-fardliyyah: fardlu.” (Salim bin Samir Al Hadlrami, Safînatun Najâh, [Darul Minhaj]m, hlm. 33-34)

(Baca: Waktu-waktu yang Makruh untuk Shalat)

Dari keterangan di atas, dapat kita tarik kesimpulan. Niat mempunyai standar minimal yang harus disebut sesuai dengan klasifikasi masing-masing. Adapun yang lazim digunakan masyarakat adalah niat dalam versi komplet dengan dilengkapi kesunnahan-kesunnahan lain. Wallahu a’lam. (Ahmad Mundzir) 

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Aswaja, Humor Islam, Meme Islam Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 03 Februari 2018

Hasyim: Khilafah Islamiyah bukan Gerakan Agama, tapi Gerakan Politik

Jakarta, Sang Pencerah Muslim

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi meminta warga nahdliyyin (sebutan untuk warga NU) dan umat Islam pada umumnya untuk waspada atas munculnya wacana Khilafah Islamiyah yang kerap dihembuskan oleh kelompok-kelompok Islam radikal. Menurutnya, wacana tersebut pada dasarnya tidak lebih dari sekedar gerakan politik, bukannya gerakan keagamaan.

“Khilafah Islamiyah itu sebenarnya gerakan politik, bukan gerakan agama. Karena di situ lebih kental aspek politiknya daripada aspek agama, ibadah, ubudiyah-nya. Yang difokuskan itu kan sistem kenegaraan, bukan bagaimana membuat madrasah, masjid, menciptakan kesejahteraan umat, dan sebagainya,” ungkap Hasyim saat bersilaturrahim dengan para petinggi Pimpinan Pusat (PP) Lembaga Dakwah (LD) NU di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (5/9).

Hasyim: Khilafah Islamiyah bukan Gerakan Agama, tapi Gerakan Politik (Sumber Gambar : Nu Online)
Hasyim: Khilafah Islamiyah bukan Gerakan Agama, tapi Gerakan Politik (Sumber Gambar : Nu Online)

Hasyim: Khilafah Islamiyah bukan Gerakan Agama, tapi Gerakan Politik

Ditegaskan Hasyim, begitu panggilan akrab Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu, sistem ketatanegaraan berikut sistem kepemimpinannya, sebagaimana tertuang dalam konsep Khilafah Islamiyah, cukuplah mengacu pada sistem yang berlaku di negara masing-masing. “Siapapun yang jadi kepala negara, yang telah diproses secara sah, baik menurut ukuran agama maupun negara, ya dia itu kholifah (pemimpin, red). Nggak usah cari model-model yang lain,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Hasyim juga mencermati tumbuh-suburnya kelompok-kelompok Islam radikal berikut gerakannya di Indonesia. Padahal, katanya, hampir di sebagian besar negara-negara di Eropa dan Timur Tengah, kelompok-kelompok Islam garis keras itu tidak menemukan tempat, bahkan dilarang hidup. “Di Eropa, Timur Tengah, seperti Yordania dan Syria, mereka (kelompok Islam radikal, red) nggak punya tempat. Tapi di Indonesia, mereka bisa hidup leluasa dan semakin merajalela,” tuturnya.

Kepada para pimpinan LDNU, mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur ini mengingatkan, persoalan yang cukup mengkhawatirkan itu harus segera mendapat sikap dari NU. LDNU, katanya, sebagai sebuah wadah yang memiliki tugas mendakwahkan serta menyosoialisasikan paham Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) ala NU, dituntut tanggungjawabnya. Jika tidak, maka NU akan terikut ke dalam arus gerakan kelompok Islam radikal itu.

Sang Pencerah Muslim

Tak Mampu Bikin Masjid Sendiri

Pengamatan Hasyim juga tak luput dari fenomena diambilalihnya sejumlah masjid milik warga nahdliyyin oleh kelompok Islam ekstrim “kanan”. Menurutnya, hal itu dilakukan karena kelompok yang kerap dengan mudah mem-bid’ah-kan bahkan mengkafirkan warga nahdliyyin itu tak mampu membangun masjid sendiri. Sehingga kemudian mengambilalih masjid-masjid yang selama ini dibangun dan dikelola oleh warga nahdliyyin berikut takmir masjid dan tradisi ritual peribadatannya.

Sang Pencerah Muslim

“Karena mereka tidak mampu membuat masjid sendiri, kemudian mengambilalih masjid milik orang lain (masjid milik warga nahdliyyin, red), terus dipidatoin di situ untuk politisasi. Kan maksudnya begitu. Yang dirugikan akhirnya kan NU,” terang Hasyim. (rif)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Khutbah, Aswaja Sang Pencerah Muslim

Kamis, 01 Februari 2018

Masdar Farid: Jangan Mubazirkan Potensi Masjid

Cirebon, Sang Pencerah Muslim. Rais Syuriyah PBNU KH Masdar Farid Masudi mengatakan, potensi masjid sebagai tempat strategis perjuangkan umat Islam belum tergarap dengan baik. Ia mengimbau warga NU untuk meningkatkan perhatiannya terhadap tempat ibadah ini.

Menurut dia, masjid memiliki sejumlah keistimewaan, terutama karena kemampuannya menjadi tempat perjumpaan dan kegiatan rutin khalayak. Soal manajemen keuangan, masjid juga termasuk yang paling transparan dibanding organisasi publik lain di lingkungan Islam.

Masdar Farid: Jangan Mubazirkan Potensi Masjid (Sumber Gambar : Nu Online)
Masdar Farid: Jangan Mubazirkan Potensi Masjid (Sumber Gambar : Nu Online)

Masdar Farid: Jangan Mubazirkan Potensi Masjid

"Tapi potensi yang begitu besar masih dimubazirkan," kata Masdar saat membuka Rapat Pimpinan Daerah Lembaga Tamir Masjid NU (LTMNU) Kabupaten Cirebon di Pesantren Muallimin-Muallimat Babakan, Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (5/1).

Sang Pencerah Muslim

Masjid, sambungnya, sangat dibutuhkan dalam upaya gerakan sosial-keagamaan. Kemakmuran masjid adalah titik tolak bagi usaha memakmurkan masyarakat.

Sang Pencerah Muslim

"Titik tolak kemakmuran bumi dimulai dari masjid. Ini yang akhir-akhir ini kurang mendapat perhatian dari kita," tuturnya.

Nahdlatul Ulama mempunyai dua basis penting penopang perjuangannya, yaitu pesantren dan masjid. Jika pesantren menjadi basis kulturalnya, masjid merupakan basis pergerakannya, jelasnya.

Redaktur: Mukafi Niam

Penulis ? : Mahbib Khoiron

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Aswaja, Olahraga Sang Pencerah Muslim

Jumat, 19 Januari 2018

Upayakan Mandiri, Kotak Koin NU Ini Kumpulkan 400 Juta Sebulan

Jakarta, Sang Pencerah Muslim - Ketua Lembaga Amil Zakat NU (LAZISNU) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sragen Suranto bersilaturahmi di Lantai 3 Gedung PBNU Jakarta, Senin (3/4) sore. Di Jalan Kramat Raya 164 ini, ia melaporkan dan mendorong PBNU untuk menjadikan salah satu program PCNU Sragen, yaitu gerakan Kotak Infak (Koin) NU menjadi gerakan nasional. Program ini sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun.

Kotak Koin NU, kata Suranto, salah satu upaya dilaksanakan oleh PCNU Sragen untuk NU yang mandiri. Meski kotaknya kecil karena hanya berukuran 9 cm2, namun ia mengaku itu cukup efektif karena mampu menggerakkan Nahdliyin untuk berinfak di Kotak Koin NU.

Upayakan Mandiri, Kotak Koin NU Ini Kumpulkan 400 Juta Sebulan (Sumber Gambar : Nu Online)
Upayakan Mandiri, Kotak Koin NU Ini Kumpulkan 400 Juta Sebulan (Sumber Gambar : Nu Online)

Upayakan Mandiri, Kotak Koin NU Ini Kumpulkan 400 Juta Sebulan

“(Kotak Koin NU) untuk mengumpulkan uang receh. Koin adalah uang receh, tapi juga menerima uang kertas,” katanya.

Sang Pencerah Muslim

Ia menjelaskan, kotak kecil ini bukan sembarang kotak karena dengan ini ia berupaya untuk menyukseskan program-program besar seperti program pendidikan, program kesehatan, dan program ekonomi. Meski kecil, rata-rata satu bulannya Koin NU ini mampu menghasilkan empat ratus juta.

Kotak Koin NU ini, jelas Suranto, dihitung satu bulan sekali secara ramai-ramai. “Untuk bulan April itu dihitung di alun-alun. Dapatnya berapa disepakati, dibelikan armada bis. Jadi bis NU Sragen,” jelasnya.

Sang Pencerah Muslim

Ia mengatakan, saat memasukan koin atau uang ke dalam Kotak Koin NU ini, mereka dilatih untuk melafalkan niat. Ia menjelaskan, biasanya yang suka berinfak koin itu anak-anak. Karenanya, ini adalah salah satu upaya untuk merangsang orang untuk berinfak sedini mungkin.

“(Contoh niat saat memasukkan koin) Ya Allah, saya minta pintar, plung. Lagi, Ya Allah, saya minta jadi anak yang saleh-salehah, plung. Dari sosialisasi, Ini (cara memasukkan koin) yang paling mengena karena diniati satu-satu,” urainya.

Wakil Ketua LAZISNU PCNU Sragen Amin Ariwibowo mengamini apa yang disampaikan ketuanya itu. Ia menjelaskan, target utama dari program Kotak Koin NU ini adalah terciptanya kemandirian NU.

Ke depan, dengan program Koin NU ini PCNU Sragen akan merintis beberapa program yang bermanfaat untuk warga NU seperti pengobatan gratis, beasiswa pendidikan, dan juga membangun ekonomi kerakyatan.

Warek (kenyang), waras (sehat), pinter. Harapan besarnya adalah seperti itu (untuk Nahdliyin),” jelasnya.

Kotak Koin NU itu lahir karena stereotip masyarakat sekitar bahwa NU itu tidak baik manajemennya. Kotak Koin NU ini berukuruan 9 cm2, sebagaimana simbol NU bintang 9; bagian depan kotak adalah logo NU, bagian belakang adalah huruf yang menunjukkan jumlah ranting di MWC, sebelah kanan adalah kode pemegang kotak koin.

Kotak Koin NU ini juga dilengkapi dengan buku panduan dan CD. Rencananya, 14 april nanti Kotak Koin NU akan diluncurkan menjadi gerakan nasional. (Muchlishon Rochmat/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Aswaja Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock