Tampilkan postingan dengan label Pesantren. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pesantren. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Desember 2017

Nahdliyyin Sukoharjo Peringati Haul Mbah Maksum

Sukoharjo, Sang Pencerah Muslim. Warga Nahdliyyin Sukoharjo mengikuti peringatan haul tokoh NU Sukoharjo KH Maksum Waladi, Sabtu (15/2). Acara tersebut bertempat di kediaman keluarga Kiai Maksum di Jalan Diponegoro nomor 9 Joho kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Nahdliyyin Sukoharjo Peringati Haul Mbah Maksum (Sumber Gambar : Nu Online)
Nahdliyyin Sukoharjo Peringati Haul Mbah Maksum (Sumber Gambar : Nu Online)

Nahdliyyin Sukoharjo Peringati Haul Mbah Maksum

Hadir pada kesempatan itu sejumlah tokoh NU Sukoharjo di antaranya Rais Syuriyah PCNU Sukoharjo KH Ahmad Baidlowi, Ketua PCNU HM Nagib Sutarno, dan Mudir Jatman KH Khoirul Anwar.

KH Maksum Waladi pernah mengemban amanah sebagai Rais Syuriyah PCNU Sukoharjo selama beberapa periode.

Sang Pencerah Muslim

Sekretaris NU Sukoharjo Lasimin mengenang sosok yang akrab disapa Mbah Maksum itu sebagai seorang pribadi yang jujur. "Yang jelas sifatnya jujur dan ora neko-neko," kenangnya.

Lasimin masih ingat beberapa pesan yang pernah disampaikan Kiai Maksum. "Masih saya ingat pesan itu, ‘Jadilah pengurus NU yang sregep (rajin) dan entengan (ringan membantu). Itu modal untuk mengurusi NU," kata Lasimin menirukan pesan Kiai Maksum. (Ahmad Rosyidi/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Meme Islam, Pesantren, AlaSantri Sang Pencerah Muslim

Puluhan Pelajar Desa Ikuti Pelatihan Relawan Antinarkoba

Tulungagung, Sang Pencerah Muslim



Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Desa Batangsareng Kecamatan Kauman mengadakan pelatihan relawan antinarkoba pada Ahad, 3 Desember 2017 pukul 08.00 WIB sampai 13.00 WIB. Kegiatan itu dikerjasamakan dengan Badan Narkotika Nasional atau BNN Kabupaten Tulungagung,

Puluhan Pelajar Desa Ikuti Pelatihan Relawan Antinarkoba (Sumber Gambar : Nu Online)
Puluhan Pelajar Desa Ikuti Pelatihan Relawan Antinarkoba (Sumber Gambar : Nu Online)

Puluhan Pelajar Desa Ikuti Pelatihan Relawan Antinarkoba

Kegiatan berlangsung di balai desa setempat tersebut diikuti 50 peserta dari kalangan pelajar. Bahkan sejumlah tokoh berkenan hadir dan mendampingi peserta hingga kegiatan selesai.

Pelatihan yang difasilitasi Pemuda Mandiri Membangun Desa binaan Kementerian Pemuda dan Olahraga ini mendapatkan apresiasi dari pemerintah desa setempat. 

"Kegiatan yang diadakan IPNU IPPNU seperti ini sangat penting untuk mengembangkan desa," tutur Ir. Ripangi. 

Kepala Desa Batangsaren tersebut juga berterimakasih kepada sejumlah peserta yang dengan antusias mengikuti kegiatan. 

Sang Pencerah Muslim

Usai pembukaan, dilanjutkan penyampaian materi oleh Tri Arief. Kasi P2M BNN Kabupaten Tulungagung menyampaikan tentang jenis dan dampak penyalahgunaan narkoba, serta kasus narkoba di kawasan tersebut. 

Salah satu kasus yang diceritakan adalah penangkapan pengedar narkoba di kecamatan Ngunut. Melalui cerita tersebut, diharapakan seluruh peserta pelatihan bisa waspada terhadap gerak mencurigakan di lingkungan sekitar.

"Saya sangat senang karena materi yang saya dapat di pelatihan ini menyadarkan untuk berperan aktif dalam mencegah penyalahgunaan narkoba," ujar Nimah, salah satu Pengurus Ranting IPPNU Batangsaren yang mengikuti pelatihan.

Sang Pencerah Muslim

Di akhir kegiatan, seluruh peserta dikukuhkan sebagai relawan anti-narkoba. Mereka memiliki tugas menjaga diri dari penyalahgunaan narkoba dan kampanye menolak peredaran bahan berbahaya tersebut di desa dan sekolah. (Puspita Hanum/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Pesantren Sang Pencerah Muslim

Rabu, 13 Desember 2017

Aktivis PCINU Taiwan Ciptakan Aplikasi Halal

Jakarta, Sang Pencerah Muslim

Hasil karya Aris Kusumo Diantoro dan Faisal Fahmi, keduanya mahasiswa Indonesia yang menempuh program magister di National Chiao Tung University (NCTU) Taiwan itu, diluncurkan di Taipei, Ahad.

"Saat ini pengetahuan mengenai kehalalan masih rendah. Muslim yang datang ke Taiwan tentunya akan merasa khawatir dengan makanan dan lingkungan di Taiwan," ujar Aris yang berasal dari Sleman, Yogyakarta, itu kepada Antara di Jakarta.

Aktivis PCINU Taiwan Ciptakan Aplikasi Halal (Sumber Gambar : Nu Online)
Aktivis PCINU Taiwan Ciptakan Aplikasi Halal (Sumber Gambar : Nu Online)

Aktivis PCINU Taiwan Ciptakan Aplikasi Halal

Ia berharap aplikasi yang diberi nama "Taiwan Halal" mampu mengatasi masalah yang dialami umat Islam, baik pekerja, pelajar, maupun wisatawan, yang menginginkan produk dan pelayanan halal di negeri berjuluk "Formosa" itu.

"Sebagai umat Islam, kami harus berusaha secara maksimal untuk mengikuti aturan halal atau haramnya satu produk atau layanan," ujar remaja yang juga aktif di Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan itu.

Sang Pencerah Muslim

Aris menyadari banyak pekerja, pelajar dan wisatawan Muslim di Taiwan yang sering kali mengalami kesulitan untuk mendapatkan produk dan jasa sesuai syariat Islam.

"Melalui aplikasi ini, umat Islam di Taiwan nanti akan mendapatkan banyak informasi mengenai restoran atau rumah makan halal, hotel yang memberikan pelayanan halal, masjid, dan komunitas Muslim di Taiwan. Kami berharap program yang dapat diakses melalui telepon seluler dan komputer ini dapat memandu mereka," ujarnya didampingi Faisal Fahmi yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah.

Faisal yang bertindak sebagai programmer meminta masukan dari para pengguna agar aplikasi tersebut semakin mendekati kesempurnaan dalam memberikan pelayanan dan informasi mengenai kehalalan di Taiwan. (Antara/Mukafi Niam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Pesantren,Attijani Sang Pencerah Muslim

Senin, 04 Desember 2017

Islam dan Dinamika Sosial Terkini

Oleh Aswab Mahasin

Saya akan memulai tulisan ini dengan diskursus seorang atheis Will Durant, “Agama punya seribu jiwa, segala sesuatu jika sudah dibunuh ia akan sirna, kecuali agama. Agama sekiranya ia dibunuh seratus kali, akan muncul lagi dan kembali hidup setelah itu.” Pernyataan ini senada dengan judul buku Komarudin Hidayat, “agama punya seribu nyawa”.

Islam dan Dinamika Sosial Terkini (Sumber Gambar : Nu Online)
Islam dan Dinamika Sosial Terkini (Sumber Gambar : Nu Online)

Islam dan Dinamika Sosial Terkini

Agama sekarang ini berada pada posisi “dimanfaatkan” dan “bermanfaat”. Agama dimanfaatkan ketika suatu kelompok tertentu bertindak, berbuat, dan berdalih atas nama agama demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Selanjutnya. Agama bermanfaat ketika agama benar-benar difungsikan sesuai dengan esensi dari nilai-nilai agama itu sendiri, sebagai sistem pengajaran yang mendidik, sebagai sistem sosial yang mensejahterahkan, dan sebagai ajakan yang menentramkan.

Namun, kedua posisi itu tidak bisa dielakan dalam situasi dan dinamika sosialyang terus berkembang. Memang, agama tidak berubah, tetapi agama dianut oleh masyarakat baik secara menyeluruh maupun individudalam gerak sejarahnya terus mengalami perubahan, diberbagai dimensi sosialnya.

Fenomena tersebut terjadi disemua lapisan pemeluk agama, agama apapun mengalami hal yang sama. Dengan demikian, ada pergumulan antara agama dan sosial, atau biasa kita kenal juga dengan istilah “peradaban”. Agama dari mulai kelahirannya (agama manapun), selalu berinstrumen dengan kondisi sosialnya, di satu sisi agama membangun kebudayaan, di sisi lain agama berusaha membentuk peradaban.

Bila ditatap dari perspektif sejarah, setiap agama memang membentuk dan membangun kebudayaan serta peradabannya sendiri. Ketika Nabi Muhammad Saw Hijrah ke Yastrib, Kanjeng Nabi langsung mengganti nama kota Yastrib yang berarti “tanah gersang berdebu” menjadi Madinah yang berarti “kota atau peradaban”. Artinya, Nabi Muhammad Saw ingin membangun dan mewujudkan perdaban dunia melalui makna kota Madinah, dengan kreatifitas peradaban masyarakatnya dan nilai-nilai Islam melalui petunjuk Ilahi.

Sang Pencerah Muslim

Dengan demikian, secara alamiah agama mempunyai kemampuan untuk melahirkan peradaban (madinah atau tamaddun). Berarti agama dan peradaban dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, berdampingan dan bersamaan. Walaupun banyak orang menyangsikan bahwa agama dan peradaban adalah berbeda, mereka mencoba membuat distingsi (pembedaan), dengan konklusi, agama di satu sisi dengan peradaban di sisi yang lain.?

Misalnya dikatakan, Agama adalah wahyu Tuhan, sedangkan peradaban adalah inovasi manusia. Pembedaan semacam ini sesungguhnya hanya ada dalam wacana dan verbalisme belaka, dan tidak pernah ada dalam kenyataan hidup manusia. (Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawwar, MA, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA, dan Dr. Achmad Mubarok, MA, dalam buku Agenda Generasi Intelektual: Ikhtiar Membangun Masyarakat Madani: 2003)

Realitas hidup manusia menghendaki sesuatu yang oprasional, tidak hanya berhenti pada ajaran-ajaran kaku. Agama memang tidak berubah, namun sekali lagi saya tekankan masyarakatnya yang berubah, pemeluknya yang berubah. Perubahan ini mau tidak mau mempengaruhi pula cara dan sikap keberagamaan mereka.?

Sang Pencerah Muslim

Apalagi di era informasi serba terbuka, tidak sedikit dari mereka berguru pada google, youtube, facebook, twitter, dan sebaginya—seringkali memuat informasi atau penyampaian tidak berimbang.Dari hal tersebut, akan terjadi penguapan yang tidak bisa dikontrol apalagi dibatasi, setiap orang boleh menyampaikan sesuatu, dan dilakukan secara bebas, dengan cara; emosi, tanpa data, ujaran kebencian, dan ngawur. Tidak bisa dipungkiri, hal tersebut merupakan masalah untuk mendapatkan pemahaman yang utuh.

Menanggapi persoalan tersebut, kita harus berpikir dialektis, umat Islam berkembang variatif, jargon-jargon dan simbol-simbol keIslaman tidak hanya dimiliki oleh satu golongan, melainkan semua golongan yang beragama Islam dengan pandangan tertentu, madzhab tertentu, dan diskursus tertentu. Sehingga tidak sedikit dari kita terjebak pada kebingungan, mana yang Islam di antara kita. Ini menjadikan kita berpikir satu pihak, sehingga timbul sikap menyempit, karena Islam cenderung meluas.?

Sebab itu, dalam dinamika sosial ada kecenderungan kelompok yang menutup diri, sebagai cara untuk menjadikan kelompoknya pada kemurnian ideologi serta menuduh kelompok lain telah menyeleweng. Hal ini seleras seperti yang disampaikan Gunawan Mohamad dalam dialognya, “Efek dari penyempitan itu salah satunya adalah hilangnya toleransi.?

Namun, di sisi lain hilangnya toleransi bukan hanya masalah teologi lokal semata, juga menyangkut krisis sosial budaya. Sambung Gunawan Muhammad, Nurcholish benar ketika mengatakan semua agama dewasa ini mengalami krisis. Tidak hanya umat Islam, melainkan semua umat dari berbagai agama.”

Kita bisa lihat juga potret yang berkembang, di Amerika Serikat menjelang tahun 1980-an muncul gerakan intelektual internasional, dengan misi “Islamisasi Pengetahuan”, pertama kali gerakan ini didengungkan oleh Isma’il Raji Al-Faruqi dari lembaga Pemikiran Islam Internasional (Internatioanl Institute of Islamic Thouhgt). Gagasan ke arah Islamisasi Pengetahuan sebelumnya sudah dicetuskan oleh Naquib Al-Attas dari Malaysia. (Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: 2006)

Hal tersebut adalah respon dari sebagian umat Islam, supaya tidak begitu saja menelan mentah-mentah ala Barat. Namun menjadi lucu, ketika objek dunia yang luas ini, dengan berbagai ragam spektrumnya lantas harus didudukan pada satu paradigma saja, dengan tiga dalih kesatuan; kesatuan pengetahuan, kesatuan kehidupan, dan kesatuan sejarah. Jelas, kalau kita jabarkan lebih panjang, akan rancu.?

Minimal Anda bisa menelaah sendiri, bagaimana jika pengetahuan hanya tunggal, dimana pengetahuan hanya punya satu kiblat pengetahuan. Saya hanya membayangkan, tidak kreatifnya dunia ini dan merupakan pekerjaan yang tidak berguna memikirkan islamisasi pengetahuan. Toh menurut Kuntowijoyo, metode dimana-mana sama: metode survei, metode partisipan, atau metode grounded dapat dipakai dengan aman, tanpa resiko akan bertentangan dengan iman kita.?

Dalam hal ini, saya lebih sepakat dengan istilah Kuntowijoyo, bukan Islamisasi Pengetahuan, melainkan “Pengilmuan Islam” terhadap ilmu-ilmu yang telah ada, gerakan ini tidak seperti Islamisasi Pengetahuan (konteks ke teks), melainkan (teks ke konteks).

Pengilmuan Islam yang dimaksud adalah di mana Islam mampu mewarnai perubahan dunia. Intinya, dalam hal ini Islam bukan hanya sebagai ideologi atau doktrin agama, melainkan sebagai ide dan ilmu.

Kuntowijoyo hanya masih salah satu gambaran pemikir Indonesia yang mencoba memetakan Islam sebagai model pembangunan untuk merespon dinamika sosial. Berbeda dengan Nurcholish Madjid mengembangkan “sekularisasi”, dan Amin Rais berkiblat pada “Islamisasi ilmu pengetahuan”, sedangkan Jalaludin Rahmat menggaungkan “Islam alternatif”.?

Lain lagi dengan Munawir Syadzali lebih banyak berbicara tentang “reaktualisasi Islam” mengingat dinamika historis sudah berkembang cepat di samping adanya prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan yang harus dikedepankan. (Syamsul Bakri dan Mudhofir, Jombang Kairo, Jombang Chicago: Sintesis Pemikiran Gus Dur dan Cak Nur dalam Pembaruan Islam Indonesia: 2004)

Sedangkan Gus Dur menggaungkan Pribumisasi Islam, untuk mencairkan pola dan karakter Islam yang normatif menjadi sesuatu yang kontekstual. “Pribumisasi Islam” tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif berasal dari Tuhan diakomodasikan ke dalam kebudayaan manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing.

Pada pijakan tersebut, para pemikir melihat pentingnya perspektif universal sebagai sebuah sistem gagasan yang ideal/kompleks dalam memahami agama khususnya sejarah yang berkembang. Munculnya ide-ide baru ini, dan mungkin masih banyak ide lainnya dari para pemikir, tidak lain sebagai respon ideologi, respon ide, respon kultural, respon pemikiran, respon sosial, dan berbagai respon lainnya dengan menilik pada perkembangan dinamika masyarakat yang terus berkembang.

Islam dan dinamika sosial adalah sebuah proses mencari bentuk operasional agama yang sesuai untuk menjawab persoalan-persoalan kemanusiaan, walaupun dengan corak dan karakter pemikiran yang berbeda. Namun, tetap dilandasi dengan pijakan-pijakan, data, refrensi yang ilmiah—tanpa gegabah dalam mengambil kesimpulan—dengan gambaran besarnya bagaimana Kitab Suci dan Rasulullah dalam menerjemahkan ajaran langit pada realitas bumi.

Saya tutup tulisan ini dengan wasiat dari KH Wahid Hasyim, semoga menjadi motivasi buat kitas semua, “Setiap manusia adalah anak dari jerih payahnya. Semakin keras berusaha, semakin pantas ia jaya. Cita-cita yang tinggi dapat mengangkatnya ke derajat yang tinggi. Semakin keras berkemauan semakin terang derajat itu. Tak ada langkah mundur bagi orang yang ingin maju. Tak ada kemajuan bagi orang yang menghendaki mundur.”

Penulis adalah Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Darussa’adah Kebumen, Jawa Tengah.

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Pesantren, Ulama Sang Pencerah Muslim

Dua Status Sial Facebook

Malam-malam begini, tiba-tiba saya kangen lagu-lagu kasidah. Saya kemudian mendengarkan suara emas Nur Asiah Jamil berjudul Petani, Pahlawan, dan Ulama. Lagu Petani mengingatkan saya kepada buku catatan harian ayah semasa di pesantrennya. Ayah pernah bergabung bersama tim kasidah, lagu Petani sering dinyanyikannya.

Lalu lagu milik penyanyi andalan Lesbumi tahun 60-an, Rofiqoh Darto Wahab berjudul Ya Asmar Latin Sani. Lagu ini, saya tahu dari novel berbahasa Sunda yang dikarang jebolan pesantren, Usep Romli HM. Judulnya Bentang Pasantren (Bintang Pesantren). Di novel yang berlatar pesantren Sunda, tokoh utamanya menggandrungi lagu itu. Kemudian saya cari lagu itu di internet.

Dua Status Sial Facebook (Sumber Gambar : Nu Online)
Dua Status Sial Facebook (Sumber Gambar : Nu Online)

Dua Status Sial Facebook

Setelah dapat, saya mengirim pesan singkat kepada pengarangnya, bahwa saya sudah memiiliki lagu itu. Ia sampai menelpon saya untuk mengirim lagu itu ke surat elektroniknya. Saya dengan senang hati mengabulkan permintaan pengarang yang pernah aktif di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan GP Ansor itu.

Sang Pencerah Muslim

Lantas saya putar pula kasidah milik Maria Ulfa berjudul Indonesia Baladi. Tak lupa Nasida Ria. Saya menemukan lagu berjudul Wartawan Ratu Dunia buah cipta H Abu Ali Haidar dinyanyikan Muthoharoh. Saya kutip di sini. Ratu dunia, ratu dunia, oh wartawan, ratu dunia/Apa saja kata wartawan mempengaruhi pembaca koran.

Lagu ini menggugah kenangan masa kecil yang akrab dengan kasidahan, terutama sore hari menjelang imtihan (samenan) di madrasah yang dibayar dengan iuran seliter setengah beras per bulan atau pernikah anak tetangga.

Sang Pencerah Muslim

Sialnya, kenangan itu rusak ketika sambil mendengarkan lagu, saya membuka Facebook. Pasalnya saya menemukan dua status teman yang panjang. Statusnya bukan berbunyi seperti ini, “aduh kangen”, “laper nih”, “mamingan”. Bukan! Tapi tentang “akhlak” media kita. Tentu saja ini berkaitan dengan lagu kasidah itu, Wartawan Ratu Dunia yang sedang diputar.

Status teman saya yang pertama berbunyi demikian, “Pada April 2013 lalu, ketika ustadz Jefri Al-Bukhori (Uje) wafat, pemberitaan media (media elektronik, media online bahkan media sosial) begitu masif dan beruntun selama berhari-hari. Bahkan beberapa media televisi swasta nasional menyiarkan langsung acara pemakaman, juga tahlilan sampai 40 hari wafatnya Uje.

Status itu kemudian menceritakan temannya yang berkata, "Ternyata gema wafatnya Uje jauh lebih menggelegar dibanding dengan berita wafatnya kiaimu dari Krapyak itu, ya." Status itu menambahkan, "seminggu sebelum Uje meninggal, KH Ahmad Warsun Munawwir, pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, Mutasyar PBNU; juga meninggal."

Status teman yang satu lagi bernada sama. Begini, “Sehari sudah Mbah Mahfudh, Rais Aam Syuriah PBNU dan Ketua MUI berturut-turut itu meninggalkan kita, beliau memiliki teladan akhlak dan karya intelektual yang reputasinya sudah mendunia.” Namun, lanjut status itu, pemberitaan di media tv nyaris tak ada, kecuali berita jalan (tag-line) yang beberapa menit. Bayangkan dengan gemuruh liputan tv saat meliput mendiang Uje Bukhari? Sebulan itu-itu saja, bahkan live pula. Ada apa gerangan dengan masyarakat-media kita?”

Menurut saya, dua status teman saya itu bukan sedang menghujat Uje. Walau bagaimanapun Uje telah berperan dalam dakwah Islam di kota. Tentulah ia punya jasa tersendiri dalam bidang itu.Tapi teman saya sedang membidik pelaku media kita.

Semakin rusak kenangan saya, ketika menemukan status teman lain, “Bagi media yang alergi dengan nama NU, biasanya memberitakan kepergian Mbah Sahal Mahfudh dengan menghubungkan status beliau sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sayangnya, di website lembaga yang sering digunakan sebagai pelarian dari media pengidap penyakit di atas, tak sedikit pun membahas atau berbela sungkawa terkait mangkatnya Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.”

Status tersebut dikomentari temannya begini, “Biarlah Pengakuan terhadap Mbah Sahal menurut kepercayaannya masing-masing . Bagi mereka, itu saja sudah untung, bahkan bisa dikatakan prestasi. Daripada terus-terusan mencela."

Media tak suka kiai desa dan penulis?

Ini mungkin pertanyaan berlebihan. Tapi tidak apa, sesekali bolehlah. Soalnya, dua status pertama teman saya membandingkan, setidaknya dua hal. Pertama, kiai yang penulis dengan kiai lisan. Kedua, kiai kota dan desa.

Mari telisik lebih lanjut, KH Sahal Mahfudh tinggal di Desa Kajen itu menulis kitab dalam bahasa Arab, diantaranya Intifakh al-Wadjin, Faidh al-Haja ala Nail al-Raja Mandhumah Safinat al-Naja, Thariqat al-Hushul ala Ghayat al-Wushul dan a-Bayan al-Mulamma an Alfadh al-Luma (al-Syairazi), dll. Kitab Ghayat al-Wushul Kiai Sahal jadi salah satu rujukan ushul fiqih di Al-Azhar, Mesir. Juga di Hadralmaut (Yaman), dan Sudan. Belum lagi buku-buku dia dalam bahasa Indonesia, serta artikel-artikel lepasnya di majalah ataupun koran.

Pun begitu Kiai Warsun. Ia yang juga tinggal tidak di ibu kota itu menulis kitab Al-Munawwir, kamus Arab-Indonesia : Indonesia-Arab. Kamus ini digunakan tidak hanya ribuan santri, tapi juga mahasiswa yang berkaitan dengan bahasa Arab di perguruan tinggi.

Status teman saya yang pertama, kemudian sampai kepada pertanyaan yang bernada kesal, “Apakah kebesaran tokoh sekaliber KH Sahal Mahfudh dan KH Ahmad Warsun Munawwir ini lebih kecil dibanding dengan seorang dai selebritis ibu kota yang gaul, Ustad Jefri Al-Bukhori yang memang populer dan dibesarkan oleh media?” Menurut saya, sekali lagi, pertanyaan dengan tiga tanda tanya sekaligus itu tidak sedang tidak sedang menyerang Uje. Uje tidak tahu menahu urusan itu, tapi “akhlak” media kita, terutama televisi.

Saya ingin menambahkan pertanyaan teman saya itu, apakah media kita tak suka dengan kiai desa dibanding kiai kota? Apakah media kita tak suka dengan kiai yang menulis tapi lebih suka dengan ustadz lisan? Pertanyaan lain menyusul, kenapa yang satu terus ditampilkan yang satu lagi tidak? Apa itu kebetulan atau disengaja? Saya tidak tahu jawabannya. Lebih baik kita putar ulang lagu Wartawan Ratu Dunia itu.

Apa saja kata wartawan, mempengaruhi pembaca koran/Bila wartawan memuji, dunia ikut memuji/Bila wartawan mencaci, dunia ikut membenci/Wartawan dapat membina pendapat umum dunia /Bila wartawan terpuji bertanggung jawab berbudi/Jujur tak suka berdusta, beriman dan takwa

Sebaik-baik wartawan yang ratu dunia itu, bukankah mereka tetap tunduk kepada kepentingan Pemred dan pemilik media. Coba perhatikan saja apakah TVOne senang dengan memberitakan lumpur Lapindo? Ketika dia tidak memberitakan, apakah fakta itu tidak ada? Jelas, kebijakan pemilik media sangat mempengaruhi.

Belum genap dua minggu, Pengurus Pusat Pencak Silat Pagar Nusa NU membedah buku. Tak tanggung-tanggung, dua buku sekaligus. Kuasa Ramalan karya Peter Carey, peneliti Inggris, dan buku Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949) karya Zainul Milal Bizawie. Kedua buku itu terdapat benang merah, orang-orang dari pesantren turun-temurun mengusir penjajah. Contoh paling terorganisir adalah Perang Pangeran Diponegoro.

Dari bedah buku itu pula menegaskan, kiai-kiai pesantren yang ada sekarang itu adalah keturunan pasukan Pangeran Diponegoro dan pejuang-pejuang sebelumnya. Dengan demikian, lagi-lagi saya menemukan pertanyaan begini, apa media kita tidak suka dengan keturunan para pengusir penjajah?

Sebenarnya tidak salah para media cenderung begitu, wong itu milik mereka, menampilkan atau tidak menampilkan sebuah fakta adalah kepentingan mereka. Biarlah mereka begitu ya begitu dari sononya. Saya cuma sampai pada kesimpulan, sebaiknya para santri, yang katanya turunan para pengusir penjajah itu, berjuang juga dalam media, baik cetak, online, atau tv. (Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Pesantren Sang Pencerah Muslim

Lembaga Dakwah NU Garut Resmi Dikukuhkan

Garut, Sang Pencerah Muslim. Bertempat di Pondok Pesantren Al-Futuhat di Kampung Pangauban Desa Dano Kecamatan Leles Kabupaten Garut, Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Garut dan Kecamatan Leles resmi dikukuhkan. Pembaitan pengurus oleh Rais Syuriyah KH Amin Muhyidin dan disaksikan ratusan jamaah pengajian dari setiap kampung.?

Menurut ketua LDNU H Lukmanul Hakim, pembentukan LDNU tergolong dini yakni hanya berkisar 1 minggu. Akan tetapi dengan pembentukan pengurus sekarang pengukuhan pengurus secepatnya dilakukan.?

"Pengukuhan ini menjadi momentum awal bagi kita untuk bekerja secara langsung kepada masyarakat," katanya sesaat setelah melakukan pelantikan, Selasa (26/4).?

Lembaga Dakwah NU Garut Resmi Dikukuhkan (Sumber Gambar : Nu Online)
Lembaga Dakwah NU Garut Resmi Dikukuhkan (Sumber Gambar : Nu Online)

Lembaga Dakwah NU Garut Resmi Dikukuhkan

Menurutnya pelantikan ini juga dilakukan berbarangan dengan peringatan isra’ miraj. "Dengan berbarangan dengan peringatan isra’ miraj kami harapkan ini menjadi hal baik bagi kepengurusan kita," ungkapnya.?

Dede Sulaiman pengembang SDM LDNU menambahkan dirinya ingin cepat bekerja. "Kami ingin cepat bekerja makanya kami langsung menyelengarakan peringatan isra miraj," katanya.?

Sang Pencerah Muslim

Sementara itu Camat Kecamatan Leles Asep Sunandar menyambut baik dengan pengukuhan LDNU Garut dan Leles yang sudah dilantik. Menurutnya dengan pelantikan ini dirinya berharap banyaknya pembinaan masyarakat terutama oleh para ulama.?

"Kami sambut baik pelantikan ini dan kami ucapkan selamat kepada para pengurus yang sudah dilantik," katanya.?

Para pengurus LDNU Garut diantaranya H Lukmanul Hakmi (ketua), K.A Uus Abdurahman (Wakil ketua), Ust Heri Haerudin (Sekertaris), Ahmad Syarifai (Wakil sekertaris), dan H Ahmad Satibi (Bendahara).

Bidang kaderisasi : Cep Badar. Pengembangan SDM : Dede Sulaiman, H Undang. Komunikasi dan informasi : Dindin Daniella, Hendra. Pengkajian : Ustd Alit Kurnia S, Asep Mudakir.

Bidang kaderisasi, Cep Badar. Pengembangan SDM, Dede Sulaiman, H Undang. Komunikasi dan informasi, Dindin Daniella, Hendra. Pengkajian, Ustd Alit Kurnia S, dan Asep Mudakir. (Badhi/Zunus)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Habib, Pesantren Sang Pencerah Muslim

Minggu, 03 Desember 2017

Dijamin Tak Sesat, Keilmuan Santri Sampai Rasulullah

Tangerang, Sang Pencerah Muslim



Kekhasan ilmu dunia pesantren adalah ketersambungan sanad dari kiai sampai ke Rasulallah SAW. Itu yang membedakan dengan pendidikan pada sekolah umum. Untuk menjaga sanad itu, Pesantren Putri Al-Hasaniyah melakukan ujian pengambilan sanad dan ijazah kitab kepada para santriwati.

Kepala Dirosah Pesantren Putri Al Hasaniyah KH. M. Mahrusillah menjelaskan bahwa dalam tradisi pesantren ada yang disebut dengan sanad. Keilmuan yang diajarkan oleh guru terhadap murid jelas jalur keilmuannya sampai ke Rasullallah. Jadi, belajar di pesantren dijamin tidak akan sesat pemahaman sebab gurunya punya sanad ilmu yang jelas.

Dijamin Tak Sesat, Keilmuan Santri Sampai Rasulullah (Sumber Gambar : Nu Online)
Dijamin Tak Sesat, Keilmuan Santri Sampai Rasulullah (Sumber Gambar : Nu Online)

Dijamin Tak Sesat, Keilmuan Santri Sampai Rasulullah

"Jadi, jika dirunut dari guru kamu (para santri) saat ini, maka sanad mengaji mu sampai ke Rasulallah pada nomor urut ke 38, sebab rata-rata gurumu bersanad ke-37," ujarnya dalam sambutannya pada kegiatan Haflah Akhirussanah Dirosah Diniyyah Pondok Pesantren Putri Al Hasaniyah Rawalini Teluknaga Tangerang, Jumat (31/3) malam.

Di waktu yang sama, H. Muhamad Qustulani, salah satu pengasuh pesantren menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan rangkaian dari kegiatan Haul Ke 10 Pengasuh Pesantren Putri Al-Hasaniyah Rawalini, KH Muhammad Zarkasyi bin KH.M. Hasan.

Ia pun menjelaskan sanad diberikan kepada seluruh santri yang sudah menyelesaikan setoran hafalan kitab (turats) kuning dan diujikan secara lisan dan tulisan. Di antara kitab yang disanadkan adalah yaitu Awamil Jurjani, Aqidatul Awam, Tuhfatul Athfal, al-Jurumiyah, ? dan Tasrifan KH M. Hasan.?

Sang Pencerah Muslim

"Santri dalam setingkat tingkatan kelas dibebankan hafalan wajib kitab turats. Seperti Yanti salah satu santri putri kelas 3 Sekolah Dasar sudah mampu menghafal kitab Awamil Jurjani," imbuhnya.

Acara diikuti oleh 300-n santri putri Al Hasaniyah dan 18-an santri putra Kimiyaussaadah. Hadir pada kegiatan tersebut Kiai Abdul Azis, Nyai Hj. Tamamal Afiyah, dan para pengasuh pesantren lainnya. (Suhendra/Abdullah Alawi)

Sang Pencerah Muslim

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Pesantren, Pemurnian Aqidah Sang Pencerah Muslim

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock