Jumat, 01 Desember 2017

Sudahkah Kita Mengenal NU dan Nahdliyin?

Oleh Rifqi Qowiyul Iman

Beberapa hari yang lalu penulis menemukan sebuah video Syekh Ali Jum’ah (Mantan Mufti Republik Arab Mesir) pada salah satu stasiun TV yang diunggah ke halaman resminya. Dalam sesi tanya jawab dengan salah satu penonton Syekh Ali Jum’ah ditanya “Apakah seorang Muslim yang meninggal pada kejadian meledaknya salah satu gereja di Mesir termasuk syahid?”.

Sudahkah Kita Mengenal NU dan Nahdliyin? (Sumber Gambar : Nu Online)
Sudahkah Kita Mengenal NU dan Nahdliyin? (Sumber Gambar : Nu Online)

Sudahkah Kita Mengenal NU dan Nahdliyin?

Dengan didahului penjelasan yang bijaksana serta kedalaman ilmu, Syekh menjelaskan terlebih dahulu tentang konsep nasionalisme dan pentingnya kebebasan beragama sebagaimana yang tertera di dalam Undang-Undang (Dustur) Republik Arab mesir. Pada akhir pembicaraan beliau menyatakan bahwa mereka mendapatkan pahala sama seperti para syuhada.

Keterangan dari Syekh mengingatkan penulis tentang apa yang telah menjadi tradisi NU khususnya rekan-rekan Banser selama ini. Bukan sekadar menjadi korban, rekan-rekan Banser bahkan terkesan berkorban demi keamanan praktik ibadah kaum Nasrani yang dilaksanakan di gereja-gereja setempat. Dan kita tentu masih ingat Almarhum Riyanto, Banser yang mengorbankan diri demi keselamatan saudara-saudara kaum Nasrani di Gereja Eben Heazer, Mojokerto 16 tahun silam.

Sang Pencerah Muslim

(Baca: Kisah Banser Riyanto Meninggal Demi Kemanusiaan)

Sang Pencerah Muslim



Bagi sebagian pihak, tradisi ini mungkin tidak dianggap sebagai sesuatu yang bernilai ibadah. Boro-boro, bahkan salah satu tokoh yang mengaku bermanhaj Ahlussunnah wal Jama’ah menuding bahwa menjaga gereja berarti membantu praktik kemusyrikan dan kekafiran.

Mereka mungkin tidak mengetahui bahwa yang dijaga bukan sekadar bangunan tempat melaksanakan ritual sekelompok agama tertentu. Namun yang lebih dari itu, sebagaimana yang dinyatakan almarhum Gus Dur, bahwa yang dijaga adalah keamanan manusia dan tanah air.

Karenanya, bagi NU menjaga gereja bukan sekadar soal berlagak toleran, bukan pula soal berlagak heroik, ia adalah ejawantah dari nilai-nilai kemanusiaan yang selalu dijunjung tinggi oleh agama. Tidak heran bila Gus Dur, Maulana Al-Habib Luthfi bin Yahya dan kiai-kiai NU tanpa segan-segan menginstruksikan Banser untuk menjaga gereja demi terwujudnya niai-nilai kemanusiaan yang mulia ini.

Sebenarnya, banyak sekali tradisi dan ritual kemanusiaan NU yang selama ini telah membumi di masyarakat. Termasuk istighosah yang dilaksanakan di Jawa Timur baru-baru ini, yang sebenarnya bukan hal baru bagi warga NU. Bukan pula sebagai bentuk tandingan atas apa yang ramai di Jakarta beberapa bulan kemarin. Soal niat, warga NU bahkan tidak ada urusan dengan satu atau dua individu terntentu. Kompleksitas permasalahan negeri lah yang mendorong warga Nahdliyin untuk mengetuk pintu langit agar bangsa diberi keberkahan dan keselamatan serta kemakmuran. Serta terbebas dari permasalahan-permasalahan moral yang melanda saat ini. Pun soal amar makruf nahi mungkar, beberapa golongan mencibir NU yang dianggap melempem, tanpa tahu bahwa bagi para Nahdliyin amar makruf adalah berdakwah dengan rahmah, dan nahi mungkar adalah berperang melawan permasalahan bangsa, seperti kemiskinan, intoleransi, kebodohan dan radikalisme.

Nasionalisme NU bahkan dicibir sebagai nasionalisme kebablasan, tanpa tahu bahwa konsep NKRI adalah sebuah produk ijtihad keagamaan para ulama Rabbani yang diikat dengan konstitusi. Karenanya, pekikan “NKRI harga mati” adalah ejawantah kepatuhan kaum Nahdliyin terhadap dawuh para ulama. Dan jika pada momen-momen kemarin NU dianggap tidur dan bukan lah NU yang dulu, maka ketahuilah kaum Nahdliyin sudah bergerak melampaui semua yang dilakukan beberapa pihak baru-baru ini. Dan kaum Nahdliyin adalah kaum yang berjuang, ber-amar makruf, ber-nahi mungkar dengan kedalaman ilmu dan adab. Sehingga, perlu dipertanyakan “sudahkah kita mengenal NU dan Nahdliyin?”.

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana pada Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam (PSKTTI) Universitas Indonesia.



Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim Meme Islam, Kiai Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Indonesia Muhammadiyah Sang Pencerah Islam. Sudahkah Kita Mengenal NU dan Nahdliyin? di Sang Pencerah Muslim ini merupakan bukan asli tulisan admin, oleh karena itu cek link sumber.

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock