Sabtu, 24 Februari 2018

Pemikiran Islam: Hukum Allah (1)

Oleh KH Muhammad Machasin

“Tidak ada hukum selain hukum Allah” (l? ?ukma ill? lill?h) atau “Hanya Allahlah pemutus perkara (l? ?akama ill-All?h) adalah kalimat yang banyak diucapkan oleh kaum Khaw?rij sebagai moto. Kalimat ini mula-mula diucapkan untuk menentang ta?k?m, yakni penyelesaian perselisihan antara ‘Ali (khalifah keempat di Medinah, kemudian pindah ke K?fah, Iraq) dan Mu?wiah (gubernur Sy?m yang mencakup Syria, Libanon, Palestina, Yordania dan Israel sekarang, dengan ibukota Damaskus) dengan perjanjian perdamaian kedua belah pihak yang diwakili juru runding yang disebut ?akam.?

Perselisihan semestinya diselesaikan dengan acuan hukum Allah, demikian mereka berhujah, bukan dengan kesepakatan di antara manusia. Hukum Allah jelas dalam masalah perselisihan itu: ‘Ali adalah khalifah yang sah, sedangkan Mu?wiah melawan khalifah dan karenanya mesti dihukumi dengan hukuman pemberontak.

Pemikiran Islam: Hukum Allah (1) (Sumber Gambar : Nu Online)
Pemikiran Islam: Hukum Allah (1) (Sumber Gambar : Nu Online)

Pemikiran Islam: Hukum Allah (1)

Orang yang memberontak harus diperangi sampai kembali taat kepada perintah Allah (QS 49/al-?ujur?t: 9). Mereka tidak (mau) melihat kenyataan bahwa perang antara kedua belah pihak sudah berlangsung lebih dari dua bulan dengan tiada kemenangan bagi pihak yang satu atas yang lain.?

Kemudian, dengan tipu dayanya Mu?awiah berhasil menghentikan gerakan pasukan ‘Ali. Beberapa orang dari pihak pasukan ‘Ali yang nantinya tergabung dalam gerakan Khaw?rij mendesak ‘Ali untuk menghentikan perang ketika pasukan Mu?wiah mengangkat mushaf Al-Qur’an, karena mengira bahwa lawan mengajak mereka untuk kembali kepada hukum Allah. Ketika kemudian ternyata bahwa penghentian peperangan itu dilanjutkan dengan kesepakatan untuk melakukan arbitrase atau ta?k?m, mereka menolak dan menyerukan moto di atas.

Sebenarnya mereka konsisten dengan prinsip mereka: kembali kepada hukum Allah. Akan tetapi, ketika ternyata apa yang dipahami sebagai hukum Allah itu tidak dijalankan, mereka tidak mau melihat kemungkinan lain, walaupun sudah terbukti bahwa memerangi pemberontak saat itu, yakni Mu?wiah dan pasukannya, tidak membawa hasil. Apalagi untuk melihat status pemberontak yang disematkan kepada Mu?wiah. Bukankah kekhalifahan ‘Ali kurang mendapatkan dasar yang kuat karena pemilihannya sebagai khalifah tidak tanpa persoalan?

Sang Pencerah Muslim

Pemilihan itu dilakukan di Medinah dalam kedaruratan akibat terbunuhnya Khalifah ‘Utsman, sementara banyak sahabat Nabi —yang merupakan pemuka masyarakat Muslim— tidak lagi ada di Medinah akibat ekspedisi “militer” ke luar Jazirah Arab yang dilakukan Khalifah ‘Umar dan dilanjutkan oleh Khalifah ‘Utsman. Penduduk Medinah saat itu tidak lagi mewakili umat Islam yang dapat memberikan legitimasi penuh bagi kekhalifahan ‘Ali. Ini dibuktikan dengan perlawanan ‘?’isyah-?al?ah-Zubair dan Mu?wiah-‘Amr bin ‘?. (Bersambung)



Sang Pencerah Muslim



Penulis adalah Mustasyar PBNU

Dari Nu Online: nu.or.id

Sang Pencerah Muslim RMI NU Sang Pencerah Muslim

Sang Pencerah Muslim Indonesia Muhammadiyah Sang Pencerah Islam. Pemikiran Islam: Hukum Allah (1) di Sang Pencerah Muslim ini merupakan bukan asli tulisan admin, oleh karena itu cek link sumber.

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Sang Pencerah Muslim sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Sang Pencerah Muslim. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Sang Pencerah Muslim dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock