Tampilkan postingan dengan label Sunnah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sunnah. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Februari 2018

Yudi Latif: Pancasila Obat Peredam Ketegangan Sosial

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif menegaskan, Pancasila bisa menjadi peredam dan pengantisipasi terhadap ketegangan-ketegangan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.

“Sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) mengantisipasi bahwa ketegangan sosial bisa muncul karena perbedaan agama,” kata Yudi di Hotel Kartika Chandra Jakarta, Kamis (19/10).

Yudi Latif: Pancasila Obat Peredam Ketegangan Sosial (Sumber Gambar : Nu Online)
Yudi Latif: Pancasila Obat Peredam Ketegangan Sosial (Sumber Gambar : Nu Online)

Yudi Latif: Pancasila Obat Peredam Ketegangan Sosial

Sila kedua mengantisipasi ketegangan sosial yang terjadi karena globalisme dan lokalisme. Sila ketiga mengantisipasi ketegangan sosial yang terjadi akibat perbedaan suku, etnik, bahasa, dan budaya di seluruh Indonesia. Sila keempat meredam ketegangan yang timbul akibat perbedaan pilihan politik.

“Sila kelima mengantisipasi bahwa ketegangan sosial sangat mungkin terjadi akibat kesenjangan sosial,” ucapnya.

Maka dari itu, ia menilai bahwa Pancasila semakin relevan dengan zaman yang ada. Zaman dimana sekat-sekat sudah tidak ada lagi batasannya sehingga ketegangan sosial akan sangat mungkin terjadi kalau tidak dibatasi dan diantisipasi.?

Sang Pencerah Muslim

Meski demikian, Yudi sadar bahwa saat ini kesenjangan sosial di Indonesia begitu menganga. Ada jarak yang begitu jauh antara yang kaya dan yang miskin. Oleh karena itu, kesenjangan inilah yang seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah.

Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Dengan kata lain, Indonesia menempati urutan keempat terbawah dalam urusan kesenjangan sosial. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sunnah, News Sang Pencerah Muslim

Senin, 29 Januari 2018

Dakwah Aswaja di Internet Harus Lebih Menarik

Situbondo, Sang Pencerah Muslim. Sejumlah pegiat IT berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) berkumpul di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’yah (PPSS) Sukorejo Asembangus Situbondo Jawa Timur.

Selama dua hari (22-23/3) mereka bertemu dalam acara Silaturahim Nasional Ketiga Admin Web dan IT Developer Aswaja yang difasilitasi komunitas Persaudaraan Profesional Muslim Aswaja atau PPM Aswaja. Pertemuan nasional ini merupakan kali ketiga.

Dakwah Aswaja di Internet Harus Lebih Menarik (Sumber Gambar : Nu Online)
Dakwah Aswaja di Internet Harus Lebih Menarik (Sumber Gambar : Nu Online)

Dakwah Aswaja di Internet Harus Lebih Menarik

Pada acara  pembukaan, Pengasuh PPSS KH R Ahmad Azaim Ibrohimy yang menjadi tuan rumah agenda ini mengingatkan bahwa tantangan dakwah Aswaja kini semakin terdesak oleh tantangan dari kalangan Islam ekstrem, baik yang berhaluan kiri maupun kanan.

Sang Pencerah Muslim

Ia mendorong kegiatan dakwah di dunia maya tampil kian menarik. “Kami berharap komunitas ini nantinya akan ada tindak lanjut dari para peserta untuk memikirkan dakwah Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah sehingga lebih diminati,” katanya, Sabtu (22/3).

Dan untuk meraih tujuan mulia tersebut, tambah Kiai Azaim, harus ada distribusi peran dari berbagai pihak. Ia mengibaratkan hal ini dengan permainan sepak bola. “Harus ada pengaturan strategis dengan tidak segera merasa bangga dengan capaian yang ada,” terangnya.

Selanjutnya Kiai Azaim berharap agar pertemuan yang diselenggarakan di pesantren ini segera bergerak dengan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Apalagi media yang dibutuhkan adalah sangat dinamis.

Sang Pencerah Muslim

“Apa yang peserta lakukan hari ini adalah bagian dari upaya untuk kemajuan bangsa, negara, agama dan juga bagi NU,”  katanya.

Kegiatan silaturahim nasional pertama diselenggarakan di Wonosobo yang berbarengan dengan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU. Kemudian pertemuan kedua diadakan di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin di Rembang Jawa tengah serta di PPSS Asembagus Situbondo.

Hadir dalam acara ini utusan dari berbagai kota di Jawa dan Kalimantan serta Nusa Tenggara Barat. Sejumlah narasumber juga turut mengisi kegiatan yang dilangsungkan di aula Center of Excellence Lembaga Kajian Fiqh Ibrohimy ini, di antaranya Dr Zainal Arifin dari Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU (RMINU) dan juga dosen ITS Surabaya. Hadir pula Agus Susanto dari PBNU TV, serta pengurus PPM Aswaja. (Syaifullah/Mahbib)

“Kami dari pesantren sangat mengapresiasi kegiatan ini sebagai tali yang mengikat dalam rangka peringatan satu abad pesantren,” kata Kiai Azaim, sapaan akrabnya. Pada acara yang dihadiri utusan dari berbagai kota di Jawa dan Kalimantan serta Nusa Tenggara Barat

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sunnah Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 27 Januari 2018

Grand Syekh Al-Azhar: Gerakan Aswaja NU Dibutuhkan Umat Islam Dunia

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Grand Syekh Al-Azhar melalui delegasinya Prof DR Abdul Mun’im Fuad mengapresiasi gerakan Aswaja yang digelorakan Nahdlatul Ulama. Prinsip-prinsip beragama NU yang terus bersambung hingga Rasulullah SAW itu, menurutnya, sangat kontekstual dengan kondisi dunia kekinian.

“Toleransi nilah yang dibutuhkan orang dunia sekarang ini. Inilah manhajul (jalan hidup) Islam sesungguhnya,” kata Mun’im Fuad menyampaikan salam Grand Syekh Al-Azhar dalam bahasa Arab di Jakarta, Rabu (27/5) siang.

Grand Syekh Al-Azhar: Gerakan Aswaja NU Dibutuhkan Umat Islam Dunia (Sumber Gambar : Nu Online)
Grand Syekh Al-Azhar: Gerakan Aswaja NU Dibutuhkan Umat Islam Dunia (Sumber Gambar : Nu Online)

Grand Syekh Al-Azhar: Gerakan Aswaja NU Dibutuhkan Umat Islam Dunia

Di hadapan pengurus lengkap harian Syuriyah danTanfidziyah PBNU, Mun’im Fuad yang memimpin rombongan Al-Azhar Mesir itu menegaskan bahwa Islam tidak mengajarkan tathorruf (ekstrem), irhab (teror), ifroth (berlebihan), tafrith (abai), dan tasyaddud (kekerasan).

Sang Pencerah Muslim

Qimatuna (nilai keberagamaan kita) itu terletak pada wasuthuna (kemoderatan kita) itu sendiri. Singkat kata, Al-Azhar sepakat dan mendukung gerakan tawasuth NU yang terus mengglobal,” kata Mun’im Fuad menutup sambutannya.

Sementara Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj menyebutkan jumlah agama resmi, keragaman suku, dan sejumlah paham politik yang berkembang di Indonesia.

Sang Pencerah Muslim

“NU sebagai ormas muslim terbesar di Indonesia akan terus mengawal keragaman dalam bingkai asas Pancasila dan persatuan NKRI,” kata Kang Said yang juga menggunakan bahasa Arab. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sunnah Sang Pencerah Muslim

Rabu, 24 Januari 2018

Jadul Unjuk Rasa ke DPR soal Kerusakan Jalan di Jember

Jember, Sang Pencerah Muslim



Puluhan orang yang tergabung dalam Jember Aksi Peduli Jalan Berlubang (Jadul) menggelar unjuk rasa di gedung DPRD Jember, Jawa Timur, Selasa (11/4). Mereka mengeluhkan rusaknya jalan di sejumlah tempat, termasuk jalan yang dipenuhi lubang.?

Jadul Unjuk Rasa ke DPR soal Kerusakan Jalan di Jember (Sumber Gambar : Nu Online)
Jadul Unjuk Rasa ke DPR soal Kerusakan Jalan di Jember (Sumber Gambar : Nu Online)

Jadul Unjuk Rasa ke DPR soal Kerusakan Jalan di Jember

Menurut salah seorang pengunjuk rasa, Kustiono Musri, jalan berlubang di Jember sudah cukup parah sehingga perlu segera ditangani.?

Dikatakannya, hampir di setiap ruas jalan, lebih-lebih di pedesaan, lubang selalu ditemukan. "Jadi saya minta anggota dewan yang terhormat untuk menekan bupati agar jalan berlubang segera diperbaiki. Ini untuk kepentingan masyarakat. Bukan orang per orang," ucapnya.

Ia menambahkan, yang paling ? merasakan dampak rusaknya jalan (berlubang) adalah masyarakat kebanyakan, khsusunya di pedesaan. Selama ini jalan berlubang terkesan ? dibiarkan begitu saja, hingga akhirnya masyarakat berinisiaif untuk menanami lubang tersebut dengan pohon pisang. Tujuannya adalah sebagai tanda bahwa jalan itu berbahaya dan tak boleh dilintasi. "Itu juga sindiran bagi pemerintah," ungkap Kustiono.

Hal senada juga diungkapkan, Prasetyo. Menurutnya, hampir setiap hari terjadi kecelakaan akibat jalan berlubang. Dikatakannya, korban jalan berlubang kebanyakan dari pengendara roda dua, sebab model ban kendaraan roda dua ? memang sangat rentan ? terhadap ? lubang.?

Sang Pencerah Muslim

"Kalau roda dua, itu artinya kan katakanlah ? masyarakat biasa. Sedangkan pejabat biasanya memakai roda empat, sehingga tak terasa meski ada lubang. "Oleh karena itu, tolong ini diperhatikan. Jangan sampai lubang di jalan memakan korban lebih banyak lagi," jelasnya.

Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Jember, Anang Murwanto menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan fungsi pengawasan dengan baik. Namun diakuinya, eksekusi di lapangan tergantung pada eksekutif.?

Sang Pencerah Muslim

Walaupun demikian, katanya, apa yang disampaikan perwakilan pengunjuk rasa, merupakan masukan bagi dewan untuk melakuan evaluasi kinerja pada pihak-pihak terkait. "Kami sudah melakukan itu (pengawasan). Yang jelas kami juga tak ingin lubang di jalan terus memakan korban," ucap politisi Partai Demokrat itu. (Aryudi A. Razaq/Abdullah Alawi)

?

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sunnah Sang Pencerah Muslim

Minggu, 21 Januari 2018

Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah

Tingkat keimanan manusia terhadap Allah SWT beragam. Ada keimanan seseorang yang dirangsang oleh sesuatu (ibarat, isyarat, rumuz) di luar dirinya. Tetapi ada juga yang tidak. Ada orang yang beriman setelah melihat mukjizat rasul atau khariqul adat (kejadian luar biasa) seperti umat-umat kafir zaman para nabi terdahulu.

Ada juga orang yang takjub pada keajaiban dunia seperti lafal “Allah” pada cangkang telur atau pada gumpalan awan sebagai kuasa Allah dalam bentuk tulisan, gambar, video yang dishare orang-orang via media sosial baik fesbuk, instagram, twitter, whatsapp, line, dan lain sebagainya.

Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah (Sumber Gambar : Nu Online)
Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah (Sumber Gambar : Nu Online)

Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah

Mereka yang merasa dekat dengan Allah karena keajaiban dunia dan kuasa Allah lainnya bukan masuk kategori al-arif billah yang sempurna karena keimanannya masih dirangsang oleh fenomena selain Allah.

Sang Pencerah Muslim

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Sang Pencerah Muslim

Artinya, “Al-Arif billah itu bukan orang yang terima isyarat lalu merasakan Allah lebih dekat dengannya karena isyarat itu. Al-Arif billah itu orang yang tak perlu isyarat karena lenyap pada wujudnya dan tersembunyi pada penyaksiannya.”

Petunjuk atas Allah yang dikenal para ulama terdiri atas tiga jenis yang memiliki tingkat berbeda. Ibarat adalah petunjuk kasar. Sementara isyarat lebih halus dibandingkan ibarat. Simbol atau rumuz adalah penanda paling halus atas Allah.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Bagi saya, isyarat itu lebih tipis dan lebih halus dibanding ibarat. Simbol lebih halus dibanding isyarat. Jadi semua penanda ini ada tiga, yaitu ibarat, isyarat, dan simbol. Setiap satu dari semua itu lebih halus dibanding tanda sebelumnya. Tugas ibarat adalah memperjelas. Isyarat memberi petunjuk. Sedangkan tugas simbol itu menyenangkan, maksudnya menyenangkan hati atas sambutan Allah SWT,” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam, Beirut, Darul Fikr, tanpa catatan tahun, juz I, halaman 118).

Isyarat merupakan medium petunjuk atas Allah yang menampung makna yang tak terwadahi pada ibarat. Isyarat ini sangat dibutuhkan bagi pesuluk sebagai penanda dan petunjuk atas Allah. Tetapi isyarat ini masih juga membawa serta sesuatu yang menandai keberadaan Allah sehingga mereka masih juga memandang yang lain selain Allah.

? ? ? ? ? ? ?  ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Menurut saya, isyarat adalah gudang makna sangat halus yang tak tertampung dalam ibarat. (Al-Arif billah yang kamil itu bukan orang yang memberikan isyarat bagi mereka yang meminta petunjuk, lalu ia merasakan Allah lebih dekat dengannya karena isyarat itu), terlebih lagi bagi Al-Arif billah yang kamil itu sehingga mereka merasakan Allah dekat karenanya atau di sisinya mengingat kekayaan kandungan isyarat itu yang menghendaki pemberi isyarat, isyarat, dan yang diisyaratkan. Al-Arif billah yang kamil itu adalah orang yang tidak memerlukan isyarat sama sekali karena ia telah melebur di dalam wujud Allah dan tersembunyi pada penyaksiannya sehingga makhluk itu lenyap (di matanya). Hal ini terjadi bisa karena ia menjadi ‘baqa’ sebab Allah, cahaya-Nya, dan pendaran cahaya itu dalam martabat pancarannya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Aqshara’i As-Syadzili, Ihkamul Hikam, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2008 M/1429 H, halaman 69).

Isyarat menandai adanya jarak dan antara. Isyarat kerapkali disertai dengan alasan, bukti, atau argmentasi. Ada orang beriman kepada Allah setelah mengetahui alasan, bukti, atau argmentasi sebagai isyarat atas Allah. Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa semakin banyak alasan, bukti, atau argumentasi yang diperlukan untuk beriman, tanda seseorang jauh dari Allah.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Abu Ali Ar-Raudzabari ketika ditanya perihal isyarat menjawab, isyarat tidak lain merupakan ungkapan dari dalam hati yang menjelaskan sesuatu yang ditunjuk. Sejatinya isyarat diiringi dengan illat (alasan, bukti, atau argumentasi). Illat itu jauh dari zat hakikat. As-Syibli mengatakan, setiap isyarat atas Allah yang ditunjukkan oleh makhluk-Nya hakikatnya tertolak sehingga mereka memberi isyarat atas Allah dengan Allah itu sendiri dan mereka tidak punya jalan untuk itu. Abu Yazid berkata, mereka yang paling jauh dari Allah adalah mereka yang paling banyak isyarat atas-Nya,” (Lihat Syekh Ibnu Abbad, Syarhul Hikam, Semarang, Maktabah Al-Munawwir, tanpa catatan tahun, juz I, halaman 63).

Untuk seorang al-arif billah yang kamil, isyarat tidak diperlukan karena mereka tidak berjarak dengan Allah. Isyarat dibutuhkan oleh para pejalan atau pesuluk. Isyarat itu sangat membantu mereka untuk dekat dengan Allah SWT.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ... ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Artinya, “Redaksi Syekh Ibnu Athaillah ‘Al-Arif billah itu bukan...’ maksudnya adalah al-arif billah yang tidak kamil, belum mendalam dan mantap. Sedangkan mereka yang sedang berjalan tetap membutuhkan isyarat dan merasakan Allah lebih dekat dengannya karena atau bersama isyarat itu. isyarat itu membantu mereka dan menjadi makanan pokok bagi mereka layaknya ibarat bagi mereka yang mengarahkan pandangan kepada Allah sebagai akan dijelaskan di depan, ‘Ibarat adalah makanan pokok bagi mereka yang butuh mendengarkan. Dan kau akan mendapatkan sesuai apa yang kau ‘makan’.’ Redaksi penulis, ‘ketika memberi isyarat’, maksudnya adalah diberikan atau menerima isyarat. Sedangkan ‘Al-Arif billah itu orang yang tak perlu isyarat,’ maksudnya ia tak membutuhkan isyarat untuk dirinya, tetai untuk memberikan isyarat untuk orang lain. Ia sendiri tak memerlukan isyarat karena isyarat dan ibarat makanan orang yang lapar. Sementara ia sudah kenyang dan cukup. Kita bisa mengatakan bahwa isyarat itu mengandaikan jarak dan perpisahan. Sementara ia tetap bersatu dalam perpisahannya... Al-arif billah yang kamil menafikan jalan/isyarat karena sudah merasa cukup dengan Allah sehingga tak membutuhkan isyarat dan pemberi petunjuk. Wallahu a‘lam,” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam, Beirut, Darul Fikr, tanpa catatan tahun, juz I, halaman 120-121).

Pertanyaannya kemudian adalah apakah yang disebut arifin yang kamil itu mereka yang selalu menggenggam tasbih, menggelar sajadah, atau membenahi letak sorban? Apakah mereka hidup soliter menyepi? Semua itu mungkin saja, bukan pasti. Tetapi yang  pasti mereka tetap bergaul dengan manusia lain. Mereka tetap manusiawi. Mereka bisa jadi buruh tani, pekerja kasar, guru, buruh pabrik, kuli angkut di pasar, pegawai rendahan, penunggu kafe, penunggu lahan parkir liar, atau guru agama di sekitar kita. Semua itu sangat mungkin sebagai dijelaskan Syekh Said Ramadhan Al-Buthi berikut ini.

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ?. ? ? ? ? ? ? ? ?.

Artinya, “Al-Arif billah adalah orang yang dengan tauhid, kepercayaan, tawakal, dan kepasarahannya kepada Allah mencapai derajat di mana kehendak-kehendaknya fana dalam kehendak/iradah-Nya, sebab-sebab atau alasan lenyap di bawah kuasa-Nya, dan semua yang tampak meleleh pada cahaya terang penyaksian-Nya. Tetapi pengertiannya tidak seperti yang kita sangka selama ini di mana al-arif billah terputus dari dunia, lalu menjalin dengan alam lain. Al-arif billah tetap berhubungan dengan dunia berinteraksi makhluk-Nya sebagaimana manusia lainnya. Ia tetap berhubungan dengan mereka seperti sebelumnya. Tetapi ketika berinteraksi dengan dunia dan sebab-sebab duniawi, ia tak melihat dirinya selain bersama dengan Allah. Ketika menangani masalahnya dengan orang lain dan beraktivitas di tengah publik dalam soal kemasyarakatan dan masalah lainnya, ia hanya menyadari bahwa ia berinteraksi bersama Allah. Al-arif billah itu seperti yang dikatakan para sufi, ‘Arasy dan bumiku ada pada satu waktu. Arasyku bersama Allah dalam perasaan dan batin. Tetapi bumiku bersama manusia dalam muamalah dan lahiriyah.’ Hal ini diungkapkan sangat baik oleh atsar dari Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq perihal dirinya sendiri, ‘Tiada sesuatu yang kulihat selain kulihat Allah bersamanya, sebelum, dan sesudahnya.’ Kondisi ini juga diungkapkan oleh Imam Fakhruddin Ar-Razi, ‘Hendaklah kamu bersama mereka secara lahiriyah, tetapi batinmu bersama Allah.’ Inilah maqam suluk tertinggi kepada Allah setelah maqam kenabian,” (Lihat M Said Ramadhan Al-Buthi, Al-Hikam Al-Athaiyyah, Syarhun wa Tahlilun, Beirut, Darul Fikr Al-Muashir, cetak ulang 2003 M/1424 H, juz II, halaman 471-472).

Menurut kami, penjelasan Syekh Said Ramadhan Al-Buthi cukup klir bahwa makrifatullah yang kamil itu bukan soal pakaian atau profesi, tetapi lebih pada cara pandang. Cara pandang makrifatullah ini dapat hadir pada siapapun dan mereka yang berprofesi apapun sesuatu dengan anugerah yang Allah berikan kepada mereka. Mereka dapat merasakan kehadiran Allah tanpa harus dirangsang oleh ibarat atau isyarat tertentu. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sunnah, Humor Islam, Khutbah Sang Pencerah Muslim

Kamis, 18 Januari 2018

LKiS itu NU Bukan?

Sebagai orang yang suka duduk-duduk di LKiS, Yogyakarta, saya sesekali masih ditanya, baik oleh teman, ataupun orang yang belum aku kenal.

Pertanyaannya, menurut saya, remeh, "Kang, LKiS itu NU bukan?"

LKiS itu NU Bukan? (Sumber Gambar : Nu Online)
LKiS itu NU Bukan? (Sumber Gambar : Nu Online)

LKiS itu NU Bukan?

Biasa saya jawab dengan singkat saja, "Ya, NU."

Sang Pencerah Muslim

Tapi kadang bikin kliyengan juga, jika si penanya mulai melanjutkan pertanyaannya, "Apa buktinya?

Sang Pencerah Muslim

Kalau ada pertanyaan lanjutan begitu, saya jawab, "Ya tengok saja sendiri."

Selanjutnya pasti ada pertanyaan begini, "Tengok ke mana?" 

Dan saya jawab, "Ya ke Yogya. Bisa ke penerbitnya, bisa ke yayasannya, bisa ke pesantrennya. Bisa juga ke aktivisnya."  

"Terus?"

Hadeh! Kalau sudah bertanya dengan "terus-terus?" begitu saya betul-betul kliyengan. Dan saya mulai ngawur jawabnya.

"Begini saja, Mas. Datang saja ke sana, tapi pas ada acara. Terserah acara apa saja, yang penting mereka pake mik atau spiker. Nah, kalau mik atau spikernya kresek-kresek atau ndengung, berarti LKiS itu NU. Tapi kalau suaranya bening, ndak kresek-kresek atau tanpa ndengung, dan enak didengar, itu mereka bukan NU." (Hamzah Sahal)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Nahdlatul, Kajian Sunnah, Sunnah Sang Pencerah Muslim

Tingkatkan Pelayanan Kemahasiswaan, STAINU Jakarta Gandeng BRI Syariah

Jakarta, Sang Pencerah Muslim. Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta menjalin kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah guna meningkatkan pelayanan kemahasiswaan. Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan di kampus STAINU Jakarta, Jl. Taman Amir Hamzah No. 5, Jakarta Pusat, Kamis, (8/1).

Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan langsung oleh dr. Syahrizal Syarif, Ph.D selaku Ketua STAINU Jakarta, sementara pihak BRI Syariah diwakili oleh M. Kadarsyah, Ketua Cabang BRI Syariah Jakarta Pusat. Kedua belah pihak juga beresepakat untuk saling menjalin komitmen dalam rangka memberi pelayanan terbaik bagi civitas akademika STAINU Jakarta.

Tingkatkan Pelayanan Kemahasiswaan, STAINU Jakarta Gandeng BRI Syariah (Sumber Gambar : Nu Online)
Tingkatkan Pelayanan Kemahasiswaan, STAINU Jakarta Gandeng BRI Syariah (Sumber Gambar : Nu Online)

Tingkatkan Pelayanan Kemahasiswaan, STAINU Jakarta Gandeng BRI Syariah

“Kerjasama ini kita jalin dengan tujuan utama mengoptimalkan pelayanan kepada mahasiswa, Mahasiswa sebagai unsur terpenting dalam sebuah perguruan tinggi harus dilayani dengan baik, termasuk dalam hal administrasi dan keuangan,” papar Syahrizal.

Sang Pencerah Muslim

Lebih lanjut ia mengatakan, kerjasama ini juga terkait pemberian pelatihan praktikum kepada mahasiswa jurusan Perbankan Syariah. “Pihak BRI Syariah berkomitmen untuk menunjang peningkatan kemampuan pengelolaan perbankan bagi mahasiswa-mahasiswi STAINU Jakarta,” imbuhnya.

Implementasi dari nota kesepahaman itu, terang Syahrizal, rencananya akan dilangsungkan pada awal semester genap 2015. Menurutnya, Pihak BRI Syariah tidak hanya menjadi mitra untuk administrasi namun juga mitra dalam sistem informasi akademik.

Sang Pencerah Muslim

Sementara itu, M. Kadarsyah menerangkan, dengan penandatanganan nota kesepahaman ini, BRI Syariah lebih bisa memberikan pelayanan yang maksimum kepada mahasiswa-mahasiswi STAINU Jakarta.

Hadir dalam penandatanganan nota kesepahaman tersebut Pembantu Ketua II STAINU Jakarta, Arif Rahman, M.Pd., Ketua Program Studi Ahwalus Syakhsiyah Irfan Hasanuddin, MA., Sekretaris Prodi Ahwalus Syakhsiyah, Hayaturrohman, M.Si., Rudi Alfianto dan Juga Jose Rifal dari pihak Bank BRI Syariah. (Red: Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sunnah Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock