Tampilkan postingan dengan label Kyai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kyai. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 Desember 2017

Memaknai Hari Jumat

Hari-hari yang kita jalani setiap waktu memiliki sejarah penetapan yang panjang, baik dalam hal pembakuan masanya maupun penamaan “bakuan waktu” itu sendiri. Dinasti Romawi pada masa sebelum Masehi dengan kemajuan bangsanya dalam bidang ilmu, telah memformulasikan dan membakukan hitungan jam, hari, minggu, bulan dan tahun, sebagaimana saat ini.

Bangsa-bangsa lain di dunia pun banyak merujuk kepada bakuan waktu tersebut, dan membentuk nama-nama hari berdasarkan keadaan yang ada pada bangsa tersebut. Selain itu, bangsa-bangsa lain juga banyak yang mengembangkan teori-teori astronominya untuk “membakukan satuan waktu” tersebut. Salah satu bangsa yang mampu menyusun teori astronominya adalah bangsa Arab.

Memaknai Hari Jumat (Sumber Gambar : Nu Online)
Memaknai Hari Jumat (Sumber Gambar : Nu Online)

Memaknai Hari Jumat

Bangsa Arab adalah salah satu bangsa tertua di dunia yang telah teruji eksistensi manusianya dalam dinamika zaman, tidak seperti kaum Mesir Kuno ataupun Babiloniayang bisa dibilang eksistensi manusianya telah “punah”. Mereka memiliki karakteristik fisik yang khas, sangat berpegang teguh pada ajaran leluhur, serta memiliki minat besar terhadap kebudayaan, terutama budaya bahasa dan sastra. Selain itu, bangsa Arab telah memiliki teori dalam bidang astronomi yang sangat maju di masa lampau, bahkan jauh sebelum ilmuwan Dinasti Abbasiyah mengembangkan teori-teori astronomi tersebut menjadi teknologi yang kita kenal saat ini.

Sang Pencerah Muslim

Bakuan-bakuan waktu bangsa Arab dinamakan sesuai dengan hitungan biasa, maupun keadaan alam dalam rentang bulan tersebut. Misalnya dalam penamaan bulan Rabii’ul Awwal maupun Rabii’ul Akhir. Rabii’ bermakna kemarau. Bulan tersebut dinamakan demikian karena dalam masa bulan itu di tanah Arab adalah musim kemarau.

Selain itu, dalam penghitungan pergantian hari, bangsa Arab berpatok kepada terbenamnya matahari. Satu hari dihitung sejak hari benar-benar terbenam hingga terbenam kembali esok harinya. Penamaan hari tersebut disesuaikan dengan hitungan angka dalam bahasa Arab, yaitu ahad (satu), itsnain (dua), tsulaatsaa’ (tiga), arba’aa (empat), khamis (lima) , dan sabt atau sab’ah (tujuh). Satu yang berbeda adalah hari keenam, yang dinamakan dengan hari Jum’ah, yang secara harfiah berasal dari kata jama’a yang berarti berkumpul. Hal ini sangat penting ditinjau, mengingat hari Jum’at adalah salah satu hari yang disebutkan dalam kitab Al-Qur’an, dan sering disebut-sebut oleh nabi Muhammad dalam haditsnya.

Sang Pencerah Muslim

Berbagai tafsir tentu telah disampaikan oleh banyak pakar Al-Qur’an mengenai hal ini. Yang ingin diketengahkan dalam tulisan ini adalah esensi dan substansi yang bisa diambil dalam konteks hari Jum’at tersebut, sehingga kita bisa memaknai Islam secara lebih terbuka, bukan hanya agama bersifat ritual dan tekstualis, serta abai terhadap esensi makna ibadah yang bisa diambil untuk kemajuan masyarakat Indonesia.

Hari Jum’at dalam Teks Agama Islam

Hari Jum’at adalah hari yang utama bagi umat Islam, bahkan ia mendapat posisi mulia dengan menjadi nama sebuah surat dalam Al-Qur’an, yakni surah Al-Jum’ah. Surat ini salah satu titik beratnya, selain menyebutkan tentang perihal aqidah dan etika terhadap kitab yang diturunkan Tuhan, juga menyebutkan tentang hal yang perlu dilakukan oleh umat Islam pada hari Jum’at. “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian dipanggil untuk mendatangi shalat Jum’at maka bersegeralah mengingat Allah (shalat) dan tinggalkanlah perdagangan. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui”.

Dalam kitab-kitab hadits banyak disebutkan mengenai keutamaan hari Jum’at, dan di antara hadits yang paling masyhur dan terkemuka sebagai dasar keutamaan hari Jum’at adalah “Hari terbaik di mana matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari itu Nabi Adam diciptakan, dimasukkan ke dalam surga, serta dikeluarkan darinya”. (HR. Muslim). Selain itu, banyak hal yan dianjurkan nabi Muhammad, baik dalam rangka menyambut shalat Jum’at maupun dalam hari Jum’at itu sendiri.

Shalat Jum’at adalah ibadah yang sangat ditekankan oleh nabi Muhammad, mengingat banyak hadits-hadits yang bermakna larangan untuk meninggalkan ibadah Jum’at. Dalam menyambut ibadah tersebut, seluruh tindakan perdagangan, secara fiqih haram untuk dilakukan. Kemudian terdapat anjuran untuk mandi terlebih dahulu, memakai pakaian yang bagus, memakai wewangian, kemudian bersegera menuju masjid. Syarat sahnya shalat Jum’at adalah ia didahului khutbah, dan menurut ulama Syafi’iyyah, jamaah harus terdiri minimal 40 orang. Khutbah dan shalat Jum’at hendaknya lebih dipersingkat, sehingga orang yang bekerja bisa segera kembali menuju akivitasnya kembali.

Ketika seseorang telah disibukkan dengan urusan dunia, yang oleh Al Qur’an ia disebut dengan al-bai’, maka secara psikologis orang yang telah sibuk dengan dirinya sendiri akan mengabaikan hubungannya dengan orang lain. Dia akan mementingkan keuntungannya sendiri dan akan berusaha menjegal orang lain. Hal ini tentunya sangat familiar bagi masyarakat kita, seperti halnya dalam masalah ekonomi, terlebih politik. Al-bai’ memiliki cakupan makna yang luas. Maka segala urusan duniawi, yang berkaitan dengan “memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu”, dapat dikategorikan sebagai al-bai’. Hal ini hendaknya sejenak dialihkan dari perhatian, dan segera bergegas menuju shalat Jum’at.

Shalat Jum’at memiliki implikasi yang luas terhadap sistem sosial. Melalui perintah untuk meninggalkan pekerjaan, kemudian hendaknya seseorang membersihkan dirinya, menampakkan dirinya dengan persona terbaik. Untuk apa? Karena ia akan berjumpa dengan orang banyak di masjid. Inilah makna jama’ah pada shalat Jum’at. Salah satu bentuk penghargaan ketika seseorang berjumpa dengan orang lain, adalah menjumpainya dengan rapi. Penampilan yag rapi dalam dunia bisnis memegang peranan penting, sehingga seseorang akan lebih percaya untuk bekerja sama. Bagaimanapun anjuran sunnah nabi yang menekankan pada budaya gamis, surban, tentunya itu memiliki makna lain. Hanya saja, perjumpaan dengan orang banyak di masjid itulah yang diharapkan membentuk suatu komunitas yang komunikatif dalam banyak hal. Suasana kondusif masyarakat bisa dibentuk dengan pelaksanaan shalat jama’ah, karena banyaknya interaksi publik. Patut diingat bahwa hendaknya urusan dunia (al-bai’) dilupakan ketika sudah mulai berdiam dan berada dalam masjid, terutama proses pelaksanaan shalat Jum’at.

Kemudian khutbah Jum’at memegang peranan penting dalam proses instropeksi umat, untuk mengajak kembali ke satu makna yang amat penting dalam seluruh unsur proses kehidupan: rasa taqwa dan tanggung jawab kepada Tuhan. Inilah makna penting yang perlu disadarkan agar seluruh umat Islam dari berbagai golongan dan kalangan dapat bersatu, bekerja sama dalam rasa tanggung jawab yang luhur. Jika memang demikian halnya, maka seorang khatib mestinya adalah orang yang memiliki kapasitas keilmuan yang mantap dan kebijaksanaan dalam menyikapi perbedaan umat Islam serta mengajak mereka pada kesatuan umat, dan bangsa, bukannya mengajak pada permusuhan dan pemutlakan suatu golongan. Begitu selesai dari shalat Jum’at, maka orang muslim bisa kembali menuju aktivitasnya, dan ketika di masjid mereka menemui banyak orang, pastilah akan banyak terjadi komunikasi

Sebagai kesimpulan, kembali ke makna dari kata Jum’ah itu sendiri, yang berakar dari kata berkumpul, hendaknya setiap orang yang memiliki pemahaman hal ini untuk lebih memaknai hari Jum’at sebagai hari yang diutamakan dalam agama Islam, bukan hanya sekedar ritus belaka di tiap minggunya, serta berharap terbentuknya negeri yang makmur dan dinaungi rahmat Tuhan. Wallahu A’lam. (M. Iqbal Syauqi, mahasiswa UIN Jakarta)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Kyai, News Sang Pencerah Muslim

Para Kiai NU Angkat Bicara Soal BPJS Kesehatan

Yogyakarta, Sang Pencerah Muslim. Panitia muktamar NU mengajak para kiai untuk membuat usulan jawaban atas soal asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Putusan forum ini akan melengkapi bahan panitia dalam membuat draf bahtsul masail diniyah untuk muktamar NU Agustus mendatang.

Kegiatan pada Sabtu hingga Ahad dini hari (28-29/3) di pesantren Krapyak, Yogyakarta ini, menghadirkan Kepala Grup MKPR BPJS Kesehatan dr Andi Afdal Abdullah. Sebelum bahtsul masail berlangsung pada Sabtu malam, para kiai menghujani pertanyaan kepada dr Andi untuk mendapatkan keterangan seputar BPJS Kesehatan.

Para Kiai NU Angkat Bicara Soal BPJS Kesehatan (Sumber Gambar : Nu Online)
Para Kiai NU Angkat Bicara Soal BPJS Kesehatan (Sumber Gambar : Nu Online)

Para Kiai NU Angkat Bicara Soal BPJS Kesehatan

Salah seorang peserta bahtsul masail pra muktamar NU KH Aniq Muhammadun menyatakan, orang kaya wajib secara syari untuk membantu orang miskin. Menurutnya, kita tidak bisa menutup mata bahwa BPJS memberikan kemaslahatan positif.

Sang Pencerah Muslim

Orang miskin di Kudus dan di Pati, kata Kiai Aniq, kini sudah percaya diri untuk berobat ke RS bahkan untuk dirawat dengan bekal kartu BPJS. Padahal sebelumnya mereka tidak bisa melakukan itu. Asuransi BPJS Kesehatan menunjukkan banyak positifnya ketika orang-orang miskin bisa berobat.

“Jadi sebenarnya tanpa peraturan pemerintah pun, merupakan huququl wajibah ala mayasir al-muslimin untuk iuran sesuai dengan kelas yang ditentukan. Jadi asuransi BPJS tidak sebentuk aqad, namun lebih merupakan kewajiban orang kaya,” kata Kiai Aniq.

Sang Pencerah Muslim

KH Azizi dari Blitar mengusulkan agar ada pengawasan cukup perihal dana BPJS. Karena menurutnya, pintu peluang untuk korupsi atas dana asuransi BPJS Kesehatan tetap terbuka.

Sementara Ketua LBM PWNU Yogyakarta KH Muzammil sepakat pada pendapat Kiai Aniq untuk mendukung program BPJS. Program ini, kata Muzammil, memiliki sejarah panjang. Program nasional ini awalnya lahir dari tuntutan masyarakat agar pemerintah memberikan layanan kesehatan gratis. Pemerintah lalu memutar otak untuk menjawab itu.

“BPJS sudah jalan. Pemerintah tidak mungkin menghapus BPJS. Yang bisa NU lakukan ialah menelaah mana sisi mashlahat dan mudharat. Sehingga di sini kita memosisikan pemerintah sebagai administrator dan fasilitator bagaimana orang kaya bisa membantu mereka yang membutuhkan,” kata Kiai Muzammil.

Sedangkan pemimpin sidang bahtsul masail pra muktamar NU KH Syafruddin Syarif dari Probolinggo mengatakan bahwa perdebatan mengenai ini akan dilanjutkan pada sidang muktamar nanti. “Jawaban di sini hanya bersifat usulan untuk dibawa ke muktamar. Hukum mengikuti BPJS wajib bagi aghniya (orang mampu). Sementara kewajiban orang miskin dibebankan kepada negara,” kata Kiai Syafruddin menutup sidang.

Pada forum bahtsul masail pra muktamar NU di Yogyakarta, mereka mencoba menjawab sejumlah pertanyaan mulai dari konsep asuransi BPJS Kesehatan dalam kitab kuning, kandungan riba pada program nasional ini, kebolehan negara mewajibkan keikutsertaan rakyat pada program BPJS, hingga hukum mengikuti program BJPS. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Kyai, Bahtsul Masail, Kajian Sunnah Sang Pencerah Muslim

Sabtu, 23 Desember 2017

Banyak Orang NU Belum Tahu Kebesaran Dirinya

Sidoarjo, Sang Pencerah Muslim. Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi yang sangat besar namun belum difungsikan secara optimal. Survei LSI tahun 2004 menyebutkan, jumlah warga NU sebanyak 60 juta jiwa. Sebuah angka yang fantastis dan mempunyai potensi yang tidak kecil. Karena itulah kondisi Indonesia sangat tergantung dari kondisi NU.

 

“Kalau Indonesia terpuruk, maka orang NU-lah yang paling bertanggung jawab. Sebaliknya, kalau Indonesia ini maju, orang NU-lah yang paling bersyukur,” kata KH Mustofa Bisri (Gus Mus), pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin, Rembang, di sela-sela acara pelantikan Pengurus Cabang (PC) NU Sidoarjo, Ahad (18/2), di Gedung Rahmatul Ummah An-Nahdliyah.

Banyak Orang NU Belum Tahu Kebesaran Dirinya (Sumber Gambar : Nu Online)
Banyak Orang NU Belum Tahu Kebesaran Dirinya (Sumber Gambar : Nu Online)

Banyak Orang NU Belum Tahu Kebesaran Dirinya

Menurut Gus Mus, kebesaran NU tidak bisa dipungkiri dan direkayasa untuk ditutupi lagi. Namun patut disayangkan, kebesaran itu masih di atas kertas, kalah dengan FPI dan HTI yang jumlah anggotanya jauh lebih kecil. “Ini aneh,” tuturnya.

 

Sang Pencerah Muslim

Putra KH Bisri Mustofa itu mengibaratkan kondisi NU saat ini masih hanya dipakai ”mengiris bawang” untuk bumbu masak. Padahal potensi yang dimiliki adalah pisau cukur yang sangat tajam. Sebuah pekerjaan yang terlalu remeh bila dibandingkan kapasitas yang dimilikinya.

Malah, menurut Gus Mus, masih banyak orang NU yang belum tahu kebesaran dirinya. Karena tidak tahu itulah akhirnya NU ‘dijual’ murah. Padahal, ketika HM Subchan ZE (Wakil Ketua PBNU) waktu itu dicalonkan menjadi Wakil Presiden RI, Subchan berani menjual NU  dengan harga mahal. Bahkan terlalu mahal, sampai akhirnya tidak jadi diangkat sebagai Wakil Presiden. Sebaliknya, para tokoh NU saat ini malah menjual NU terlalu murah, sehingga terkesan malah diremehkan pihak lain.

Dikatakan, NU harus mempunyai nilai tawar yang tinggi. Gus Mus sangat berharap agar para jamaah yang jumlahnya sangat besar itu diorganisir dengan baik. Perbedaannya sangat besar. Kalau dalam posisi sekarang, jamaah (warga NU) bisa saja tidak menurut pada pimpinan, karena mereka memang bebas berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada ikatan dan sanksi organisasi yang akan diterima bila mereka tidak sejalan dengan garis PBNU.

Jika para jamaah itu sudah menjadi jam’iyyah, mereka tidak bisa melakukan seperti itu lagi. Semuanya harus berjalan dalam satu komando. Kalau PBNU sudah memutuskan A, maka semuanya akan memilih A. Mereka jadi terarah, dan arahnya jelas. “Kalau semua sudah tertata, tidak usah ngomong, orang sudah ngeri semua,” tutur Gus Mus.

Di akhir pembicaraan, Gus Mus berpesan kepada para pengurus NU untuk tidak suka bersikap geregetan dan mengeluh dengan kondisi yang dihadapi. Sebab kalau keduanya itu terus dipelihara dan dikembangkan di dalam NU, maka akhirnya mereka akan stres sendiri. “Menjadi pengurus NU itu harus ikhlas dan siap tekor,” ujarnya sambil tertawa. (sbh)

Sang Pencerah Muslim



Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Budaya, Kyai Sang Pencerah Muslim

Minggu, 17 Desember 2017

Tahun Ini, Habib Luthfi Peringati Maulid Nabi Muhammad Hingga 101 Kali

Pekalongan,Sang Pencerah Muslim

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang selalu diperingati umat Islam biasanya dilaksanakan di sekitar bulan Rabiul Awal dan Rabiul  Akhir. Jarang sekali kita temui selain di dua bulan itu. Akan tetapi tidak demikian yang dilakukan Rais ‘Aam Idaroh Aliyah Jamiyyah Ahlit Thariqah Al Mutabarah An Nahdliyyah (JATMAN) Habib Luthfy bin Yahya yang tinggal di Kota Pekalongan.

Tahun Ini, Habib Luthfi Peringati Maulid Nabi Muhammad Hingga 101 Kali (Sumber Gambar : Nu Online)
Tahun Ini, Habib Luthfi Peringati Maulid Nabi Muhammad Hingga 101 Kali (Sumber Gambar : Nu Online)

Tahun Ini, Habib Luthfi Peringati Maulid Nabi Muhammad Hingga 101 Kali

Meski saat ini telah berada di bulan keenam tahun Hijriyah yakni bulan Jumadil Akhir 1437 H, gaung peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW terus bergema. Paling tidak ada 101 tempat yang menyebar ke berbagai daerah hingga bulan Dzulqa’dah.

Peringatan Maulid yang dimulai sejak tanggal 8 Januari 2017 di Kanzus Sholawat Pekalongan akan berakhir tanggal 13 Agustus di depan Mapolsek Bandar Kabupaten Pekalongan. Jadwal rangkaian kegiatan peringatan maulid sebagaimana yang dirilis Pengurus Kanzus Sholawat tidak saja menyebar di berbagai wilayah di Jawa Tengah saja, akan tetapi juga ada di Jawa Timur, Jawa Barat, Banten hingga luar Pulau Jawa yakni Bangka Belitung.

Sang Pencerah Muslim

Rangkaian kegiatan peringatan maulid sebagaimana yang disampaikan Habib Luthfy bin Yahya ada bentuk rasa syukur atas kelahiran Nabi Agung Muhammad SAW. Meski bulan Rabiul Awwal atau Maulud sudah lewat, kita tidak boleh berhenti mensyukuri atas kelahiran baginda nabi.

Sang Pencerah Muslim

"Adalah salah jika kita beranggapan bahwa memperingati kelahiran nabi junjungan umat Islam hanya di bulan maulid, mestinya di sepanjang waktu kita selalu memperingati hari kelahiran nabi akhir zaman," ujar Habib Luthfy.

Dikatakan, peringatan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW bisa dilakukan kapan saja. Oleh karena itu, atas permintaan dari berbagai pihak, ujar Habib, dirinya menyempatkan diri hadir di gelaran peringatan Maulid Nabi dari berbagai daerah dengan waktu yang berbeda.

Dari jadwal rangkaian kegiatan maulid, ada permintaan atas nama pribadi, jama’ah atau kelompok masyarakat, organisasi kepemudaan di lingkungan NU seperti IPNU IPPNU dan GP Ansor, TNI dan Polri. Kemudian Pemerintah daerah, pondok pesantren  hingga kalangan kampus seperti UIN Walisongo dan Unnes Semarang.

Sekretaris Kanzus Sholawat Taufiqur Rohman kepada Sang Pencerah Muslim mengatakan, hingga saat ini jadwal rangkaian sudah terdaftar ada 101 tempat. Bahkan pihaknya telah melakukan revisi sebanyak 5 kali, mengingat banyaknya usulan kegiatan baru masuk dan dimasukkan agenda rangkaian kegiatan maulid dengan harapan bisa dihadiri Khodimul Maulid Habib Luthfy bin Yahya.

Menurut Habib Luthfy,  inti dari peringatan dan pembacaan Maulid Nabi SAW adalah syukur kita terhadap Allah Ta’ala karena Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW dan kita termasuk ke dalam umatnya.

“Peringatan dan pembacaan maulid Nabi SAW juga merupakan ungkapan rasa terima kasih kita kepadanya agar kita mencintai Rasul SAW. Kita iman dan Islam karena kita mengenal Nabi Muhammad SAW. Sehingga, oleh karena bersyukur itu diwajibkan, maka membaca maulid Nabi Saw. Itu pun menjadi wajib.” (Abdul Muiz/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Kyai, PonPes Sang Pencerah Muslim

Selasa, 12 Desember 2017

Revolusi Mental Harus Dimulai dari Lingkungan Keluarga

Bogor, Sang Pencerah Muslim

Forum antar-Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu) kumpulkan ratusan tokoh lintas agama se Indonesia untuk membahas masalah revolusi mental melalui keluarga. Pembahasan itu di rangkai dalam seminar nasional yang digelar di Hotel Pangrango 2 Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/4).   

Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty dalam pembukaannya mengatakan, bahwa revolusi mental berarti siap menjadi orang yang berintegritas, etos kerja yang tinggi dan semangat gotong royong. Pembentukan karakter inilah menjadikan manusia jujur, cerdas dan mau bekerjasama, serta saling tolong menolong demi kemaslahatan umum. "Jadi, manusia yang dikatakan berhasil melakukan revolusi mental adalah manusia yang merdeka dan demokratis, tentu bebas dari sifat feodalistis," ujarnya dihadapan para peserta seminar.

Revolusi Mental Harus Dimulai dari Lingkungan Keluarga (Sumber Gambar : Nu Online)
Revolusi Mental Harus Dimulai dari Lingkungan Keluarga (Sumber Gambar : Nu Online)

Revolusi Mental Harus Dimulai dari Lingkungan Keluarga

Dikatakannya, saat bicara penduduk, tentu tidak lepas dari masalah kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk. Tiga masalah pokok inilah yang menjadi konsen dan tugas BKKBN dalam menggarap penduduk Indonesia sesuai dengan peraturan Undang-undang nomor 5 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga yakni KKBPK (Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga). "Ini berarti, soal kuantitas, soal kualitas kependudukan dan soal data kependudukan yang harus kita tingkatkan," ujar Surya.

Revolusi mental berbasis Pancasila ini, akan menghasilkan tri sakti Bung Karno yakni berdikari dalam ekonomi, keadilan dan kerakyatan yang sesuai dengan lima sila Pancasila. "Inilah yang menjadi semangat kami untuk menghadapi tantangan kependudukan dalam menghadap bonus demografi," ujarnya

Sang Pencerah Muslim

Untuk itulah, peran tokoh agama didalam melakukan revolusi mental masyarakat sangat penting, karena kualitas, kuantitas kependudukan menjadi berbeda menakala karakter masyarakat menjadi baik. Tanpa itu, tentu akan menjadi bencana yang sangat mengerikan. "Kerusuhan, pembegalan, dan kriminal di masyarakat akan menjadi bencana negara Indonesia, belum lagi menghadapi MEA, makanya tanpa revolusi mental penduduk kita tidak akan bisa bersaing dengan negara lain," terang Surya. 

Ia berharap, seminar tokoh lintas agama berhasil merumuskan dan menghasilkan pokok-pokok penting tentang  revolusi mental kependudukan yang digali dari berbagai sumber pedoman dan kitab lintas agama. "Kami meminta para tokoh agama yang tergabung dalam Fapsedu merumuskan revolusi mental dalam mendukung program nawa cita," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Fapsedu KH. Cholil Nafis mengatakan, pasca reformasi diantara institusi negara yang lemah adalah BKKBN dalam artian pegawai yang terbatas dan kewenangan yang berkurang. Karena bahasan kekeluargaan terbagi di banyak institusi lain, ada di Kemensos, Kemenag dan lain sebagainya. "Kami ingin saat bicara keluarga tidak perlu di pecah-pecah melainkan hanya ada di BKKBN, agar lebih fokus mengurusi keluarga Indonesia," ujar mantan pengurus Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) ini.

Oleh karena itu, lanjutnya, kekurangan ini, tentu butuh tokoh agama yang  lebih maksimal dalam berperan. Bahwa berdirinya republik ini  tidak lepas dari peran tokoh agama. Berani berjuang, berani mati juga karena peran tokoh agama. Meskipun agama tidak diformalkan menjadi sebuah negara agama namun dan memilih Pancasila sebagai dasar negara demi keutuhan NKRI. "Maka sangat tepat sekali para tokoh agama berkumpul untuk membicarakan peran tokoh agama didalam melakukan revolusi mental melalui jalur keluarga demi terciptanya karakter bangsa," ungkapnya.

Sang Pencerah Muslim

Menurutnya, peran tokoh agama didalam keluarga, dan bahkan dalam menentukan arah tujuan bangsa adalah sangat sentral. Tidak mungkin perubahan hanya menyerahkan kepada sekolah, apalagi dengan masyarakat atau institusi lain. "Mari kita bersatu bersama-sama untuk merevolusi mental dengan spirit agama," ujar Cholil.

Banyaknya kasus perceraian di  Indonesia, terjadinya pelecehan anak, kekerasan rumah tangga dan tindak kriminal didalam kelurga adalah bukti bahwa didalam keluarga butuh sentuhan tokoh agama untuk meluruskan dan menjadi keluarga yang baik dan kokoh. "Sekali lagi, peran tokoh agama di dalam keluarga sangat penting, karena tanpa revolusi mental selamanya tidak ada perubahan," pungkas Cholil. (Huda/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim AlaNu, Doa, Kyai,Attijani Sang Pencerah Muslim

Jumat, 08 Desember 2017

Sekretaris FPKB Temanggung Terpilih sebagai Ketua Fatayat

Temanggung, Sang Pencerah Muslim. Umi Tsuwaibah terpilih secara aklamasi dalam gelaran Konferensi Cabang (Konfercab) ke VII Fatayat NU Temanggung, Jawa Tengah di aula Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Temanggung, Ahad (7/5) petang.

Dalam musyawarah tertinggi Pengurus Cabang (PC) Fatayat Temanggung itu, 329 pemilik suara yang terdiri dari PC, Pengurus Anak Cabang (PAC) dan Ranting se-Kabupaten Temanggung menyatakan dukunganya kepada Umi. Dari hasil itu, melalui sidang pleno yang dipimpin Pengurus PW Fatayat Jawa Tengah Umi Nuamah, Sekretaris FPKB DPRD Kabupaten Temanggung itu berhak memimpin Fatayat Temanggung untuk lima tahun mendatang, yakni; periode 2017-2022.

Dalam pemaparan visi-misinya, Umi bertekad ingin memberdayakan perempuan bisa berdaya melalui kegiatan-kegiatan ? enterpreneur atau wirausaha. Ia berharap kader Fatayat khususnya dan perempuan Temanggung pada umumnya bisa melakukan kegiatan produktif di rumah yang bisa menghasilkan uang. "Jika punya aktifitas produktif di rumah, maka tidak tergantung bekerja di perusahaan atau pabrik yang menyita banyak waktu," ucapnya.

Sekretaris FPKB Temanggung Terpilih sebagai Ketua Fatayat (Sumber Gambar : Nu Online)
Sekretaris FPKB Temanggung Terpilih sebagai Ketua Fatayat (Sumber Gambar : Nu Online)

Sekretaris FPKB Temanggung Terpilih sebagai Ketua Fatayat

Mantan aktifis PMII Komisariat Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri itu ? menuturkan, jika perempuan kerja di pabrik, waktunya akan habis dan kurang memperhatikan urusan rumah tangga. Dari situ, dikhawatirkan keluarga jadi terbengkalai. Dengan mempunyai usaha produktif di rumah, perempuan bisa berdaya dan bisa menopang ekonomi keluarga. "Saya berharap, anggota fatayat bisa maksimal mengurus rumah tangga, bisa menjadikan rumah tangga yang berkualitas dan harmonis," harapnya.

Dalam upaya mewujudkan program-program tersebut, ia berjanji akan menjalin hubungan kerjasama baik dengan instansi pemerintah maupun swasta untuk memperbanyak pelatihan . "Kader-kader fatayat akan kita beri ketrampilan khusus, supaya terampil dan bisa survive di tengah masyarakat,"

Sang Pencerah Muslim

Sementara itu, Ketua IV PW Fatayat Jawa Tengah, Atatin Malihah menuturkan, PW Fatayat Jawa Tengah juga tengah fokus memberikan keterampilan bagi kader-kadernya. "Kita sudah kerjasama dengan Disnakertrans Jawa Tengah dan BP3TKI Semarang," ungkapnya. (Ahsan Fauzi/Zunus)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Kyai Sang Pencerah Muslim

Selasa, 28 November 2017

Pagar Nusa Majalengka Rutin Latih Pelajar

Majalengka, Sang Pencerah Muslim. Pimpinan Cabang Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PC PSNU) Pagar Nusa Kabupaten Majalengka menggelar latihan rutin bagi pelajar di Majalengka untuk belajar seni bela diri NU. 

Pagar Nusa Majalengka Rutin Latih Pelajar (Sumber Gambar : Nu Online)
Pagar Nusa Majalengka Rutin Latih Pelajar (Sumber Gambar : Nu Online)

Pagar Nusa Majalengka Rutin Latih Pelajar

Kegiatan kali ini bertempat di halaman Balai Desa Banjaransari, Cikijing, Majalengka, Selasa (10/2) pagi dan diikuti oleh 30 siswa sekolah dasar di wilayah Kecamatan Cikijing.

Maman Rais Ketua Pagar Nusa Majalengka mengatakan, agenda ini dilaksanakan setiap hari selasa untuk SD, sabtu untuk SMP, dan ahad untuk SMA tiap seminggu sekali.

Sang Pencerah Muslim

"Memang kegiatan ini sudah berjalan selama 4 bulan dan baru fokus menggarap Kecamatan Cikijing untuk mengenalkan seni bela diri NU pada pelajar," ujar Maman disela-sela melatih.

Maman menambahkan, garapannya ini baru sebatas melatih anak-anak usia pelajar, belum menggarap ke level mahasiswa dan kecamatan-kecamatan lain.

Sang Pencerah Muslim

Ia berharap, kedepan unit kegiatan mahasiswa perguruan tinggi di Majalengka bisa bekerjasama dengan PMII Majalengka karena baru kader IPNU dan IPPNU yang menyatakan siap berlatih pencak silat.

“Kami juga berharap, PCNU Majalengka dan pihak pemerintah daerah bisa membantu memfasilitasi kami untuk menyosialisasikan kegiatan ini pada masyarakat,” harapnya. (Aris Prayuda/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Sholawat, Kyai, Aswaja Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock